Tanah Adat yang merupakan milik Masyarakat Adat di daerah kini sedang marak dirampas dan dipaksa hendak dikuasai para pemodal dan kelompok-kelompok yang mengatasnamakan diri sebagai perpajangan tangan pemerintah pusat.
Pemerintahan Jokowi diprotes keras oleh Masyarakat Adat atas tindakan semena-mena yang dilakukan aparatur dan pihak-pihak perampas lahan.
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Abdon Nababan mengingatkan, pemerintah harus berdiri tegas untuk melindungi hak ulayat masyarakat adat, dan harus menindak tegas pihak-pihak yang dengan segala cara berupaya untuk merampas dan menguasai tanah masyarakat.
“Kian marak perampasan tanah milik Masyarakat Adat di berbagai daerah. Perlawanan demi perlawanan terus terjadi, dan Masayrakat Adat selalu menjadi korban kebuasan perampas tanah Adat, seperti para pemodal dan perusahaan-perusahaan yang dengan sengaja memanfaatkan dan berlindung di balik kekuasaan untuk menguasai hak rakyat. Pemerintah harus tegas, ini protes yang harus diingatkan dengan tegas, agar pemerintah tidak menutup mata terhadap kondisi Masyarakat Adat yang hak-hak tanahnya dirampas dengan semena-mena,” tutur Abdon Nababan, Rabu (07/12/21016).
Menurut Abdon, pemerintah selama ini belum berpihak kepada Masyarakat Adat. Meski segudang protes telah dilakukan agar pemerintah tidak malah mendukung para pemodal saja, namun protes masyarakat adat sering dianggap hanya angin lalu. Bukan hanya perampasan yang dilakukan, tetapi diskriminasi dan kriminalisasi terus dilakukan aparat pemerintahan untuk memuluskan niat jahat para pemodal merampas hak rakyat.
Karena itu, jika pemerintah tidak berpihak kepada warga dan masyarakat Adat itu sendiri, maka pertumpahan darah demi pertumbapahan darah akan kian marak jugta terjadi, tatkala Masyarakat Adat harus mempertahankan haknya dan tanahnya yang dirampas oleh para cukong dan para pemodal.
Abdon meminta pemerintah tidak menunjukkan arogansinya yang cenderung berpihak kepada pemilik modal, soalnya, dalam berbagai kasus, aparatur pemerintahan dan aparatur hukum malah cenderung berpihak mendukung para perampas tanah rakyat yakni berpihak kepada para pemilik modal.
“Kita tidak bisa berdiam diri, dan pemerintah tidak boleh hanya menutup mata dan atau malah menunjukkan keberpihakannya kepada perusahaan-perusahaan yang secara membabibuta dan sadistis merampas dan hendak menguasai Hak Masyarakat Adat,” pungkasnya.
Sementara itu, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak mengadukan konflik yang dihadapi mereka kepada sejumlah pejabat dan petinggi, agar mendapat perhatian serius dari para pengambil kebijakan untuk berpihak kepada Masyarakat Adat.
Ketua AMAN Tano Batak Roganda Simanjuntak menyampaikan, AMAN Tano Batak pada Rabu 7 Desember 2016, bersama dua komunitas adat yaitu Komunitas Adat Huta Tukko Ni Solu, mKecamatan Habinsaran dan Komunitas Adat Horja Gurgur, Kecamatan Tampahan, Kabupaten Tobasa menyampaikan persoalan yang mereka hadapi ke Komisi A DPRD Provinsi Sumatera Utara.
“Adapun konflik yang dihadapi di komunitas Huta Tukko Ni Solu yakni terjadi perampasan dan perusakan wilayah adat oleh PT Toba Pulb Lestari (PT TPL) atau yang sebelumnya bernama PT Inti Indorayon Utama (PT IIU). Saat ini ketua komunitas yangg juga Raja Huta, sedang berjuang mempertahankan tanahnya. Sedangkan di Horja Gurgur, terjadinya perampasan tanah adat dengan dalih kebun percobaan oleh Badan Penelitian Dan Tehnik Pertanian (BPTP) seluas 55 hektar,” ungkap Roganda Simanjuntak.
Dia meminta bantuan dan pertolongan serta solidaritas seluruh kalangan masyarakat untuk menghadapi sejumlah ketidakadilan yang dilakukan para pemodal dan para perampas hak rakyat itu.
“Masyarakat adat yang kini sedang dikriminalisasi dengan tuduhan merambah hutan dan pembakaran hutan yang dilaporkan ke Polres Tobasa oleh PT TPL membutuhkan dukungan rekan-rekan sekalian,” pungkasnya.(JR)