Jaksa yang tergabung dalam Tim Tangkap Buron (Tabur) Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kejati Kalbar) dan Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Bengkulu (Kejati Bengkulu) berhasil menangkap seorang Daftar Pencarian Orang (DPO) atau buronan bernama Lim Kiong Hin.
Penangkapan terhadap Lim Kiong Hin yang merupakan Komisaris PT Sinar Kakap, yang merupakan buronan dari Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, dilakukan di daerah Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, pada Senin 28 Maret 2022, pukul 11.15 WIB.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum), Ketut Sumedana menuturkan, kasus yang menjerat Terpidana Lim Kiong Hin.
Pada tanggal 7 Juni 2001, Terpidana yang sudah menjadi DPO alias buronan, atas nama Lim Kiong Hin selaku Komisaris PT Sinar Kakap berdasarkan Akta Notaris No 15 Tanggal 3 November 2000 dan sebagai Kuasa Direktur PT Sinar Kakap berdasarkan Akta Notaris No. 61 Tanggal 16 Februari 2001 bersama-sama dengan M Farid A selaku Accounting Manager PT Sinar Kakap, mengajukan permohonan fasilitas kredit modal kerja ke Bank BNI Cabang Pontianak Jalan Tanjungpura.
Pengajuan itu berupa Kredit Investasi sebesar Rp 4,5 miliar, dan Kredit Modal Kerja sebesar Rp 500 juta.
Mereka menyerahkan data-data, di antaranya Legalitas Usaha, Manajemen Usaha serta Daftar Rencana Investasi (Project Cost) PT Sinar Kakap yang terdiri atas Pembangunan Pabrik Pengolahan Hasil Laut sebesar Rp 5.162.750.000,- (lima miliar seratus enam puluh dua juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) dan Pembangunan Pabrik Es Kapasitas 60 ton per hari sebesar Rp 2.810.000.000,- (dua miliar delapan ratus sepuluh juta rupiah).
Untuk mendukung proposal rencana investasi tersebut, Terpidana dan DPO Lim Kiong Hin membuat dan menyerahkan invoice dan kuitansi fiktif, untuk membuktikan adanya pembiayaan sendiri yang dilakukan oleh PT Sinar Kakap, yang nilainya telah di mark- up oleh Lim Kiong Hin.
Antara lain, Invoice dari Kwang Tai Refrigenerator dan 4 kuintansi dari PT Era Teknik.
Setelah data-data PT Sinar Kakap beserta rencana investasinya disampaikan ke pihak Bank BNI Cabang Pontianak kepada Agus Wibowo, dan Alih Swasono (selaku Penyelia Pemasaran Bisnis Bank BNI Cabang Pontianak), selanjutnya dilakukan verifikasi fisik barang dengan cara mendatangi Pabrik Pengolahan Udang PT Sinar Kakap.
Kemudian pada tanggal 10 Agustus 2001, permohonan fasilitas kredit yang diajukan pada Tanggal 7 Juni 2001 disetujui oleh Bank BNI Cabang Pontianak.
Selanjutnya, pada Tanggal 16 November 2001, Terpidana/DPO Lim Kiong Hin mengajukan permohonan tambahan fasilitas kredit modal kerja sebesar Rp 2 miliar dengan jaminan kapal kargo “Bali Express” senilai Rp 900 juta, yang kemudian dinaikkan nilai jaminannya sebesar Rp 2,4 miliar.
Lalu, pada tanggal 25 Januari 2002, Terpidana/DPO Lim Kiong Hin kembali mengajukan permohonan tambahan fasilitas kredit modal kerja transaksional kepada Bank BNI Cabang Pontianak sebesar Rp 1.350.000.000,- (satu miliar tiga ratus lima puluh juta rupiah).
Kemudian pada tanggal 11 April 2002, Terpidana/DPO Lim Kiong Hin mengajukan permohonan tambahan fasilitas kredit modal kerja kepada Bank BNI Cabang Pontianak sebesar Rp 8 miliar.
Ketut Sumedna menerangkan, Terpidana/DPO Lim Kiong Hin telah menyalahgunakan fasilitas kredit yang diberikan oleh Bank BNI Cabang Pontianak tanpa persetujuan dari pejabat Bank BNI Cabang Pontianak.
