JAKARTA – Seorang Pencari Kadilan, Zaenal Tayeb, korban dugaan mafia hukum di kepolisian dan kejaksaan wilayah Bali, menyampaikan permintaan perlindungan hukum kepada Kapolri dan Jaksa Agung menyusul ditetapkan dirinya sebagai tersangka.
Pasalnya, penetapan tersangka kepadanya berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: S-Tap/32/IV/RES.1.11/2021/Satreskrim, terkait Laporan Polisi Nomor: LP-B/43/II/2020/Bali/Res Badung tanggal 5 Februari 2020, atas nama Pelapor Hendar Giacomo Boy Syam, dengan persangkaan palsu, melakukan dugaan tindak pidana menyuruh memberikan keterangan yang tidak benar dalam Akta Authentik sebagaimana yang dimaksud pasal 266 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Demikian disampaikan Mila Tayeb Sedana, kuasa hukum Zaenal Tayeb kepada wartawan di Jakarta, Kamis (15/04/2021) usai menyampaikan surat permohonan perlindungan hukum ke Kapolri.
Menurut Mila Tayeb Sedana, penetapan tersangka terhadap kliennya merupakan maladministrasi dalam penyidikan dan atau Misccariage of Justice and Law Enforcement (the conviction of a person for a crime they did not commit, or wrongful conviction, referring a conviction reached in an unfair process), yang bila tidak dicegah dapat menjadi embrio Peradilan Sesat, dan menciptakan keputusan hakim yang tidak adil dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) sipil dan politik.
“Secara universal penyidikan yang dilakukan Tim Penyidik Tim Penyidik Satreskrim Polres Badung dapat dikualifikasikan sebagai rangkaian penegakan hukum yang dapat digunakan untuk menuntut seseorang atas perbuatan yang tidak dilakukannya melalui proses yang tidak adil (conviction of a person for a crime he did non commit or wrongful conviction, referring to a conviction reached in an unfair process). Tidak mencerminkan Polri yang Presisi,” ujarnya.
Menurutnya, penyidik Polres Badung, Bali dan jaksa setempat menelan mentah-mentah dalil palsu yang dibangun pelapor Hendar Giacomo Boy Syam tanpa mempertimbangkan serangkaian alat bukti lain yang saling berkesesuaian yang disodorkan pihak Zaenal Tayeb.
Faktanya, tidak ada keterangan yang tidak benar yang diberikan Zaenal Tayeb dalam membuat akte perjanjian kerjasama. Luas tanah yang didalilkan secara palsu berkurang, nyatanya tidak benar, luas tetap 13.700 M2. Dugaan penyalahgunaan wewenang ini dilaporkan pula ke Kepala Biro Paminal Propam Mabes Polri.
Menurutnya, justeru sejatinya pelapor Hendar Giacomo Boy Syam yang telah merugikan kliennya kurang lebih sebesar Rp. 9 miliar, akibat terjadinya dugaan penggelapan dan hal ini telah dilaporkan ke Polda Bali, sesuai Laporan Polisi No: LP/391/X/2020/BALI/SPKT tertanggal 20 Oktober 2020.
Berawal 2013
Kasusnya bermula sekira Tahun 2013 Pelapor, Hendar Giacomo Boy Syam datang menemui Zaenal Tayeb di rumahnya untuk membicarakan rencana kerja sama mengelola tanah kleinnya, seluas 17.302 m2, yang terletak di Desa Cemagi, Kec. Mengwi, Kab. Badung, Prov. Balo, yang terdiri dari: (1) SHM No. 339/Ds. Cemagi atas nama Zaenal Tayeb, seluas 2.070 M2, (2) SHM No. 849/Ds. Cemagi atas nama Zeanal Tayeb, seluas 1.855 M2, (3) SHM No. 243/Ds. Cemagi atas nama Zaenal Tayeb, seluas 278 M2, (4) SHM No. 1269/Ds. Cemagi atas nama Zaenal Tayeb, seluas 1.050 M2, (5) SHM No.244/Ds. Cemagi atas nama Zaenal Tayeb, seluas 1.279 M2, (6) SHM No. 1521/Ds. Cemagi atas nama Zaenal Tayeb, seluas 2.950 M2, (7) SHM No. 429/Ds. Cemagi atas nama Zaenal Tayeb, seluas 1.830 M2, (8) SHM No. 1270/Ds. Cemanggi atas nama Zaenal Tayeb, seluas 2.200 M2, dan (9) SHM No.583/Ds. Cemanggi atas nama Zaenal Tayeb, seluas 3.500 M2.
Dari hasil pembicaraan telah disepakati, antara lain dari luas tanah 17.302 M2, yang dikerjasamakan hanya seluas 13.700 M2, dengan catatan luas tanah yang tidak dijual adalah 1.700 M2 (seribu tujuh ratus meter persegi), yang terbagi menjadi 2 (dua) blok, yakni Blok Beach Club seluas 900 M2 (sembilan ratus meter persegi) dan Blok A seluas 800 M2 (delapan ratus meter persegi), dan satu tanah lagi seluas 1.700 M2 (seribu tujuh ratus meter persegi) sehingga total tanah yang tidak dijual kurang lebih seluas 3.400 M2( tiga ribu empat ratus meter persegi) yang kemudian kesepakatan tersebut dituangkan ke dalam Akte No. 33 Pembangunan dan Penjualan Properti Ombak Luxury Residence, yang diterbitkan oleh Notaris BF. Harry Prastawa di Badung – Bali, tertanggal 27 September 2017.
