Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, membuka adanya dugaan korupsi yang dilakukan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau yang sering dikenal dengan Eddy Omar Sharif Hiariej alias Eddy.
Sugeng Teguh Santoso yang juga advokat senior, mantan Sekretaris Jenderal Perhimpunan Advokat Indonesia (Sekjen Peradi) itu pun sudah melaporkan dugaan tindak pidana korupsi, berupa suap, gratifikasi dan penyalahgunaan kewenangan lainnya itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Nilai dugaan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh Wamenkumham Eddy, lewat para stafnya itu mencapai Rp 7 miliar.
“Semua bukti-bukti, percakapan WhatsApp, dan bukti transfer juga ada. Sudah saya serahkan kepada KPK juga,” tutur Sugeng Teguh Santoso, ketika berbincang dengan wartawan, di sebuah perkantoran di Wilayah Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, pada Selasa (21/03/2022).
Pria yang sejak masa kuliah itu sudah menjadi aktivis dan salah seorang pendiri Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), kemudian diundang oleh mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, untuk tampil dalam acara podcast.
Di Komplek Perkantoran di Jalan TB Simatupang itu, Sugeng Teguh Santoso juga menyampaikan bahwa Indonesia Police Watch (IPW) mendapat laporan dari korban berinisial HH, sehingga dirinya membongkar dan melaporkan dugaan tindak pidana korupsi itu kepada KPK.
“Semua bukti ada. Kuat. Tinggal KPK sekarang, berani untuk mengusut dan membongkarnya. Semua informasi dan data pun sudah saya sampaikan ke KPK,” tutur pria yang akrab disapa dengan inisial STS itu.
“Saya juga sudah dimintai keterangan dan klarifikasi oleh penyidik KPK pada Selasa, 21 Maret 2023. Dan saya sampaikan semuanya. Dan juga saya ingatkan kepada Penyidik KPK, bahwa KPK saat ini sedang disorot karena kinerjanya kurang memuaskan para pencari keadilan. Kalau dulu KPK menggasak semua pejabat tinggi yang korupsi, kalau sekarang, meski pun didesak-desak dan sudah dilaporkan dengan bukti-bukti, belum tentu akan ditindaklanjuti,” tutur Sugeng Teguh Santoso lagi.
Sebelum memulai podcast dengan Abraham Samad, Sugeng Teguh Santoso membeberkan beberapa hal yang menjadi fakta dan bukti terkait keterlibatan Wamenkumhan Eddy dalam dugaan pengurusan akte Perusahaan.
Hal itu pula dijelaskan Sugeng Teguh Santoso pada saat podcast dengan mantan Ketua KPK Abraham Samad.
“Paling tidak, ada 3 sekuel dalam dugaan tindak pidana korupsi ini. Pertama, pada sekitar bulan April-Mei 2022, lewat stafnya berinisial YAR dan YAM, Wamen berinisial EOSH itu minta ditransfer uang sebanyak Rp 4 miliar dari seorang pengusaha berinisial HH,” ungkap Sugeng Teguh Santoso.
Uang yang diminta itu totalnya sebesar Rp 7 miliar. Korban HH mentransfer secara bertahap. Rp 4 miliar ditransfer pada sekitar bulan April-Mei 2022. Itu untuk biaya pengurusan dan pengesahan perusahaan milik HH.
“Judul transfer itu adalah untuk Jasa Hukum pengurusan perusahaan. Menurut saya, itu adalah penyamaran transaksi dalam pembuatan akte atau perusahaan itu,” ujar Sugeng Teguh Santoso.
Sekuel kedua, adalah permintaan transfer uang sebesar Rp 3 miliar kepada HH. Kejadiannya sekitar Mei 2022. Tujuannya, kembali meminta Wamenkumham Eddy menggunakan kewenangannya untuk mengesahkan perusahaan milik HH.
“Sebanyak Rp 3 miliar, semuanya dalam bentuk dolar,” ujar Sugeng.
Namun, lanjutnya, HH kecewa, dikarenakan hingga bulan Mei sampai Oktober 2022, perusahaannya tidak kunjung disahkan.
“Yang terjadi malah sebaliknya. Yang disahkan adalah perusahaan milik lawannya HH, yakni seseorang yang berinisia SAA alias Haji I. Tentu saja HH kecewa,” imbuh Sugeng.
Karena sudah kecewa, HH pun curhat kepada salah seorang sahabatnya yang seorang advokat berinisial A. Advokat A ini adalah juga teman dekat Wamenkumham Eddy sejak dari kecil.
Nah, Advokat A yang pernah mempertemukan HH dengan Wamenkumham Eddy, juga merasakan ketidakadilan karena Wamenkumham Eddy tidak menepati janji. Maka Advokat A menyarankan kepada HH untuk melapor lewat Indonesia Police Watch (IPW).
