Jaksa Agung Republik Indonesia, Prof Dr Burhanuddin melaunching Rumah Keadilan Restoratif atau Restorative Justice, Rabu (16/03/2022).
Dalam Acara Launching Rumah Restorative Justice, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung (Jampidum), Dr Fadil Zumhana juga membuka hotline layanan Restorative Justice melalui nomor 0813-9000-2207.
Menurut Jaksa Agung Burhanuddin, kehadiran Rumah Keadilan Restoratif Kejaksaan adalah dalam rangka menciptakan keharmonisan dan kedamaian di masyarakat.
Acara Launcing Rumah Keadilan Restoratif ini dilaksanakan Jaksa Agung Burhanuddin dengan didampingi Wakil Jaksa Agung Sunarta, para Jaksa Agung Muda (JAM), Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan (Kabandiklat) Tony Tribagus Spontana.
Acara ini juga dilaksanakan dan dihadiri serentak di 9 wilayah Kejaksaan Tinggi (Kejati), yakni Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut), Kejaksaan Tinggi Aceh (Kejati Aceh), Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat (Kejati Sulbar), Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar), Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim), Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah (Kejati Jateng), Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri), dan Kejaksaan Tinggi Banten (Kejati Banten). Kegiatan diikuti setiap Kejati secara virtual dari ruang kerjanya masing-masing.
Acara Launcing Rumah Keadilan Restoratif atau Restorative Justice House Kejaksaan ini juga dihadiri Ketua Komisi Kejaksaan Dr Barita Simanjuntak, para Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) beserta jajaran, para Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) setempat beserta jajaran, para Gubernur berserta jajaran Forkompimda, para Bupati dan Walikota berserta jajaran Forkompimda, para Aparat Pemerintah Daerah setempat, para Tokoh Adat, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, dan Civitas Akademisi setempat.
Mengawali acara ini, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung (Jampidum), Dr Fadil Zumhana menyampaikan, selama diberlakukannya Peraturan Jaksa Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, Kejaksaan telah menyelesaikan 821 (delapan ratus dua puluh satu) perkara di seluruh Indonesia melalui Keadilan Restoratif.
“Untuk menghadirkan keadilan di tengah masyarakat, maka perlu kiranya dibuatkan ruang atau tempat penyelesaian masalah dengan konsep perdamaian melalui musyawarah mufakat sebelum perkaranya masuk ke ranah penegak hukum,” ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Fadil Zumhana.
Fadil Zumhana menuturkan, tujuan dibentuknya Rumah Restorative Justice.
Pertama, Rumah Restorative Justice sebagai tempat dalam menyelesaikan segala permasalahan di masyarakat.
Kedua, kehadiran Rumah Restorative Justice mampu menggali kearifan lokal dalam rangka mengimplementasikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Ketiga, Rumah Restorative Justice adalah sebagai tempat musyawarah mufakat telah membuka harapan untuk menciptakan keharmonisan dan kedamaian dalam masyarakat.
Selanjutnya, Jaksa Agung Burhanuddin mengatakan, atas nama pribadi dan selaku pimpinan institusi, menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan ini. Yang telah bekerja keras dan penuh dedikasi dalam menyelenggarakan kegiatan ini.
Jaksa Agung Burhanuddin menyambut baik diselenggarakannya acara ini. Karena kegiatan ini merupakan sebuah manifestasi bukti keseriusan Kejaksaan Republik Indonesia dalam menjalankan salah satu fokus pembangunan hukum di Indonesia, yaitu berkaitan dengan implementasi Restorative Justice, sebagaimana yang diatur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
“Di mana Arah Kebijakan dan Strategi Bagian Penegakan Hukum Nasional ditujukan pada perbaikan sistem hukum pidana dan perdata, yang strateginya secara spesifik berkaitan dengan penerapan Keadilan Restoratif,” tutur Burhanuddin.
Burhanuddin menyebut, tidak dipungkiri lagi bahwa Keadilan Restoratif telah menjadi salah satu alternatif penyelesaian perkara pidana. Di mana hal yang menjadi pembeda dari penyelesaian perkara ini adalah adanya pemulihan keadaan kembali pada keadaan sebelum terjadinya tindak pidana.
“Sehingga, melalui konsep penyelesaian Keadilan Restoratif ini maka kehidupan harmonis di lingkungan masyarakat dapat pulih kembali,” ujarnya.
