Para oknum aparat hukum di Kabupaten Siak, mulai dari oknum Polisi, oknum Jaksa maupun oknum Pengadilan, sudah kelihatan berniat dan mencari segala cara untuk menjerat warga yang awam hukum, seperti Ibu Mewa Riska Boru Manullang di Kabupaten Siak, Provinsi Riau.
Ibu beranak empat yang ditangkap oknum Polisi dari Polsek Minas dan dijebloskan ke tahanan atas tuduhan menjadi penadah barang bekas berupa tembaga gosong yang diduga milik PT Chevron, dan yang dijual oleh orang tak dikenal kepada dirinya itu, sama sekali tidak mengerti proses hukum. Suaminya, Safri Sibagariang, sebagai pemilik usaha jual beli barang rongsokan itu pun tak mengerti di mana pelanggaran hukum yang dituduhkan oknum polisi dari Polsek Minas kepada isterinya.
Koordinator Litigasi dan Advokasi Perkumpulan Pengacara Rakyat (Perak) Oktaviandi B Tri Anugrah Sitorus menyampaikan, ditolaknya permohonan Praperadilan yang diajukan Safri Sibagariang oleh Hakim Pengadilan Negeri Siak (PN Siak) semakin menunjukkan bahwa Mewa Riska Boru Manullang harus dipenjarakan dan dihukum oleh Aparat Penegak Hukum (APH), lantaran sudah berani melawan ketidakadilan dan dugaan kriminalisasi yang dialaminya.
“Penolakan Praperadilan yang diajukan Safri Sibagariang dan isterinya Mewa Riska Boru Manullang di PN Siak mengindikasikan, memang sudah niat banget oknum polisi untuk menjebloskan ke Penjara. Ini semakin mengindikasikan, penanganan hukum yang asal-asalan dan semau-maunya oknum Aparat Penegak Hukum itu sendiri kepada warga masyarakat yang awam terhadap proses-proses hukum,” tutur Koordinator Litigasi dan Advokasi Perkumpulan Pengacara Rakyat (Perak) Oktaviandi B Tri Anugrah Sitorus, di Jakarta, Sabtu (01/08/2020).
Apalagi, lanjutnya, dugaan kriminalisasi yang dilakukan oknum polisi di Polsek Minas itu dilawan oleh Safri Sibagariang dan keluarganya. Maka, semakin merasa tak mau kalah dong oknum Aparat Hukum itu dengan perlawanan yang dilakukan oleh Mewa Riska Boru Manullang dan keluarganya.
Belum lagi, menurut Oktaviandi, untuk sebanyak 16 Kilogram Kabel Tembaga rongsongkan yang dijual oleh orang tak dikenal kepada Mewa Riska Boru Manullang, yang disebut sebagai tembaga milik PT Chevron Indonesia, semakin tidak masuk akal untuk dipaksakan agar Mewa Riska Boru Manullang sebagai penadahnya.
“Penadahan darimana? Yang menjual pun tidak dikenal. Sudah ditangkap polisi dan sudah diproses hukum. 1 Tahun. Lalu, kini oknum polisi cari gara-gara lagi dengan menangkap dan mencoba memenjarakan Ibu Mewa Riska Boru Manullang. Ini sangat nyata sebagai bentuk kriminalisasi terhadap warga yang awam hukum. Darimana Mewa Riska tahu kalau tembaga itu barang curian dan milik PT Chevron? Kan oknum polisinya sendiri kok yang bermain di situ,” tutur Oktaviandi.
Oleh karena itu, lanjutnya, pihaknya dari Perhimpunan Pengacara Rakyat (Perak) tetap melaporkan para oknum polisi dari Polsek Minas itu ke Propam Mabes Polri, ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), ke Komisi III DPR, ke Istana Negara.
“Demikian pula, oknum jaksa dan oknum hakim, kalau diduga terlibat, akan kami laporkan. Masa aparatur hukum sendiri yang mengkriminalisasi warga? Itu tindakan biadab loh,” ujar Oktaviandi.
