Modus pengucuran kredit bodong yang terjadi di Bank BRI Cabang Tanah Abang terkuak. Oknum Bank BRI Cabang Tanah Abang bekerja sama dengan Calo dan PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK) untuk menjebak sejumlah anak remaja dengan iming-iming akan diperkerjakan di PT JAK.
Hal itu diungkapkan sejumlah anak remaja yang menjadi korban dari Praktik Mafia Pemberian Kredit Bank BRI Tanah Abang bersama PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK), kepada Sinarkeadilan.com, Minggu (20/09/2020).
Ade Junaedi, salah seorang korban, mengungkapkan, dirinya awalnya hanya tertarik untuk mengajukan lamaran kerja ke PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK) yang beralamat di Jalan Mangga Besar Raya, Komplek Lokasari Blok D Nomor 15, Jakarta Barat.
Sebab, lanjut Ade Junaedi, dirinya memperoleh informasi dari mulut ke mulut bahwa PT JAK sedang membuka lowongan kerja, full time dan part time.
Sekitar Bulan Juli tahun 2018, saya berniat melamar pekerjaan ke PT Jasmina Asri Kreasi. Untuk melamar pekerjaan itu, dibutuhkan dokumen dan identitas sebagai pelamar,” ungkap Ade Junaedi.
Informasi mengenai adanya lowongan kerja di PT Jasmina Asri Kreasi didapat Ade dari Kakaknya bernama Cucu. Cucu juga memperoleh informasi adanya lowongan kerja itu dari teman-temannya. Informasi itu disampaikan ke Ade Junaedi, siapa tahu Ade berniat dan mau bekerja paruh waktu sembari menamatkan sekolahnya di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Pada tanggal 20 Juli 2018, Ade Junaedi membuat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sebagai salah satu persyaratan untuk melamar kerja di PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK) itu.
Dengan berniat baik, Ade Junaedi juga mengajak temannya Fahmi Maysandy yang juga sedang mencari pekerjaan.
“Selesai mengurus NPWP, saya ajak Fahmi untuk melamar juga ke PT Jasmina. Fahmi mau dan kami sepakat akan menaruh lamaran. Pada esoknya, yakni tanggal 21 Juli 2018 Fahmi juga mengurus NPWP agar bisa melamar ke PT Jasmina,” jelas Ade Junaedi.
Ade yang mendapat informasi dari kakaknya bernama Cucu itu, belakangan sama-sama menyadari bahwa dirinya dan kakaknya Cucu beserta suami, adalah juga korban jebakan serta dugaan penipuan dari praktik pemberian kredit Bank BRI Cabang Tanah Abang dan PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK) itu.
“Awalnya saya tahu dari kakak saya. Sedang kakak saya tahu dari temannya. Dan temannya itu juga meminta kakak saya dan saya membawa kawan-kawan lainnya yang mau bekerja di PT JAK. Kakak saya korban juga,” jelas Ade.
Ade mengaku, saat itu dirinya masih duduk di Kelas I SMK. Fahmi, juga masih duduk sebagai murid Kelas 2 SMK.
Usai melengkapi dokumen, yang terdiri dari Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan Surat Lamaran, Ade dan Fahmi mengantar lamaran ke PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK) yang berlokasi di Jalan Mangga Besar Raya, Komplek Lokasari Blok D Nomor 15, Jakarta Barat.
Ade dan Fahmi beserta satu orang temannya yang juga hendak melamar kerja, Rasyta Rachmad, berangkat ke kantor PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK).
Sewaktu mengantar lamaran, Ade menuturkan, di kantor PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK) ada beberapa orang karyawan sedang duduk di depan komputer. Ada sebuah meja besar. Sedangkan di lantai bawah, terdapat pembuatan kue.
“Berantakan gitu. Karena di sebelahnya itu ada toko kue. Nah kami waktu melamar itu tahunya itu toko kue. Ditawarin kerja partime. Karena namanya itu, Jasmina Cake,” ujar Ade.
Tiga hari berikutnya, ketiganya mendapat panggilan untuk datang ke PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK). Setibanya di kantor PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK), Ade, Fahmi dan Rasyta mengantri. Sebab, masih ada sekitar 6 pelamar yang juga sedang menunggu.