Burhanuddin menjelaskan, konsep Keadilan Restoratif merupakan suatu konsekuensi logis dari asas ultimum remedium, yaitu pidana merupakan jalan terakhir dan sebagai pengejawantahan asas keadilan, proporsionalitas serta asas cepat, sederhana dan biaya ringan.
“Oleh karena itu, penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif dilaksanakan dalam rangka memberikan perlindungan terhadap kepentingan korban dan kepentingan hukum lain,” terang Burhanuddin.
Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) ini melanjutkan, konsep Keadilan Restoratif utamanya ditujukan untuk memulihkan kedamaian dan harmoni dalam masyarakat.
Sehingga Jaksa sebagai penegak hukum dan pemegang asas dominus litis, dalam rangka pelaksanaan tugas penegakan hukum dan keadilan, harus lebih mengutamakan perdamaian dan pemulihan pada keadaan semula.
“Bukan lagi menitikberatkan pada pemberian sanksi pidana berupa perampasan kemerdekaan seseorang,” imbuh Burhanuddin.
Perdamaian melalui pendekatan Keadilan Restoratif, lanjutnya, merupakan perdamaian hakiki yang menjadi tujuan utama dalam Hukum Adat. Sehingga sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang sangat mengutamakan kedamaian, harmoni dan keseimbangan kosmis.
Lebih lanjut, menurut Burhanuddin, pada hakikatnya Keadilan Restoratif selaras dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya Sila Kedua yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan untuk diperlakukan sama di muka hukum.
“Dan juga merupakan cerminan dari Sila Keempat Pancasila, di mana nilai-nilai keadilan diperoleh melalui musyawarah untuk mufakat dalam penyelesaian masalah,” terangnya.
Mengingat proses pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif membutuhkan nilai-nilai keadilan dan kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang di masyarakat setempat, maka dalam hal ini Kejaksaan memandang diperlukan suatu ruang guna dapat menghadirkan Jaksa lebih dekat di tengah-tengah masyarakat.
“Untuk dapat bertemu dan menyerap aspirasi secara langsung dari Tokoh Agama, Tokoh Adat dan Tokoh Masyarakat, guna menyelaraskan nilai-nilai tersebut dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Sehingga bisa mengambil keputusan dalam proses pelaksanan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif,” tuturnya.
Ruang ini, lanjut Burhanuddin, diharapkan menjadi sebuah rumah bagi Aparat Penegak Hukum, khususnya Jaksa, untuk mengaktualisasikan budaya luhur Bangsa Indonesia yaitu musyawarah untuk mufakat dalam proses penyelesaian perkara.
Adapun dasar filosofi penyebutan rumah di sini, kata dia, dikarenakan rumah merupakan suatu tempat yang mampu memberikan rasa aman, nyaman dan tempat semua orang kembali untuk berkumpul dan mencari solusi dari permasalahan yang disebabkan adanya perkara pidana ringan sehingga dapat memulihkan kedamaian, harmoni dan keseimbangan kosmis di dalam masyarakat.
“Oleh karena itu, ijinkan saya dalam kesempatan ini memberikan nama ruang tersebut dengan nama Rumah Restorative Justice atau Rumah RJ,” ujar Jaksa Agung Burhanuddin.
Perlu diketahui, lanjut Burhanuddin mengimbuhkan, dirinya sebagai Jaksa Agung Republik Indonesia menamakan Rumah RJ dan bukan Kampung RJ.
“Karena menurut saya, Kampung RJ akan terikat secara spesifik oleh wilayah. Artinya kearifan dan nilai-nilai yang digali akan dibatasi oleh wilayah kampung itu saja. Sedangkan Rumah RJ, terkandung maksud tidak ditujukan pada masyarakat tertentu ataupun wilayah tertentu. Rumah RJ harus dapat menggali dan menyerap nilai-nilai dan kearifan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat secara umum tidak terikat oleh wilayah atau lapisan masyarakat tertentu,” terang Burhanuddin.
Burhanuddin juga menjelaskan, pembentukan Rumah RJ diharapkan dapat menjadi contoh untuk menghidupkan kembali peran para Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan Tokoh Adat untuk bersama-sama dengan Penegak Hukum.