Dia menegaskan, institusi Polri, institusi Kejaksaan dan institusi Aparat Penegak Hukum (APH) lainnya jangan melindungi para oknum anggotanya yang melakukan kriminalisasi dan dugaan pemerasan terhadap warga awam.
“Harusnya, pimpinan dan bagian pengawasan di masing-masing instutusi hukum itu cepat merespon dan memroses para anggotanya. Jangan malah mencari-cari dalil untuk melindunginya dong,” ujar Oktaviandi.
Sementara, Penata Urusan Sub Bagian Hubungan Masyarakat Kepolisian Resort Siak (Paur Subbag Humas Polres Siak) Bripka Dede Prayoga menyampaikan, permohonan Praperadilan yang diajukan Safri Sibagariang, yakni Suami dari Mewa Riska Boru Manullang, ditolak oleh Hakim di Pengadilan Negeri Siak (PN Siak).
Penolakan itu dilakukan pada persidangan yang digelar Senin, (27/07/2020). “Telah dilakasanakan sidang terakhir Praperadilan dengan agenda pembacaan hasil putusan dari tuntutan yang diajukan oleh Pemohon Mewariska Br Manullang terhadap termohon Kepoliasian Negara RI, Cq Polda Riau, Cq Polres Siak, Cq Kapolsek Minas Polres Siak Tentang Sah atau Tidaknya tindakan hukum yang dilakukan penyidik Polsek Minas Polres Siak seperti Penetapan Tersangka, Penangkapan, Penahanan dan Perpanjangan penahanan,” ujar Paur Subbag Humas Polres Siak, Bripka Dede Prayoga, dalam keterangan yang diterima wartawan.
Menurut Paur Subbag Humas Polres Siak, Bripka Dede Prayoga, penangkapan dan penetapan Mewa Riska Boru Manullang didasari pada dugaan tindak pidana penadahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 480 Kita Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Karena merasa tidak terima atas tindakan hukum yang dilakukan penyidik kepadanya, pihak Mewa Riska Boru Manullang mengajukan Sidang Praperadilan,” ujar Paur Subbag Humas Polres Siak, Bripka Dede Prayoga.
Persidangan Praperadilan digelar di PN Siak. Persidangan dihadiri oleh pihak Mewa Riska Boru Manullang yang diwakili Kuasa Hukumnya Syaidina Amsyah dan kawan-kawan, serta pihak termohon yakni Polsek Minas dan Polres Siak yang didampingi oleh kuasa hukum dari Tim Bidang Hukum Polda Riau.
Sidang Praperadilan dipimpin Hakim Tunggal Risca Fajarwati, dengan Panitera Yudi Dharmawan, pada Senin (27/07/2020). Yang memberikan putusan yakni menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya dan membebankan biaya perkara kepada pemohon.
Pertimbangan Hakim Tunggal Risca Fajarwati menolak permohonan Mewa Riska Boru Manullang adalah, pertama, pemohon tidak dapat membuktikan dalil permohonannya. Kedua, Termohon berhasil membuktikan seluruh jawaban dengan didukung bukti T1 sampai dengan T28.
Ketiga, tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penahanan dan perpanjangan penahanan yang dilakukan oleh termohon didukung dengan 2 alat bukti yang sah, sesuai pasal 184 KUHAP, sehingga memenuhi ketentuan dalam Putusan MK no. 21/PUU-XII/2014.
Keempat, termohon telah melaksanakan penyidikan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Kapolres Siak melalui Paur Subbag Humas Polres Siak, Bripka Dede Prayoga mengatakan, Polres Siak akan terus melakukan pengawasan terhadap proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Polsek Minas, yang berada di wilayah hukum Polres Siak.