Ade, Fahmi dan Rasyta bersama pelamar lainnya itu disuruh masuk ke dalam mobil yang sudah dipersiapkan di sekitar kantor PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK). Seseorang bernama Rian, yang mengaku sebagai penanggungjawab, sekaligus menjadi supir yang membawa mereka ke Bank BRI Cabang Tanah Abang.
Menurut Ade, Rian yang mengarahkan mereka dan menjelaskan apa saja yang akan dilakukan setibanya di kantor Bank BRI Cabang Tanah Abang nantinya. Dalam perjalanan dari kantor PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK) menuju Bank BRI Tanah Abang, Rian menjelaskan beberapa dokumen yang nantinya wajib ditandatangani oleh para calon pelamar kerja.
“Dengan disuruh naik mobil itu, kami menuju Kantor Cabang BRI Tanah Abang. Pak Rian yang menyetir. Fahmi duduk di sebelah supir. Saya duduk di belakang Fahmi. Selama di dalam mobil itu, kami sama-sama diarahkan akan melakukan apa nantinya di Bank BRI Cabang Tanah Abang,” tutur Ade Junaedi.
Rian yang membawa mereka ke Bank BRI Cabang Tanah Abang itu terus menjelaskan apa saja yang akan ditandatangani nantinya.
“Entar, kalau di BRI itu, bilangnya Iya aja ya. Terus kalau disuruh tandatangan, ya tandatangani saja. Terus, kami sempat nanya, kenapa enggak kita baca dulu? Menurut Pak Rian, udah biar cepat, soalnya kan kalau baca-baca dulu nanti akan lama. Udah tanda tangan aja yang penting, katanya begitu,” bebernya.
Setibanya di Kantor Cabang Bank BRI Tanah Abang, para pelamar dilayani petugas BRI. Di sini, menurut Ade, mereka hanya disuruh meneken berkas-berkas dan dokumen. Tanpa diminta membaca, dan tanpa dijelaskan apa saja dokumen yang diteken. Judul atau kop surat yang diteken pun tidak diperlihatkan.
“Di BRI, kita juga begitu. Enggak diperbolehkan baca. Jadi, posisi kertasnya disodorin ke kita. Habis itu, kertasnya ditutupi, disuruh tandatangan, langsung dibalik ke halaman selanjutnya. Jadi, enggak sempat baca sama sekali,” jelas Ade.
Selesai dari Bank BRI Cabang Tanah Abang, rombongan kembali ke kantor PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK). Setibanya kembali di PT JAK, Ade dan kawan-kawannya masih sempat disuruh menunggu di dalam mobil.
Setelah menunggu di dalam mobil, beberapa lama kemudian, mereka disuruh turun dan naik ke lantai 2 PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK).
Rian sendiri yang membawa mereka ke lantai 2. Sebab naik ke lantai 2 harus melalui pintu yang diakses dengan sidik jari orang-orang PT JAK.
“Jadi pintunya itu harus pakai sidik jari. Jadi kita enggak bisa keluar tanpa dia, karena harus pakai sidik jari,” ujarnya.
Di lantai 2 kantor PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK) itu, Ade Junaedi dkk masih disuruh menunggu. Sekitar 30 menit berikutnya, salah seorang staf PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK) datang dengan membawa uang di tangannya.
“Uangnya itu udah disiapkan untuk satu-satu orang. Entah buat apa, saya juga kurang tahu. Tiba-tiba satu per satu kami dipanggil. Uang dikasih ke setiap orang. Orang yang membagi uang itu bernama Kak Cibo,” ujar Ade.
Selama proses itu, Ade dkk sama sekali tidak diberitahu dan tidak mengetahui jabatan atau posisi masing-masing orang di kantor tersebut. Hanya berupa nama panggilan saja. Para pekerja di kantor itu tampak mengenakan kemeja, layaknya orang kantoran.
Setelah menerima uang, Ade menghitung, jumlahnya Rp 1,5 juta. “Karena saya bingung uang itu untuk apa, terus saya nanya ke yang kasih uang. Kak ini uang apa? Terus katanya buat uang transportasi. Jadi uangnya dikasi tanpa penjelasan yang jelas,” ujarnya.