Dalam pembuatan Akte No. 33 tersebut, Yuri Pranatomo berkedudukan selaku pihak yang disepakati para pihak untuk membuat draft perjanjian, yang kemudian dijalankan sesuai dengan petunjuk bersama Zaenal Tayeb dan Pelapor, Hendar Giacomo Boy Syam. Dalam pembuatan draft perjanjian Yuri Pranatomo mengadopsi contoh yang pernah ada di PT. Mirah Bali Kontruksi, setelah selesai diserahan ke Notaris BF. Harry Prastawa untuk dicocokan oleh Notaris terkait dengan detail-detail di dalam perjanjian tersebut;
Setelah dokumen perjanjian tersebut sudah dianggap selesai dan lengkap selanjutnya Notaris BF. Harry Prastawa membawa Perjanjian tersebut untuk dibacakan dihadapan Zaenal Tayeb dan Pelapor, Hendar Giacomo Boy Syam yang dimana para pihak sudah mengetahui isi Perjanjian tersebut.
“Perjanjian dibuat notaris dengan mengacu kepada Pasal 15 UUJN bahwa “Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, —–dst”. jo Pasal 38 ayat 3 c UUJN bahwa “isi Akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan” tukas Mila lagi.
Mengenai harga per 1 (satu) meter tanah seluas 13.700 M2 ditetapkan sebesar Rp.4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah), sehingga nilai tanah total keseluruhan adalah Rp.61.650.000.000,- (enam puluh satu miliar, enam ratus lima puluh juta rupiah), dengan termin pembayaran sesuai Perjanjian Kerjasama Pembangunan dan Penjualan No. 33, yang merujuk pada pasal 3.
Kemudian dilakukanlah pembangunan yang mana uang untuk pembangunan tersebut adalah berasal dari Klien kami yang diperoleh dari pinjaman pribadi di Bank CIMB Niaga sebesar Rp.20.000.000.000,- (dua puluh miliar rupiah) dan terhadap uang tersebut PT. Mirah Bali Konstruksi telah melakukan pembayaran dengan cara mengangsur namun sampai saat ini belum dibayarkan kembali oleh Pelapor Hedar Giacomo Boy kepada Klien kami sebesar Rp.6.000.000.000,- (enam miliar rupiah), pemasaran dan penjualan pun dilakukan oleh PT. Mirah Bali Kontruksi dimana semua perencanaan dan pelaksanaannya diatur langsung oleh Pelapor, Hendar Giacomo Boy Syam selaku direktur perusahaan.
Bahkan ternyata, menurut Mila Tayeb Sedana selain uang Rp.6.000.000.000,- (enam miliar rupiah) yang belum dibayar ternyata tanah seluas 1.700 M2 (seribu tujuh ratus meter persegi) yang tidak termasuk dalam perjanjian disepakati oleh Pelapor Hendar Giacomo Boy Syam dijual kepada pihak ketiga (Chrisyopher Edward Kidd), dan uang hasil penjualan tanah tersebut hingga kini tidak pernah diserahkan kepada Klien kami, sehingga terkait persoalan ini telah kami laporkan ke Ditreskrimum Polda Bali, sebagaimana Laporan Polisi No: LP/391/X/2020/BALI/SPKT tertanggal 20 Okrober 2020.
“Alih-alih mengembaikan uang sebesar Rp.6.000.000.000 (enam miliar rupiah) dan hasil penjualan tanah seluas 1.700 M2 (seribu tujuh ratus meter persegi), Hendar Giacomo Boy Syam malah melaporkan Klien kami berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP-B/43/II/2020/Bali/Res Badung tanggal 5 Februari 2020 tersebut, dengan tuduhan palsu, yakni menjual tanah kurang luas, mengaku mengalami kerugian sebesar kurang lebih Rp. 9.000.000.000,- (sembilan miliar rupiah), dan Klien kami kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh Tim Penyidik Satreskrim Polres Badung. Ini strategi praktek mafia yang licik dan kasar, yang ironisnya mendapat dukungan dari oknum penyidik dan JPU,” ujar Mila Tayeb Sedana.
Padahal berdasarkan fakta dan hukumnya, tidak ada perbuatan pidana yang dilakukan Zaenal Tayeb, sehingga sangat nyata kalau penetapan Zaenal Tayeb sebagai tersangka oleh Tim Penyidik Satreskrim Polres Badung adalah bertentangan hukum, tindakan yang semena-mena (obuse of power) dan kesesatan dalam menjalankan hukum acara pidana (misbruik van rect process).
“Rekayasa dan kriminalisasi yang dilakukan oknum Tim Penyidik Satreskrim Polres Badung tidak mencerminkan Polri yang Presisi, sekaligus tidak mengindahkan statement Presiden Joko Widodo yang mengultimatum akan mencopot para penegak hukum yang terlibat mafia, yang kerap “menggigit” orang yang benar, serta melindungi orang yang bersalah, yang hendaknya menjadi perhatian Kapolri dan Jaksa Agung RI,” ujarnya.(Richard)