Tersangka kasus suap pembahasan Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RWZP3K) Provinsi Jakarta dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara, Muhammad Sanusi mengaku hanya dapat Rp 860 juta dari pihak penyuap yakni PT Agung Podomoro Land (APL).
Hal itu diungkapkan politisi Partai Gerindra yang menjadi Ketua Komisi D DPRD Provinsi DKI Jakarta itu saat diperiksa penyidik KPK, Rabu (20/04/2016).
Melalui Kuasa Hukumnya Krisna Murthi, Sanusi mengatakan akan mengembalikan uang sebanyak 860 juta rupiah itu ke KPK.
“Jadi, tadi, pengembalian uang yang sudah dihitung sekitar Rp 860 juta,” ujar Krisna usai mendampingi kliennya dalam pemeriksaan di KPK.
Selain itu, Krisna Murthi, menjelaskan uang Rp 860 juta yang ditemukan di ruang kerja Sanusi merupakan pengembalian uang. Namun, KPK belum menegaskan asal usul uang tersebut.
Lebih lanjut, menurut Krisna, uang Rp 860 juta itu adalah pemberian pertama dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APL) Ariesman Widjaja. Padahal sebelumnya, KPK menyebut bahwa pemberian pertama kepada Sanusi dari Ariesman adalah sebesar Rp 1 miliar.
“Ya memang begitu, nyatanya pemberian pertama Rp 860 juta, yang belum pernah dipakai uangnya, yang belum pernah terpakai uangnya. Kedua pemberiannya Rp 1 miliar dan Rp 140 juta,” ujar Krisna.
Selain itu, dia menjelaskan, pemeriksaan Sanusi kali ini adalah pengambilan sampel suara untuk dicocokkan dengan hasil sadapan. Dalam sadapan tersebut, lanjut pengacara Sanusi itu, ada pula suara Sunny Tanuwidjaja.
“Lalu pengambilan sampel suara, yang di mana ada tappingan penyidik diambil suara,” lanjut Krisna.
Sanusi juga diintegorgasi terkait peran aktif Sunny dalam penyuapan itu. Sunny sendiri adalah staf khusus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahay Purnama alias Ahok.
“Menyangkut Raperda, keaktifan seorang Sunny yang menanyakan kepada sanusi yang menyangkut masalah raperda,” ungkap Krisna.(Jimmi)