“Sekuel ketiga, Wamen EOSH secara aktif meminta langsung kepada HH agar memasukkan dirinya sebagai Komisaris di perusahaan HH. Permintaan itu langsung diminta lewat WhatsApp juga. Ada bukti percakapannya. Yang dipasang sebagai Komisaris adalah stafnya Wamen, yakni YAM. Ada di akte dan kepengurusan perusahaan,” tutur Sugeng Teguh Santoso.
“Sempat dimasukkan sebagai Komisaris dengan besaran gaji Rp 120 juta. Dan informasinya, dari gaji sebagai komisaris itu, YAM mendapat Rp 20 juta, dan yang Rp 100 juta diberikan kepada Wamen EOSH. Sempat dua bulan mereka digaji, sebelum akhirnya urusan ini dibuka,” beber Sugeng lagi.
Karena malah mengesahkan perusahaan pihak lawan, HH pun dihubungi oleh staf Wamenkumham, YAR, dan berupaya mengembalikan Rp 3 miliar yang sudah terlanjur ditransfer oleh HH.
“Bukti WhatsApp ada. Dan itu menunjukkan bahwa memang mereka terlibat dalam dugaan penyalahgunaan wewenang dan kolusi dan dugaan tindak pidana korupsi,” jelas Sugeng.
Sugeng Teguh Santoso me-review laporan yang diterima Indonesia Police Watch (IPW) mengenai dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan Wamenkumham Eddy itu.
Jadi, kata Sugeng Teguh Santoso, pada 21 Desember 2022, Indonesia Police Watch (IPW) mendapatkan permintaan bantuan hukum dari seorang pengusaha tambang berinisial HH di Sulawesi Selatan.
“Awalnya mengenai kinerja Dirkrimsus Polda Sulsel dalam penanganan perkara yang melibatkan perusahaan milik HH,” ujar Sugeng Teguh Santoso.
Kemudian, pada 16 November 2022, Polisi dari Polda Sulsel langsung terlibat dalam proses eksekusi lahan tambang milik HH, yang kini dikuasai oleh seorang pengusaha berinisial SAA alias Haji I.
“Jadi pada 16 November 2022 dilaporkan ke Polisi. Dan pada hari yang sama Polisi langsung menyatakan naik sidik, dan melaksanakan eksekusi lapangan. Ini kan enggak benar. Masa lapor hari itu, dan hari itu langsung naik sidik dan langsung eksekusi. Mestinya lewat Putusan Pengadilan dong untuk eksekusi,” tutur Sugeng Teguh Santoso.
Ternyata, kata dia, itu atas perintah dari seorang pengusaha berinisial SAA alias Haji I tadi. Sebab, ada rencana transaksi senilai 25 juta dolar amerika untuk menguasai semua lahan tambang, termasuk lahan milik perusahaan HH.
“Namun yang baru dibayar oleh SAA alias Haji I baru hanya 5 juta dolar, dan semua lahan itu sudah dieksekusi dan dikuasainya,” tutur Sugeng Teguh Santoso.
“Kabarnya SAA alias Haji I itu adalah pengusaha yang harus dituruti maunya, dan merupakan salah seorang pendukung dan memodali salah satu pasangan Capres pada Pilpres lalu,” imbuhnya.
Ketika mantan Ketua KPK, Abraham Samad, menanyakan bidang IPW seharusnya mengkritisi Kepolisian, Sugeng Teguh Santoso menjelaskan, bahwa pada Rapat Kerja Nasional (Raker) yang dilaksanakan Indonesia Police Watch (IPW) pada 18 Februari 2023 lalu, IPW memperluas cakupan pengawasannya, hingga ke dugaan tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan Penyidik Polri dan pejabat, serta terkait adanya Obvious of Power.
“Jadi, IPW memiliki jangkauan lebih luas dalam peran dan fungsi-fungsi pengawasannya,” ujarnya.
Sugeng Teguh Santoso mengakui, selama dua tahun ini dirinya memimpin IPW, sebanyak 80 persen laporan masyarakat dan para pencari keadilan yang masuk ke IPW adalah mengenai buruknya kinerja penyidik kepolisian dan Bareskrim Polri.
Sugeng Teguh Santoso juga menyampaikan harapan konkretnya terhadap institusi kepolisian agar Polri netral dalam menangani perkara.
“Polisi harus netral. Polisi harus menegakkan fungsinya sebagai aparat penegak hukum, jangan berpihak kepada pihak tertentu, apalagi kepada pemodal tertentu,” ujarnya.
“Taatilah Kode Etik Kepolisian. Polri adalah Abdi Negara, bukan abdi pemberi uang. Polri adalah Penegak Hukum. Dan Polri harus menunjukkan teladan,” tuturnya.
