Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk tidak tebang pilih memberantas korupsi di DPRD Sumatera Utara. Meski sudah menetapkan 38 orang anggota DPRD dan eks anggota DPRD Sumut sebagai tersangka, KPK belum menjaring sejumlah pihak yang diduga terlibat.
Koordinator Wilayah I (Sumatera Utara-Nanggroe Aceh Darussalam) Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) Swangro Lumbanbatu mengatakan, penetapan 38 orang tersangka itu masih menunjukkan bahwa KPK membiarkan pelaku lainnya tetap bebas berkeliaran.
“Padahal, ada beberapa mantan anggota dewan yang mememulangkan uang bahkan saat ini masih ada yang aktif anggota dewan. Jangan sampai kita masyarakat ini meragukan kredibiblitas KPK. Jangan tebang pilih dong,” tutur Swangro Lumbanbatu, dalam siaran persnya, Selasa (03/04/2018).
Sebagai langkah awal memberantas korupsi di DPRD Sumut, menurut Swangro, langkah KPK menetapkan 38 tersangka itu patut diapresiasi. Akan tetapi, jangan juga membiarkan pelaku lainnya tidak ditetapkan tersangka.
“Tidak ditetapkannya tersangka yang memulangkan uang, itu yang buat kita bertanya-tanya,” ujarnya.
Dia pun mendesak KPK segera membuka proses penetapan tersangka dan tidaknya para politisi di Sumut itu.
“Apa sebenarnya landasannya sehingga KPK tidak menetapkan yang lain itu sebagai tersangka? KPK juga harus menyampaikan ke masyarakat umum, khususnya Sumut. Adakah Undang-undang yang mengatur begitu? Kalaupun ada di pasal berapa? Tolong KPK menjelaskan itu semua dengan terperinci kepada masyarakat,” pintanya.
Swangro mengungkapkan, anggota DPRD Sumut Aduhot Simamora (Wakil Ketua DPRD Sumut/Fraksi Hanura), Brilian Moktar (FPDIP), Evi Diana Sitorus (mantan anggota Fraksi Golkar yang juga istri Gubsu Erry Nuradi) serta Oloan Simbolon (mantan anggota Partai Bersatu) harusnya ditetapkan sebagai tersangka juga.
“Keempatnya juga turut menerima gratifikasi dari Gatot dan sudah mengembalikan uang yang diterimanya ke KPK,” ujar Swangro.
Bahkan, lanjut dia, Aduhot dan Evi Diana sudah mengakui menerima uang itu, dalam kesaksian mereka di persidangan.
“Kan sudah mengakui juga mereka di persidangan bahwa menerima gratifikasi berupa uang dari Gatot. Kenapa kok tidak ditetapkan jadi tersangka oleh KPK?” ujarnya.
Kalaupun KPK berniat menetapkan seluruh anggota DPRD Sumut Periode 2009-2014 sebagai tersangka secara bertahap, kata Swangro, hal itu belum ada penjelasan.
Dia mengingatkan, seseorang yang telah menerima gratifikasi dan mengembalikannya, tidak lantas membuat kasus piadana korupsinya tidak diproses hukum.
“Semua itu harus dibuka dan dijelaskan oleh KPK. Sebab, perlahan kepercayaan publik bisa pudar kepada KPK jika tidak terbuka mengenai penetapan tersangka begitu,” ujar Swangro.
Padahal, sebelumnya Aduhot, Evi Diana, Brilian dan Oloan ikut diperiksa oleh penyidik KPK sebagai saksi bersama ke-38 nama yang sudah ditetapkan sebagai tersangka pada 29 Januari hingga 3 Februari lalu di Markas Brimob Polda Sumut.
“Secara keseluruhan terdapat 46 nama yang diperiksa ketika itu,” kata Swangro.
Ada rasa ketidakadilan yang disengaja KPK dalam proses itu. Menurut Swangro, hal itu bisa berakibat fatal bagi sikap masyarakat serta kepercayaan kepada KPK.
“Kalau memang bisa begitu enak kali. Semua bisa melakukan korupsi, lalu dikembalikan dan bebas secara hukum. Berarti kita semua bisa korupsi, namun memulangkan uang supaya tidak tersangka,” tuturnya.
Meski begitu, Swangro meminta semua elemen masyarakat di Sumatera Utara agar tetap berkomitmen menjaga Sumut supaya terbebas dari korupsi.
Penyidik KPK telah menetapkan 38 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara sebagai tersangka kasus suap eks Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho.
“Benar, sudah mengeluarkan sprindik (surat perintah penyidikan),” kata Ketua KPK Agus Rahardjo. Sprindik tertanggal 28 Maret 2018 itu diterbitkan untuk 38 anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019.
“Sebagian dari mereka sudah tidak menjabat sebagai anggota DPRD lagi,” ujar Agus.
Kasus suap Gatot Suap berkaitan dengan persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Sumut dan persetujuan perubahan APBD 2013, 2014, 2015. Suap juga terkait dengan penolakan penggunaan hak interpelasi terhadap Pemprov Sumut pada tahun 2015.
KPK juga sudah mengirimkan surat pemberitahuan penetapan tersangka puluhan anggota legislatif itu kepada Ketua DPRD Sumut. Para tersangka dijerat dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan KUHP.
Ke-38 orang tersangka itu adalah Rijal Sirait, Rinawati Sianturi, Rooslynda Marpaung, Fadly Nurzal, Abu Bokar Tambak, Enda Mora Lubis, M Yusuf Siregar, Muhammad Faisal, DTM Abul Hasan Maturidi Biller Pasaribu, Richard Eddy Marsaut Lingga, Syafrida Fitrie, Rahmianna Delima Pulungan.
Selanjutnya Arifin Nainggolan, Mustofawiyah, Sopar Siburian, Analisman Zalukhu, Tonnies Sianturi, Tohonan Silalahi, Murni Elieser Verawati Munthe, Dermawan Sembiring, Arlene Manurung, Syahrial Harahap, Restu Kurniawan Sarumaha, Washington Pane, John Hugo Silalahi, Ferry Suando Tanuray Kaban, Tunggul Siagian.
Kemudian Fahrul Rozi, Taufan Agung Ginting, Tiaisah Ritonga, Helmiati, Muslim Simbolon, Sonny Firdaus, Pasiruddin Daulay, Elezaro Duha, Musdalifah dan Tahan Manahan Panggabean.(JR)