Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) membantah pernyataan Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang menyatakan bahwa pelaksanaan sidang perkara nomor 151/pid.b/2021/Pn.Jkt.Pst atas nama Terdakwa Rio Sapta oleh hakim tunggal merupakan permintaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Bahwa persidangan perkara nomor 151/pid.b/2021/Pn.Jkt.Pst atas nama Terdakwa Rio Sapta yang dilaksanakan dengan hakim tunggal bukan atas permintaan dan paksaan dari JPU yang bersangkutan,” kata Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Jakpus, Hernando dalam siaran persnya, Minggu (21/03/2021).
Dia menilai, pernyataan tersebut dirasa tidak tepat dan mencoreng citra baik Korps Adhyaksa. Terlebih, permintaan hakim tunggal itu sudah di klarifikasi oleh JPU pada Kejaksaaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, Eka Widiastuti yang menangani perkara tersebut.
Ia mengaku, sebelum sidang dimulai, JPU terlebih dahulu berkoordinasi dengan Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan perkara.
“Bahwa pada saat itu sudah sore hari, serta ada 4 (empat) orang saksi yang telah menunggu dari pagi,” tambahnya.
Hernando menambahkan, sidang tersebut kemudian dilanjutkan oleh Majelis Hakim seorang diri dengan terlebih dahulu meminta persetujuan dari terdakwa untuk melanjutkan persidangan dengan hakim tunggal.
“Bahwa hakim menawarkan kepada terdakwa sidang dapat dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi bila terdakwa tidak keberatan meskipun dua hakim lainnya sedang menyidangkan perkara tipikor dan kepailitan,” lanjutnya.
Kemudian, lanjut Hernando, Hakim Fahzal Hendri kemudian melanjutkan persidangan dengan agenda pemeriksaan 4 orang saksi yang diduga sudah menunggu sejak pagi.
Ia pun mengaku bahwa pernyataan hakim tersebut tidak tepat dengan pernyataan bahwa JPU yang meminta Majelis Hakim melanjutkan persidangan tanpa didampingi oleh dua hakim anggota.
“Bahwa terdakwa tidak merasa keberatan meskipun perkara hanya disidangkan oleh hakim tunggal sehingga persidangan pada hari tersebut diteruskan/dilaksanakan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Peristiwa penyidangan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) sering terjadi atas permintaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Bukan sekali dua kali persidangan yang menyalahi aturan itu berlangsung di PN Jakpus.
Seperti yang minggu lalu masih terjadi pada persidangan Perkara Nomor 151/Pid.B/2021/PN Jkt.Pst atas nama Terdakwa Rio Sapta.
Untuk peristiwa-peristiwa ini, Direktorat Jenderal Peradilan Umum Mahkamah Agung (Dirjen Badilum MA), H Prim Haryadi mengungkapkan, pihaknya sudah melakukan pengecekan terhadap peristiwa itu.
Dari penelusuran yang dilakukan H Prim Haryadi, ditemukan alasan Hakim PN Jakpus yang menyidangkan perkara itu secara tunggal, bahwa persidangan itu dipaksakan atas pemintaan JPU.
H Prim Haryadi menanyakan langsung kepada Hakim tersebut dan juga telah menanyakan kepada Ketua PN Jakpus Muhammad Damis. Alasannya, karena Persidangan tersebut sudah ditunda berapa kali dan pada hari yang sama para hakim anggota padat dengan jadwal sidang.
Susunan Majelis Hakim pada perkara itu terdiri dari Fahzal Hendri sebagai Ketua Majelis, Saifudin Zuhri dan Makmur sebagai Hakim Anggota. Dengan Panitera Pengganti Puji Sumartono.
“Bahwa sidang tersebut sudah tertunda tunda beberapa kali. Dan pada persidangan hari Senin itu, JPU (Jaksa Penuntut Umum) menghadirkan saksi sebanyak 4 orang. Sudah menunggu dari jam 10 pagi,” ungkap H Prim Haryadi, dalam konfirmasinya, Minggu (21/003/2021).
Dengan kondisi seperti itu, lanjutnya, JPU meminta Majelis Hakim untuk tetap menyidangkan perkara.
“Persidangan tersebut juga dilakukan atas permintaan dari JPU yang meminta Majelis Hakim untuk tetap menyidangkan perkara tersebut, dengan agenda Pemeriksaan Saksi dikarenakan para saksi sudah menunggu sejak pagi,” lanjutnya.
Padahal, menurut Prim Haryadi, Ketua Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut sudah menyampaikan kepada JPU, bahwa sidang tidak bisa dilakukan, karena hakim anggota sedang menyidangkan perkara lain.
Sidang dilaksanakan Senin sore, jam 16.00 WIB pada 16 Maret 2021. Atas permintaan JPU karena saksi sudah hadir sejak pagi hari.
“Saya selaku Ketua Majelis sebelumnya, menyampaikan kepada JPU bahwa anggota Majelis yaitu Bapak Zaifuddin Zuhri sedang sidang Tipikor dan Bapak Makmur sedang sidang perkara Kepailitan. Dan keduanya sidangnya banyak sekali dan diperkirakan sampai malam hari. Ketua majelis menyampaikan kepada JPU sidang, tidak bisa dilakukan karena Hakim tidak lengkap,” lanjutnya.
Karena permintaan JPU tersebut, lanjut Prim Haryadi, Majelis Hakim kemudian menyidangkan perkara itu dengan seorang diri. Dengan terlebih dahulu meminta persetujuan dari terdakwa.
“Dan atas permintaan JPU dan persetujuan Terdakwa sidang untuk bisa dilaksanakan, mengingat para saksi sudah menunggu sejak pagi dan untuk menghadirkan pada sidang berikutnya JPU akan merasa kesulitan,” tambah Prim Haryadi.
Selain itu, Prim Haryadi juga mengungkapkan, PN Jakpus beralasan karena masa penahanan dari terdakwa berjalan terus dan ancaman hukuman yang diterapkan kepada terdakwa maksimal 4 tahun.
“Oleh karena itu, selaku Ketua mengambil sikap untuk melanjutkan sidang atas permintaan JPU. Dan persetujuan terdakwa sendiri untuk kelancaran proses persidangan. Serta juga mengingat 4 orang saksi sudah hadir sejak pagi hari. Dan sejak dari awal sidang terdakwa menyatakan tidak didampingi oleh Penasihat Hukum,” jelasnya.
Dia mengatakan, untuk kondisi seperti itu Ketua PN Jakpus juga mengatakan, sidang tersebut dilakukan demi kelancaran proses pemeriksaan perkara di PN Jakpus, meskipun majelis hakim tidak lengkap.
Sementara itu, Pri Haryadi juga menyampaikan, Ketua PN Jakpus mengaku selalu mengingatkan para hakim untuk tidak melakukan persidangan seorang diri.
“Bahwa setiap kesempatan dan rapat senantiasa telah saya mengingatkan agar persidangan perkara tidak dilakukan persidangan dengan hakim tunggal,” pungkasnya.(Nando)