“Kami berharap, minggu ini sudah bisa P21 lengkap pemberkasan diterima Kejaksaan Negeri Siak. Dan selanjutnya penyerahan tersangka ke Kejaksaan untuk proses lebih lanjut ke Pengadilan Negeri,” ujar Bripka Dede Prayoga.
Awal mula kasus ini, Safri Sibagariang yang sudah 5 tahun lebih membuka usaha jual beli barang bekas di Minas, dan mengelola usaha itu bersama isterinya Mewa Riska Boru Manullang, didatangi oleh dua orang yang tidak dikenal.
Pada tanggal 18 Oktober 2019 lalu, sekitar jam 10 siang, dua orang pria dengan mengendarai sepeda motor mendatangi tempat usaha mereka di Jalan Arengka 2, Kecamatan Payung Sekaki, Pekanbaru.
Ternyata, kedua orang yang tidak dikenalnya itu hendak menjual tembaga gosong. Kedua penjual itu menanyakan harga tembaga per kilogramnya.
Saat itu, Safri Sibagariang sedang mengopi di warung di seberang tempat usahanya. Di gudang tempat usaha, hanya ada pekerja. Sedangkan isterinya, Mewa Riska Boru Manullang, sedang mengurus anak-anak mereka yang masih kecil-kecil, di bagian belakang rumah.
Pekerjanya menjawab dua orang tak dikenal itu, bahwa harga tembaga sekarang Rp 62 ribu per kilogram.
Setelah bernegosiasi harga dan sepakat, tembaga tersebut ditimbang oleh pekerjanya Safri di tempat usahanya itu. Berat tembaga yang dibeli itu 16 Kilogram.
Lalu, untuk pembayaran, pekerja melapor ke isterinya Safri Sibagariang, yakni Mewar Riska Boru Manullang yang sedang beraktivitas di dalam rumah. Kemudian, membayarkan tembaga itu.
Satu jam berselang, yakni sekitar pukul 11 siang itu juga, 4 orang pria yang mengaku anggota Polisi dari Polsek Minas juga tiba di tempat usahanya Safri.
Anggota Polisi bertanya tentang orang yang baru saja menjual tembaga di tempat Safri. “Adakah orang yang menjual tembaga ke sini? Tanya mereka. Belum sempat dijawab. Polisi itu langsung melihat goni yang berisikan tembaga sebesar 16 kilogram itu. Karena memang barang itu, terletak di tempat yang terang, bukan di tempat tersembunyi.
Selanjutnya, Polisi itu bertanya lagi, Siapa yang jual ini? Mewa Riska Boru Manullang menjawab, “Tidak kenal,”. “Tahu ini barang siapa?” lanjut Polisi. Mewa Riska Boru Manullang menjawab apa adanya. “Saya tidak tahu barang itu barang siapa. Karena usaha saya membeli barang rongsokan, maka saya beli tembaga tersebut. Dan tembaga tersebut sudah dibakar. Dan sudah tidak bisa dipakai lagi. Makanya saya beli,” terangnya.
Kemudian, Polisi memperlihatkan foto orang di henpon milik polisi. Dan bertanya, apakah mengenal orang yang ada di dalam foto tersebut.
Seorang pekerja yang menimbang tembaga tadi menjawab, orang yang ada di foto tersebut adalah orang yang menjual tembaga tadi. “Ini orang yang menjual tembaga tadi,” jawab pekerja.
Setelah mendengar jawaban itu, Polisi, pekerja dan pihak Safri Sibagariang mencari penjual tembaga tersebut.
Polisi meminta, agar bersama-sama mencari dua orang penjual tembaga yang sudah melarikan diri itu.
Dalam pencarian, mereka berhasil menemukan seorang penjualnya. Sedangkan satu orang lagi berhasil lolos.
Hari itu juga, pekerjanya Safri juga di bawa ke Kantor Polsek Minas, untuk dimintai keterangan terkait jual beli tembaga itu.
Keesokan harinya, Mewariskan Boru Manullang, isterinya Safri Sibagariang juga dimintai keterangan oleh anggota Polsek Minas, sebagai saksi.
