Mahkamah Agung menjadi sorotan publik setelah Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi diduga turut terlibat kasus dugaan suap pengamanan perkara peninjauan kembali (PK) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dugaan keterlibatan Nurhadi semakin menguat setelah KPK mengajukan surat pencegahan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM. Nurhadi dicegah bepergian ke luar negeri selama 6 bulan ke depan dengan alasan agar sewaktu-waktu lembaga antirasuah itu mudah untuk memintai keterangannya.
Selain mencegah Nurhadi, penyidik KPK telah melakukan penggeledahan di kediaman pejabat eselon satu di MA tersebut. KPK menemukan sejumlah uang dengan total 1,7 miliar rupiah yang terbagi dalam berbagai pecahan mata uang asing.
KPK meyakini bahwa uang tersebut masih erat kaitannya dengan kasus suap perkara yang sedang ditangani.
Wakil Ketua KPK Laode Syarif menyampaikan, uang yang ditemukan saat penyidik KPK melakukan penggeledahan besar kemungkinan ada hubungannya dengan perkara.
“Kita punya keyakinan bahwa uang itu ada hubungannya dengan perkara. Kalau uang ada berhubungan di pengadilan, itu tidak mungkin tidak berhubungan dengan perkara,” ujar Syarif, di gedung KPK, Jakarta Selatan.
Sementara KPK sedang sibuk menguak kasus yang diduga melibatkan Sekretaris MA Nurhadi, organisasi masyarakat Lingkar Madani Indonesia (LIMA) meminta agar Nurhadi segera mengundurkan diri dari jabatannya. LIMA menilai, sikap Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi yang tidak mempunyai keinginan untuk mundur dari jabatannya lantaran diduga ikut terlibat suap pengamanan perkara.
“Jika individu pada sosok Nurhadi tak ada keinginan untuk menyatakan mundur maka harus ada kemauan pada institusinya agar segera melakukan perubahan,” ungkap Direktur LIMA Ray Rangkuti di Jakarta, Selasa (10/5/2016).
Dalam kasus ini, Ray mendorong agar elemen civil society memiliki perhatian khusus pada lembaga peradilan secara menyeluruh untuk membenahinya.
“Ini sudah darurat dalam kondisi lembaga peradilan kian parah dan sudah sangat rusak. Saya tidak tahu harus mulai dari mana, tapi yang pasti harus ada kemauan dan keinginan yang keras dan sistemik untuk memperbaikinya,” ujarnya.
Selain itu, Ray berharap agar KPK tidak hanya berhenti kepada aktor-aktor yang sudah tertangkap, melainkan juga mengembangkan kasus tersebut untuk memetakan wilayah rawan korupsi di Pengadilan. Menurutnya, KPK selain memainkan fungsi penindakan juga harus memainkan fungsi pencegahan dalam rangka memperbaiki sistem di MA dan lembaga peradilan dibawahnya.
“Perkara korupsi yang melibatkan pegawai MA menunjukkan praktik korupsi di lembaga pengadilan miliki jaringan yang luas dan kompleks. Kerja-kerja yang dilakukan sudah dapat dikategorikan sebagai jaringan mafia peradilan,” pungkasnya.
Dalam kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan tersangka Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution. Selain itu, KPK juga telah menjerat Kepala Subdirektorat Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata dan Khusus MA Andri Tristianto Sutrisna sebagai tersangka.
Andri disebut-sebut sebagai tangan kanan Nurhadi. Hal itu terungkap dari pemeriksaan saksi yang dihadirkan dalam sidang di Pengadilan Tipikor dengan terdakwa Ichsan Suadi, Direktur Utama PT Citra Gading Asritama.
Meski demikian, sampai saat ini KPK belum menaikkan status Nurhadi di kedua kasus ini. Nurhadi sejauh ini masih berstatus sebagai saksi.(Richard)