“Khususnya Jaksa, dalam proses penegakan hukum yang berorientasikan pada keadilan susbtantif,” sebutnya.
Di samping itu, pembentukan Rumah RJ juga diharapkan menjadi suatu terobosan yang tepat. Karena dalam hal ini akan menjadi sarana penyelesaian perkara di luar persidangan sebagai solusi alternatif memecahkan permasalahan penegakan hukum tertentu, yang belum dapat memulihkan kedamaian dan harmoni dalam masyarakat seperti sebelum terjadinya tindak pidana.
Selanjutnya, Jaksa Agung Burhanuddin mengatakan, terdapat 31 Rumah Restorative Justice yang akan di-launching.
Jaksa Agung Burhanuddin berharap, Rumah RJ ini dapat menjadi pilot project yang nantinya dapat ditiru dan dikembangkan di wilayah lain.
“Sehingga melalui kehadiran Rumah RJ ini, diharapkan dapat menjadi rujukan penegak hukum untuk mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal dalam proses penyelesaian perkara,” ujar Burhanuddin.
Selain itu, Burhanuddin juga mengharapkan agar Rumah RJ dapat menjadi sarana bagi masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan dan pemahaman secara komprehensif tentang manfaat dari penyelesaian tindak pidana melalui konsep Restorative Justice.
Jaksa Agung berharap, semangat membangun Rumah RJ janganlah terjadi hanya pada saat acara peluncurannya saja.
“Oleh karena itu, kepada para Kajati perlu saya ingatkan bahwa menghadirkan keadilan substantif pada masyarakat adalah kewajiban, tugas dan tanggung jawab kita,” ujarnya.
Burhanuddin menekankan, dengan menghadirkan rumah RJ di tengah masyarakat adalah cara Kejaksaan mewujudkan keadilan substantif yang diharapkan oleh masyarakat.
“Rumah RJ adalah rumah kita bersama, rumah bagi para pencari keadilan. Sehingga, tolong jaga, rawat dan tumbuh kembangkan eksistensinya, agar rumah RJ dapat terus berkontribusi dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” ujarnya.
Jaksa Agung Burhanuddin sangat berharap adanya dukungan penuh dari Pemerintah, seperti Gubernur, Bupati dan Walikota, serta Forkompimda.
Karena kami sangat menyadari dukungan penuh Bapak Ibu sekalian sangat berarti dalam percepatan upaya mewujudkan kesejahteraan hukum bagi masyarakat,” sebut Jaksa Agung Burhanuddin.
Berpijak dari tujuan dan manfaat dari dibentuknya Rumah RJ ini, Jaksa Agung Burhanuddin meminta kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana agar membuat pola pengawasan dan melakukan monitoring.
“Guna memastikan Rumah RJ berjalan sebagaimana maksud dan tujuannya serta manfaatnya dapat dirasakan bagi masyarakat para pencari keadilan,” ujarnya.
Setelah memberikan sambutannya, Jaksa Agung Burhanuddin juga melakukan dialog langsung secara dalam jaringan atau secara daring alias virtual dengan masyarakat serta Pimpinan Daerah, untuk mengetahui respon positif dari keberadaan Rumah RJ ini.
Di samping itu, beberapa Kepala Daerah menyatakan sangat mendukung, dan siap memfasilitasi segala kegiatan untuk ke depannya.
Dalam dialog dengan Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan Tokoh Adat, seluruh pihak menyambut positif keberadaan Rumah RJ. Karena membangkitkan nilai-nilai komunal dan nilai luhur yang ada di dalam masyarakat.
Mereka sangat mengapresiasi bahwa keberadaan Rumah RJ ini dapat mengembalikan kembali marwah musyawarah mufakat sebagai nilai luhur bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila.
Jaksa Agung Burhanuddin berpesan agar Rumah Restorative Justice dapat digunakan dan dimanfaatkan bukan saja untuk kepentingan penyelesaian perkara pidana, tetapi untuk menyelesaikan segala permasalahan di masyarakat baik itu perkara perdata, tanah, perkawinan termasuk juga untuk kepentingan sosialisasi program Pemerintah.
Dalam Acara Launching Rumah Restorative Justice, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana membuka hotline layanan Restorative Justice melalui nomor 0813-9000-2207.(JRO)