Persoalan itu kemudian lanjut ke persidangan di Pengadilan Negeri Siak. Salah seorang pelaku penjualan tembaga itu, yakni Albert alias Robert pun telah diputus bersalah sebagai penadah. Dengan hukuman 1 Tahun penjara.
Anehnya, setelah 6 bulan berlalu, pada tanggal 03 Juni 2020, Polisi datang mengantar Surat Panggilan ke Safri Sibagariang untuk segera menghadap Polsek Minas. Anggota Polisi dari Polsek Minas bernama Bripka Budi Arman dan Brigadir Johan Sitompul itu datang pada pagi hari, dan memberitahukan bahwa pada tanggal 04 Juni 2020 akan dimintai keterangan sebagai Saksi. Surat yang diserahkan Polisi itu tertanggal 02 Juni 2020.
Mewa Riska Boru Manullang, isterinya Safri Sibagariang kebetulan sedang berada di rumah. Sedangkan Safri sendiri sedang pergi keluar kota untuk mengurus pekerjaan.
Mewa Riska Boru Manullang menyampaikan, suaminya Safri Sibagariang sedang ke luar kota dan akan kembali pada keesokan harinya.
Oleh karena itu, Mewa Riska Boru Manullang menyampaikan, dirinya juga tidak bisa hadir ke kantor Polsek Minas pada 04 Juni 2020. Karena dia hanya sendirian di rumah mengurus 4 orang anaknya. Sedang suaminya, Safri Sibagariang masih di luar kota.
Keanehan semakin menjadi-jadi dilakukan oleh Polisi. Sebab, pada malam harinya, anggota Polisi dari Polsek Minas bernama Bripka Budi Arman dan Brigadir Johan Sitompul itu kembali datang ke rumah Safri Sibagariang. Sekitar pukul 19.00 WIB. Tanpa membawa apa-apa. Tidak ada Surat Perintah menjemput, dan tidak ada Surat Perintah Penangkapan.
Malam hari tanggal 04 Juni 2020 itu, anggota Polisi dari Polsek Minas bernama Bripka Budi Arman dan Brigadir Johan Sitompul itu membujuk Mewa Riska Boru Manullang agar bersedia dibawa ke Kantor Polsek Minas. Dan menjanjikan proses pemeriksaan hanya akan berlangsung sebentar, dan Mewa Riska Boru Manullang akan kembali diantar pulang ke rumahnya pukul 22.00 WIB.
Namun, Mewa Riska Boru Manullang menolak secara halus. Sebab suaminya tidak di rumah, dan anak-anaknya tidak ada yang menjagai.
Mewa Riska Boru Manullang meminta agar dirinya diperkenankan datang ke Kantor Polsek Minas pada keesokan harinya saja. Setelah hari terang, dan setelah suaminya pulang.
Akan tetapi, permintaan Mewa Riska Boru Manullang itu ditolak mentah-mentah oleh anggota Polisi dari Polsek Minas bernama Bripka Budi Arman dan Brigadir Johan Sitompul itu.
Malam itu juga Mewa Riska Boru Manullang dipaksa dan diangkut, bersama 4 orang anaknya ke Kantor Polsek Minas.
Safri Sibagariang yang menghubungi rumah, terpaksa terburu-buru pulang. Setibanya di rumah, Safri menemukan rumahnya berantakan. Pintu rumah tidak dikunci. Lampu rumah dan gudang juga padam. Tak ada orang di rumah.
Dengan mengendarai mobil pick up, Safri Sibagariang langsung menuju Kantor Polsek Minas. Untuk mencari tahu keberadaan isteri dan anak-anaknya. Jarak dari rumah Safri Sibagariang dengan Polsek sekitar 60 Kilometer.
Setibanya di kantor Polsek Minas, Safri Sibagariang menemukan isteri dan anak-anaknya dimasukkan ke sebuah ruangan kosong gelap, tanpa alas dan tanpa lampu. Anak-anaknya tampak menangis dan ketakutan.
