Penolakan terhadap Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja terus berlanjut. Para mahasiswa menyatakan tetap akan menggelar aksi unjuk rasa atau gerakan parlemen jalanan. Sedangkan Serikat Buruh, lebih fokus mempersiapkan diri mengajukan judicial review.
Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) misalnya, mempersiapkan untuk menggelar unjuk rasa ke Istana Merdeka, Jakarta Pusat pada Jumat, 16 Oktober 2020.
Tuntutan mahasiswa yakni mencabut Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR.
“Serta mendesak Presiden keluarkan Perppu,” ujar Koordinator Media Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), Andi Khiyarullah.
Dalam unjuk rasa besok, Andi memperkirakan massa yang akan mendatangi Istana akan jauh lebih banyak dibandingkan aksi sebelumnya.
“Estimasinya 6 ribu orang lebih, lebih banyak dari yang sebelumnya,” ujar Andi.
Sementara, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) memilih untuk fokus mengajukan judicial review.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban mengatakan, buruh yang sebelumnya telah mengagendakan unjuk rasa pada 12-16 Oktober 2020 di 25 Provinsi, tidak jadi dilaksanakan.
Adapun alasan dibatalkannya unjuk rasa, karena takut disusupi elemen lain.
“Iya, kami takut bergabungnya elemen yang lain. Sehingga unjuk rasa menjadi tidak murni memperjuangkan kelas buruh,” ungkapnya kepada Sinarkeadilan.com, Kamis (16/10/2020).
Saat ditanya, siapa yang menyusupi gerakan buruh dalam memperjuangkan penolakan Omnibus Law UU Ciptaker, Elly beberkan Organisasi Masyarakat tertentu.
“Ormas tertentu, dilihat beberapa kali aksi setiap bergabung dengan non-buruh pasti ada pembakaran dan perusakan,” jelas Elly.
Selanjutnya, Elly mengatakan, pihaknya sedang mempersiapkan Judicial Review Omnibus Law UU Ciptaker ke Mahkamah Konstitusi (MK).(JTM)