Setelah menerima uang itu, Ade, Fahmi, Rasyta dkk pulang. Di lantai bawah, di luar kantor, sudah ada beberapa orang menunggu. Calo. “Terus, yang menunggu itu bilang, mana uang jalannya? Diminta sih, awalnya Rp 500 ribu,” ujar Ade.
Setibanya di rumah, Ade juga kembali diminta uang Rp 500 ribu oleh kakaknya. Sebab, menurut kakaknya Cucu, temannya yang memberikan informasi itu bernama Riska, juga meminta uang jasa.
“Udah kelar belom. Uangnya mana, uangnya mana. Tiap hari Riska teleponin kakak saya. Terus Kaka saya bilang, Dek sini deh. Itu kan teman Kaka yang masukin. Dia minta uang jasa. Dan pada akhirnya saya megang uang dari yang Rp 1,5 juta tadi, sisa cuma Rp 400 ribu,” tutur Ade.
Pihak PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK) yang menginformasikan kepada Ade dkk agar menunggu informasi selanjutnya.
“Kita enggak curiga, nah kita kembali seperti biasa. Yang kerja ya kerja, yang sekolah ya sekolah. Saya masih sekolah pada saat itu, masih pelajar kelas 1 SMK,” lanjutnya.
Hari-hari berlalu begitu saja. Tanpa ada informasi atau kelanjutan mengenai lamaran yang mereka ajukan ke PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK).
Dua tahun kemudian, lanjut Ade, ada orang BRI datang ke rumah mereka mengantar Surat. Surat dari BRI pada tanggal 8 April 2020. Tadinya, Ade mengira itu Surat tagihan pembayaran listrik dari PLN, ternyata dari BRI. Surat itu ternyata Surat Peringatan (SP) II untuk pembayaran hutang.
“Tadinya mau saya kasih langsung ke Mamah saya. Tapi pas saya baca dari BRI, saya buka dan baca dulu. Setelah saya baca, isinya Surat Peringatan pembayaran utang sejumlah kurang lebih Rp 32. 808, 132.00. itu sisanya masih banyak. Yang ngantar surat itu kayaknya dari Kantor Pos,” jelasnya.
Ade mengaku belum pernah menerima Surat Peringatan (SP) I dari Bank BRI. Selanjutnya, berselang satu minggu, pada tanggal 15 April 2020, Ade kembali menerima Surat Peringatan (SP) III dari Bank BRI.
“SP I tidak pernah saya terima. SP III itu tanggal 15 April. Datangnya surat dari BRI ini enggak ada penjelasan mengenai utang seperti apa,” ungkapnya.
Terkait Surat Peringatan dari BRI itu, kakaknya Cucu juga menanyakan hal yang sama. Cucu mengatakan kepada Ade, apabila ada Surat dari BRI supaya diserahkan ke Cucu. Namun, dikarenakan Ade sudah menerima Surat itu, dia menyimpannya dulu sendiri.
Ade curiga dikarenakan, hampir setiap hari dirinya ditanyai mengenai Surat dari BRI itu. Akhirnya, menurut Ade, Cucu mengatakan bahwa surat itu akan diserahkan kembali ke PT Jasmin Asri Kreasi (PT JAK).
Sebab, dengan mengembalikan Surat itu kembali ke PT Jasmin Asri Kreasi (PT JAK), lanjut Ade, menurut teman kakaknya yang bernama Riska, bisa memperoleh uang Rp 200 ribu.
Ade mengaku surat dari BRI itu sudah disimpannya. Ade dan Cucu sepakat untuk pergi mengembalikan surat itu ke PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK).
“Jadi surat SP dari BRI di kasih ke PT Jasmina buat ditukar sama uang 200 ribu. Harus surat asli, enggak boleh fotocopi. Di kasih ke Jasmina di tukar 200 ribu. Nah dari situ saya curiga dan nggak mau ngasih, trus saya simpan. Karna saya curiga, apasih yang mau di kasih ke PT Jasmina.? Trus saya bilang ke Kaka saya, Kaka kan sudah dapat suratnya, saya ikut dong ke Jasmina. Terus kaka saya mau. Akhirnya kami ke PT Jasmina,” jelas Ade.
