Komisioner Komnas HAM Siane Indriani menyatakan, upaya merevisi Undang-Undang nomor 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme ini seolah mendapat angin segar dan dijadikan upaya mempercepat pembahasannya karena berlindung pada peristiwa serangan teror di Sarinah, Jakarta, beberap waktu lalu.
Menurut Siane, Komnas HAM melihat bagaimana ending dari peristiwa serangan teror di Sarinah itu. “Apa endingnya, kami sedang menunggu endingnya itu pasti ada sesuatu. Dan ternyata endingnya berujung kepada perubahan undang undang terorisme, yang kedua anggaran Densus 88 ditambah 1,9 trilliun rupiah,” ungkap dia.
Dia pun tidak setuju bila revisi undang undang terorisme ini segera dilaksanakan guna tujuan memperbesar anggaran dan memberikan kewenangan lebih kepada Densus 88.
“Ending-nya selalu tak enak. Harus kita evaluasi dan dikoreksi,” kata Siane dalam Diskusi Publik Quo Vaddis Revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, di Hotel Gran Alia, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (16/02/2016).
Siane menyangkan, pola-pola penanganan teroris yang selama ini dilakukan terlalu menonjolkan kekerasan. Seolah-olah memberikan pengertian dan memberikan wacana kepada masyarakat bahwa terorisme harus dihadapi dengan kekerasan.
“Apakah betul mereka itu teroris seperti yang ada dalam Undang-undang no 15 tahun 2003,” ujarnya.
Sebagai Komisioner Komnas HAM, lanjut dia, selama ini malah pihaknya menemukan segudang kejanggalan dalam penanganan terorisme yang dilakukan oleh aparatur negara Indonesia sendiri.
“Kita harus mengamati dan kita harus mengkritisi itu,” kata dia.
Dia juga menyampaikan, saat ini dibangun opini bahwa Indonesia tidak akan pernah lepas dari terorisme. Bagi Siane, Indonesia yang sebetulnya tidaklah seperti itu.
“Ini hanya ciptaan mereka-mereka yang ingin agar proyeknya terus berlanjut. Sebenarnya ini sebuah orkestra yang kemudian menghasilkan proyek, saya jujur mengatakan ini. Saya yakin bahwa pola-pola ini ada sesuatu yang memang sengaja diciptakan,” papar dia.
Siane menyayangkan kekurangkritisan masyarakat Indonesia dan kurang mengertinya memahami pola-pola penanganan terorisme yang dilakukan aparat selama ini. Bagi dia sendiri pun, pola-pola penanggulangan terorisme itu ternyata tidak menyelesaikan persoalan, malah kemudian akan bertambah, karena bertambah dendam.
“Pola-pola kekerasan yang selama ini dilakukan dalam penanggulangan terorisme itu harus diakhiri, tidak ada satu orang pun manusia mau diperkalukan secara tidak manusiawi. Saya melihat, kejadian-kejadian yang sangat memprihatinkan, saya melihat bahwa ada pelanggaran HAM yang dilakukan dalam penanganan teroris selama ini dan saya rasa itu bisa diakhiri,” pungkasnya.(Jimmi)