“Di mana seharusnya Terpidana/DPO menggunakan kredit yang diperolehnya dari Bank BNI Cabang Pontianak untuk meningkatkan target penjualan. Akan tetapi fasilitas kredit modal kerja yang diperoleh Terpidana/DPO dari Bank BNI Cabang Pontianak digunakan untuk kepentingan pribadi Terpidana/DPO,” ujarnya.
Hal tersebut bertentangan dengan Buku Pedoman Kebijakan Prosedur Kredit Wholesale dan Middle Market I Bab II Sub Bab H Sub Bab 03. Akibat perbuatan Terpidana/DPO Lim Kiong Hin dan M Farid A, menyebabkan Bank BNI Cabang Pontianak mengalami kerugian sekitar Rp 16.448.000.000,- (enam belas miliar empat ratus empat puluh delapan juta rupiah).
Berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Pontianak Nomor : 30/PID/2008/PT.PTK tanggal 30 Maret 2008 yang telah berkekuatan hukum tetap, Terpidana Lim Kiong Hin dinyatakan “Terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi” melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 ayat (2), (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP junto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dan dijatuhkan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp 100 juta, subsider 6 bulan kurungan. Dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 16.448.000.000,- (enam belas miliar empat ratus empat puluh delapan juta rupiah), dengan ketentuan apabila uang pengganti tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.
Selanjutnya, Ketut Sumedana menjelaskan kronologis penangkapan buronan korupsi Lim Kiong Hin.
Berawal dari informasi yang diperoleh Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat bahwa salah seorang buronan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat dalam perkara Tindak Pidana Korupsi atas nama Lim Kiong Hin, yang telah menjadi buronan sejak Tahun 2009 atau sekitar 13 tahun, bersembunyi dan tinggal di wilayah Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.
Atas informasi tersebut, selanjutnya Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat mengajukan permohonan bantuan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu untuk menelusuri keberadaan DPO.
Dan pada Hari Minggu Tanggal 27 Maret 2022 sekitar pukul 07.00 WIB, Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat di bawah kendali Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat yang dipimpin oleh Kasi E Bidang Intelijen, Anggiat Pardede berangkat dari Pontianak menuju Provinsi Bengkulu.
Sesampainya di Kota Bengkulu sekitar pukul 15.30 WIB, Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat dengan Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Bengkulu berkumpul untuk mengatur strategi penelusuran keberadaan buronan atas nama Lim Kiong Hin yang diperkirakan berada di daerah Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.
Selanjutnya sekitar pukul 17.00 WIB, Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat bersama dengan Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Bengkulu berangkat dari Kota Bengkulu menuju Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.
Sesampainya di Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu sekitar pukul 23.00 WIB, Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat dan Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Bengkulu mulai menelusuri keberadaan DPO di sekitar wilayah Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko, namun belum berhasil menemukan keberadaan DPO.
Keesokan harinya, Senin Tanggal 28 Maret 2022 sekitar pukul 07.30 WIB, Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat dan Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Bengkulu mulai kembali menelusuri keberadaan DPO.
“Sekitar pukul 11.00 WIB, Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat dan Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Bengkulu berhasil mendeteksi keberadaan DPO di sekitar Jalan Pasar Ipuh, Desa Medan Jaya, Kecamatan Ipuh, Provinsi Bengkulu,” tutur Ketut Sumedana.
Selanjutnya, sekitar pukul 11.15 WIB, DPO berhasil diamankan oleh Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat dan Tim Tabur Kejaksaan Tinggi Bengkulu di sebuah rumah kontrakan, yang berada di Jalan Pasar Ipuh, Medan Jaya, Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu.
“Kemudian DPO Lim Kiong Hin dibawa ke Kota Bengkulu untuk selanjutnya diamankan di Kantor Kejaksaan Tinggi Bengkulu. Dan pada hari Selasa Tanggal 29 Maret 2022, DPO dibawa dari Kota Bengkulu menuju Kota Pontianak untuk diserahkan ke pihak Kejaksaan Negeri Pontianak guna dieksekusi,” tutur Ketut Sumedana.
Melalui Program Tangkap Buronan (Tabur) Kejaksaan, Kejaksaan menghimbau kepada seluruh Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan untuk segera menyerahkan diri dan mempertanggung-jawabkan perbuatannya. “Karena tidak ada tempat yang aman bagi para buronan,” tandas Ketut Sumedana.(JRO)