Karena Ade sudah mengetahui alamat kantor PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK), dia pun duluan berangkat ke sana. Setibanya di lokasi, rupanya sudah banyak orang berkumpul mempertanyakan datangnya Surat Peringatan dari BRI ke mereka.
“Pas sampai di sana, sudah banyak orang yang disana. Di situ mungkin, kalau saya hitung dari jumlah absen, itu ada 81 orang yang ada di kantor PT Jasmina yang dari pagi sampai sore,” jelasnya.
Ade juga bertanya-tanya kepada orang-orang lain yang datang hari itu. Mereka protes karena malah mendapat surat peringatan dari BRI.
Ade teringat kepada Fahmi, temannya. Dia menelepon Fahmi juga untuk datang ke kantor PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK).
“Mi, kesini Mi. Udah rame di PT Jasmina. Si Fahmi dating,” ujarnya lagi.
Nah orang-orang yang udah masuk itu ke lantai 2 Kantor PT JAK itu enggak bisa keluar. Semua yang ada di dalam ruangan itu harus mendengarkan penjelasan dari PT Jasmina-nya. “Nah pada saat di sana, ada yang ngaku sebagai orang BRI. Tapi kami enggak kenal siapa dia. Namanya juga enggak disebutin,” tuturnya.
Melihat protes yang terjadi di dalam ruangan, Ade takut terjebak. Dia mau minta keluar ruangan. Namun, Satpam tidak mengijinkan. Sebab, Satpam juga tampak ketakutan apabila ada orang yang keluar dari ruangan dengan membawa Surat Peringatan dari BRI tersebut. “Saya tetap disuruh masuk dan di dalam ruangan,” ucapnya.
Ade mengatakan, selain Rian, ada pria bernama Hans yang juga staf PT Jasmin Asri Kreasi (PT JAK) di tempat itu.
Seraya mengatakan bahwa pihak PT JAK tidak akan melarikan diri, Hans membuat grup whatsaap. Semua yang melamar dan mendaftar ke PT JAK dimasukkan ke dalam grup.
Menurutnya, pihak PT JAK mengancam akan menagih utang sebesar Rp 150 juta, atas nama dirinya, jika tidak mengembalikan Surat Peringatan dari Bank BRI itu ke PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK).
“Di Grup WA itu ada nembus sekitar 200-an orang. Tapi sebagian udah pada keluar. Di grub itu ada Pak Hans dan Pak Cibo dari PT Jasmina Asri Kreasi,” ujar Ade.

Maysandy, Teguh Prsetyo, dan Rasyta Rachmad, mereka anak-anak remaja yang menjadi korban jebakan praktik mafia perkreditan Bank BRI Cabang Tanah Abang dengan PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK).(Ist)
Hal yang serupa dialami Teguh Prasetyo. Teguh Prasetyo juga korban dari penipuan dan jebakan praktik pemberian kredit bodong BRI dan PT Jasmina Asri Kreasi.
Teguh menjelaskan, pada tahun 2018 itu, dirinya baru lulus SMK. Jadi, sedang giat-giatnya mencari pekerjaan dan lowongan kerja. Teguh juga bersahabat dengan Rasyta. Mereka sama-sama korban. Bersama Ade, Fahmi, dan Rasyta, Teguh mengajukan lamaran kerja ke PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK).
“Saya disuruh ke PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK) oleh Riska. Tapi buat NPWP dulu. Saya kan enggak punya NPWP. Terus disuruh juga sama Si Riska. Nah abis itu saya urus NPWP, cepat cuman se-jam doang. Terus tiga hari kemudian dipanggil sama Si Riska ke PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK),” tutur Teguh.
Menurut Teguh, Riska adalah calo. Dirinya juga bawaan Riska. Selain Teguh, ada beberapa orang lainnya yang dibawa Riska ke PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK) itu.
Teguh dan orang-orang bawaan Calo Riska juga dibawa ke Bank BRI Cabang Tanah Abang, hanya menandatangani berkas-berkas, tanpa ada penjelasan. Dan tidak bisa dibaca, sebab ditutupi penjelasan di berkas-berkas dan dokumen itu.