Sementara, anggota Penyidik Polsek Minas menyodorkan sebuah Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan penetapan Mewa Riska Boru Manullang sebagai tersangka atas dugaan penadahan tembaga curian dari PT Chevron.
“Pemeriksaan itu tidak pernah dilakukan kepada Isteri saya. Sebab, isteri saya mengatakan dirinya tidak diperiksa oleh penyidik di Polsek Minas. Itu adalah Surat sewaktu isteri saja diperiksa sebagai saksi beberapa bulan lalu,” ungkap Safri Sibagariang kepada wartawan.
Safri Sibagariang mengungkapkan, Surat Penangkapan, dan sekaligus Surat Penahanan oleh Polisi itu diberikan kepada dirinya setelah Safri tiba di Kantor Polsek Minas. Dan, setelah isterinya, Mewa Riska Boru Manullang dipaksa untuk menandatangani. Hari itu juga, Isterinya Mewa Riska Boru Manullang langsung dibawa Polisi lagi ke kantor Polres Siak. Untuk menjalani penahanan.
Safri Sibagariang berupaya memohon agar anak-anak dan isterinya dilepas saja. Sebab, tidak benar apa yang dituduhkan Polisi kepada isterinya. Jika pun harus ada penahanan, Safri Sibagariang meminta kepada Polisi agar dirinya saja yang ditahan, asalkan anak-anak dan isterinya dilepas dan dipulangkan ke rumah mereka.
Namun permintaan itu juga ditolak mentah-mentah oleh anggota Polisi. Bahkan, anggota polisi membentak Safri Sibagariang dengan menuduhnya hendak menghalang-halangi proses penyidikan.
Melihat semua peristiwa itu, Safri Sibagariang memberanikan diri menghubungi Kapolsek Minas, Kompol Birma Naipospos. Untuk meminta tolong agar anak-anak dan isterinya dilepas.
Kapolsek Minas, Kompol Birman Naipospos mengarahkan Safri Sibagariang menemui Kanit Reskrim Polsek Minas, AKP Dafris.
Dari Kanit Reskrim Polsek Minas, AKP Dafris, menyampaikan, tidak mungkin dilepas. Namun bisa dibantu agar diperringan hukumannya nanti.
Dari Kanit Reskrim Polsek Minas, AKP Dafris, Safri Sibagariang juga mendapat ‘petunjuk’ bahwa untuk mengurangi hukuman isterinya Mewa Riska Boru Sibagariang, Safri Sibagariang perlu mempersiapkan uang Rp 30 juta hingga Rp 50 juta. Sebab tuduhan kepada Mewa Riska Boru Manullang diprediksi akan dijatuhi hukuman 4 tahun penjara nantinya.
“Saya katakan, saya hanya punya uang Rp 10 juta. Itu pun harus meminjam kiri kanan. Dan saya pun disuruh memenuhi Rp 10 juta. Saya ke ATM dan mengambil uang. Ketika saya hendak menyerahkan ke Pak Dafris, Pak Dafris mengatakan kebanyakan. Nanti Pak Kapolsek Minas bisa marah kalau diterimanya Rp 10 juta. Akhirnya, dibagi dua saja. Saya akhirnya menyerahkan Rp 5 juta. Dan kemudian, saya diminta menemui Jaksa juga,” ungkap Safri Sibagariang.
Safri melanjutkan, dengan dikawal anggota Polisi dari Polsek Minas bernama Bripka Budi Arman dan Brigadir Johan Sitompul, dirinya menemui Jaksa bernama Wira di ruangan Jaksa Wira.
“Saya bersama dua anggota Polsek Minas yaitu Budi dan Johan bertemu langsung di ruangan Jaksa Wira,” ujarnya.
Kepada Safri Sibagariang, Jaksa Wira memberikan semacam contoh penanganan kasus sejenis.