Menurut Teguh, Rian yang merupakan karyawan PT JAK, bersama Riska membawa mereka ke Bank BRI Cabang Tanah Abang.
Hampir sama dengan yang dialami Ade dan kawan-kawan, Riska hanya memberikan pengarahan bahwa di Bank BRI Cabang Tanah Abang mereka hanya sebentar untuk menandatangani sejumlah dokumen. Tak perlu bertanya dan tak usah dibaca dokumen-dokumennya.
“Di Bank BRI Cabang Tanah Abang, cuma disuruh tanda tangan doang. Enggak dikasih ngebaca berkas yang mau ditandatangani,” ujar Teguh.
Nah, setelah menunggu sekitar 2 tahun, pada sekitar Maret 2020 lalu, Teguh malah mendapat Surat Peringatan (SP) dari Bank BRI Cabang Tanah Abang. “Tapi di suratnya tertulis tanggal 14 April 2020. Saya sudah terima pad akhir Maret,” ujar Teguh.
Padahal, pihak PT JAK yang bernama Hans, lanjut Teguh, menyatakan akan pasang badan jika sewaktu-waktu ada Surat Peringatan dari Bank BRI.
Setelah mendapat Surat Peringatan itu, Teguh menghubungi orang-orang PT JAK untuk mengkonfirmasi. “Telpon-telpon ke Jasmina-nya kaga pernah direspon. Yang kita telpon itu, Pak Rian, Pak Hans ,terus ada lagi namanya Kak Cibo,” ungkap Teguh.
Hal yang sama dialami Rasyta Rachmad. Dia diajak oleh seseorang bernama Riska. “Riska itu teman sekolah saya di SD. Dia ngontak saya nawarin kerja,” jelas Rasyta.
Fahmi Maysandy, masih duduk di kelas 2 SMK sewaktu ditawarin melamar ke PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK) itu.
Pernah suatu ketika, lanjut Fahmi, pihak PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK) keceplosan kepadanya. Bahwa PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK) hanya butuh data-data mereka saja untuk pengajuan dana membangun kantor cabang lainnya.
“Kami itu pinjam data-data kalian untuk ngajuin dana buat pembangunan kantor cabang yang selanjutnya. Itu dibilangnya di kantor PT Jasmina waktu kami datang ramai-ramai ngantar surat somasi dari BRI. Kalau enggak salah namanya Pak Cibo,” ujar Fahmi.
Fahmi juga mendapat tiga Surat Peringatan dari Bank BRI Cabang Tanah Abang. Dan pihak PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK) tak bisa dihubunginya.
“Sempat juga dijanjikan, kalau surat SP sudah di kasih ke PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK), nanti nggak bakalan ada surat SP lagi,” ujarnya.
Pada Kamis, 27 Agustus 2020 jam 10 pagi, dua orang anak remaja yang diduga dijebak PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK) bersama Bank BRI Cabang Tanah Abang dipanggil dan dimintai keterangan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus). Mereka dimintai keterangan terkait adanya dugaan korupsi berupa praktik pemberian kredit fiktif oleh Bank BRI Cabang Tanah Abang bersama PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK).
Dugaan ini mengemuka ketika puluhan remaja mendatangi lembaga Gerai Hukum yang dikelola oleh Arthur Noija. Para remaja itu mengadukan nasibnya dan meminta advokasi dari pihak Gerai Hukum. Mereka mengatakan telah terjebak kredit fiktif melalui dugaan manipulasi data yang dilakukan oleh perusahaan telekomunikasi, PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK).
Fauzan dan saudara kembarnya Fauzi, dimintai keterangan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dikarenakan korban manipulasi data sebagai karyawan fiktif dari PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK) di wilayah Mangga Besar, Tamansari, Jakarta Barat.
Fauzan terjerat sisa hutang KTA BRI senilai Rp 105 jutaan dari pinjaman yang diajukan PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK) tahun 2018. Serta Fauzi terjerat sisa hutang Rp 500 jutaan dari pinjaman yang diajukan PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK).
PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK) memanipulasi data Fauzan dan Fauzi sebagai karyawan dengan jabatan Manager dengan surat keterangan kerja yang dikeluarkan tahun 2016.
“Tahun 2016, Fauzan dan Fauzi masih duduk dibangku sekolah kelas 2 SMA. Pertanyaannya, kenapa Bank BRI tidak melakukan analisa data tersebut? Kita tanyakan ke pihak BRI, beralasan hal itu sudah bagian dari SOP, ini tidak masuk akal,” jelas Arthur.
LBH Gerai Hukum berharap Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat berlaku profesional dan menjunjung tinggi nilai keadilan terhadap korban kredit fiktif yang dilakukan PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK) dan Bank BRI Cabang Tanah Abang.
“Kejaksaan sudah menetapkan kasus ini sebagai tindak pidana korupsi. Jadi kami dari Gerai Hukum, meminta Jaksa Agung berkompeten untuk mengawal kasus ini dan mengawal kami sebagai pencari keadilan di negeri Indonesia ini,” ujarnya.

Maysandy, Teguh Prsetyo, dan Rasyta Rachmad, mereka anak-anak remaja yang menjadi korban jebakan praktik mafia perkreditan Bank BRI Cabang Tanah Abang dengan PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK).(Ist)
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kasipidsus Kejari Jakpus) Muhammad Yusuf Putra membenarkan adanya laporan dugaan mafia pemberian kredit fiktif Bank BRI Cabang Tanah Abang bersama PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK) yang masuk ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Dan kini, pihak Kejari Jakpus sudah memroses, dengan pertama-tama melakukan pemanggilan terhadap saksi untuk dimintai keterangannya berkenaan dengan praktik mafia pemberian kredit fiktif itu.
“Tim Penyelidik Kejari Jakpus masih melakukan permintaan keterangan dan pengumpulan bukti data dan dokumen untuk menemukan ada atau tidaknya peristiwa Tipikor,” ujar Yusuf.
Sedangkan mengenai dugaan kerugian yang ditimbulkan dari praktik mafia pemberian kredit fiktif ini, Muhammad Yusuf Putra menyampaikan, pihaknya belum melakukan penghitungan total.
“Tetapi temuan awal, ada dugaan kerugian negara Rp 100 miliar ke bawah,” ujarnya.
Dia berjanji, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat akan mengusut tuntas kasus yang ditanganinya itu.
Sedangkan, Corporate Secretary Bank BRI, Aestika Oryza Gunarto mengatakan, Bank BRI telah menyerahkan kasus tersebut kepada pihak yang berwenang untuk diselesaikan secara hukum.
“Bank BRI menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada pihak Kejari Jakarta Pusat yang telah bertindak cepat menangani kasus ini,” tutur Aestika Oryza Gunarto, ketika dikonfirmasi wartawan.
Aestika Oryza Gunarto juga menyebut, Bank BRI senantiasa menjalankan kegiatan operasional perbankan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian (prudential banking) dan Good Corporate Governance.
Terkait tindakan yang dilakukan kepada Pimpinan Cabang Bank BRI Tanah Abang dan sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam praktik mafia Pemberian Kredit fiktif itu, Aestika Oryza Gunarto tidak bersedia merespon.
Yang pasti, kata Aestika Oryza Gunarto, Bank BRI memastikan telah melaksanakan perjanjian kredit sebagaimana yang telah dimanatkan oleh Undang-Undang yang berlaku mengenai perikatan kredit. Salah satunya dengan melakukan perikatan dalam bentuk Akta Pengakuan Hutang dari penerima fasilitas kredit yang berisi pengakuan hutang sepihak yang difasilitasi oleh PT Jasmina Asri Kreasi (JAK).
“Pengawasan pemberian kredit juga dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian dan dilakukan secara berjenjang dari pemrakarsa sampai ke pemutus kredit. Sekali lagi, secara umum, Bank BRI telah menerapkan prinsip kehati-hatian dalam berbagai aktvitas perbankan dan berkomitmen untuk senantiasa menjunjung tinggi implementasi good corporate governance dengan mengedepankan prinsip prudential banking,” tutup Aestika Oryza Gunarto.(JR/Nando)