“Jaksa Wira mengatakan kepada saya, ada kasus yang mirip dengan yang dialami Isteriku yang ditangani Jaksa. Dan karena berat, dan sudah keluar SPDP-nya, maka untuk mengurangi hukuman menjadi di bawah 1 tahun, disediakan uang Rp 50 juta,” beber Safri.
Mendengar penjelasan itu, Safri Sibagariang meradang. Dan meminta agar tidak sebanyak itu uang yang harus disediakannya hanya untuk melepas isterinya yang dikriminalisasi itu.
Percakapan masih berlanjut dengan Jaksa Wira, Safri diminta menyediakan uang Rp 30 juta saja, agar hukuman yang akan dijatuhkan kepada isterinya, Mewa Riska Boru Manullang diringankan, menjadi di bawah 1 tahun penjara.
“Saya tidak punya uang sebanyak itu. Lagi pula saya dan isteri saya tidak tahu menahu apa urusan kabel yang dijual ke kami dengan isteriku harus dipaksa menjadi penadah? Saya bilang, saya pikir-pikir saja dulu soal uang Rp 30 juta itu,” tutur Safri.
Selepas dari pertemuan itu, atas saran dari saudaranya, Safri Sibagariang meminta dibantu oleh pengacara. Dan mengajukan gugatan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Siak, atas status isterinya Mewa Riska Boru Manullang yang dijadikan tersangka atas dugaan penadah.
“Keputusan Praperadilan itu, nanti pada hari Senin tanggal 27 Juli 2020 di Pengadilan,” ujar Safri.
Safri mengungkapkan, pada kasus persidangan terdakwa pelaku penjual tembaga bernama Albert alias Robert waktu itu, isterinya Mewa Riska Boru Manullang adalah sebagai saksi. Namun pada waktu itu, Jaksa juga meminta uang agar tidak merepoti proses persidangan.
“Saya berikan Rp 1 juta waktu itu ke Jaksa. Ya udahlah, daripada dipersulit dan makin aneh-aneh, saya kasih Rp 1 juta ke Jaksa,” ungkapnya.
Keanehan lain, lanjutnya, setelah Mewa Riska Boru Manullang menjalani penahanan selama 20 hari, polisi menelepon dirinya, untuk bertemu sebentar dan menandatangani bukti pengiriman surat.
“Ya karena cepat dan terkesan buru-buru, kami jumpa di jalan, saya disuruh menandatangani bukti penerimaan surat,” ujarnya.
Setelah tiba di rumah, Safri Sibagariang dan anak-anaknya membuka surat itu dan membacanya bersama-sama.
“Ternyata, itu Surat Perpanjangan Penahanan Isteri saya. Saya baca surat tersebut. Di Surat itu ada tandatangan isteri saya,” ujarnya.
Keesokan harinya, Safri berupaya menghubungi isterinya lewat penjaga tahanan. Safri mengisi paket pulsa Si Penjaga agar bisa video call, dan memperlihatkan Surat Perpanjangan Penahanan yang diterimanya.
“Besoknya, saya langsung berupaya menghubungi isteri saya ke dalam sel tahanan untuk menanyakan apakah benar isteri saya menandatangani Surat Perpanjangan Penahanan? Aku terkejut, sebab menurut isteriku, dia tidak pernah diminta untuk menandatangani surat. Dan tidak pernah diberikan surat apapun. Sejak isteriku ditahan di Polres Siak, sampai sekarang, istriku tidak pernah ditanya Polisi tentang apa masalahnya sehingga dia ditahan. Isteriku sudah 43 hari di dalam sel tahanan Polisi,” ungkapnya.
Safri Sibagariang mengatakan, dirinya juga sudah mengupayakan langkah hukum dengan mengajukan Praperadilan atas penahanan yang dilakukan Polisi kepada isterinya. Permohonan Praperadilan itu sudah diterima oleh Pengadilan Negeri Siak.(JR)