Kemudian, kata dia lagi, dalam hal fungsi pengawasan Polri, IPW berharap agar pihak eksternal seperti IPW dilibatkan langsung dalam fungsi Pengawasan Penyidikan (Wassidik).
“Pihak eksternal mesti ada bersama Wassidik, dalam fungsi pengawasan. Yang dilakukan secara terbuka dan transparan,” ujar Sugeng Teguh Santoso.
Sedangkan terkait penanganan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Wamenkumham Eddy di KPK, Sugeng Teguh Santoso menegaskan agar KPK menunjukkan kinerja yang profesional dan berintegritas untuk membongkar kasus korupsi.
“Ingat, KPK saat ini sedang disoroti oleh masyarakat. Kinerjanya sering tidak sesuai dengan harapan publik dan pencari keadilan. Ingat, kalau dulu KPK berani dan garang memberantas korupsi, tidak perlu didesak-desak harusnya sudah digasak semua pelaku tindak pidana korupsi. Usut sampai tuntas,” tandas Sugeng Teguh Santoso.
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy) melakukan klarifikasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas aduan Indonesia Police Watch (IPW).
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso melaporkan dugaan gratifikasi yang diterima Eddy senilai Rp 7 miliar lewat asisten pribadinya.
“Kami melakukan klarifikasi kepada KPK atas aduan IPW yang tendensius mengarah kepada fitnah,” ujar Eddy di Gedung Merah Putih KPK, Senin (20/3/2023).
Eddy mengatakan dalam klarifikasi tersebut, ia melampirkan bukti-bukti bantahan atas tudingan IPW.
“Kami melakukan klarifikasi juga kepada KPK. Tentunya klarifikasi itu disertai dengan bukti-bukti,” tuturnya.
Eddy tak ingin membeberkan isi klarifikasi yang diberikan kepada KPK. Guru Besar Fakultas Hukum tersebut mengatakan isi klarifikasi tersebut bersifat rahasia dan hanya boleh disampaikan KPK.
“Semua materi klarifikasi itu adalah bersifat rahasia, nanti KPK akan umumkan,” kata dia.
Ia juga enggan membocorkan apakah ada komunikasi dengan pengusaha bernama Helmut Hermawan (HH) lantaran hal tersebut termasuk materi pemeriksaan.
“Jadi kita terjerembab kepada proses yang tidak memahami etika hukum. Yang namanya laporan, aduan, seharusnya bersifat rahasia,” ucapnya.
“Kecuali kalau memang kita pengen tenar, pingin cari panggung dengan itu ya kita beberkan. Tetapi kalau orang yang tau hukum betul, yang kapasitas intelektualnya bagus, dia tidak akan membeberkan itu,” imbuhnya.
Eddy juga enggan menanggapi laporan tersebut secara serius lantaran menilai apa yang dilaporkan IPW tak benar.
Meski demikian, ia tetap menanggapi dan memberi klarifikasi agar tidak terjadi kegaduhan.
“Saya tidak akan memberikan materi klarifikasi, karena saya tau hukum. Ini jadi tidak boleh materi pemeriksaan diumumkan ke publik, itu kan orang yang enggak ngerti hukum,” katanya.
Ia tidak akan melaporkan balik IPW. Menurutnya, IPW sudah melakukan tugasnya sebagai watch dog untuk melakukan sosial kontrol.
“Kalau pejabat itu diadukan, yang harus dilakukan itu bukan melaporkan ke Bareskrim, tetapi dilakukan klarifikasi,” tuturnya.
“Yang ketiga, kalau saya melaporkan, itu kan berarti saya masuk dalam sistem peradilan pidana. Sistem peradilan pidana di mana pun the battle mode, model berperang. Kalau berperang kan kita harus cari lawan yang seimbang,” imbuhnya.
Menurut Eddy, hal tersebut tidak berlaku kepada Yogi yang bukan pejabat Negara. Oleh sebab itu, ia menilai laporan yang dilayangkan Yogi kepada IPW merupakan urusan pribadi.
“Saya tidak punya kewenangan apa pun untuk menahan orang menggunakan haknya. Kalau saya, saya tidak,” ujar Eddy.
Wamenkumham Eddy Hiariej Kumpulkan Para Pimred Media Massa
Sedangkan menurut sejumlah wartawan, Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Miariej mencoba mengumpulkan dan melakukan pertemuan khusus dengan sejumlah Pimpinan Redaksi (Pimred) berbagai media massa lewat Forum Pemred. Tujuannya, untuk memberikan klarifikasi tentang kasus yang menimpa dirinya, yang dilaporkan oleh Indonesia Police Watch (IPW) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Para Pimred dikumpulkan oleh Wamenkumham. Entah untuk apa,” sebut salah seorang wartawan yang tidak berkenan disebutkan namanya, yang bertugas di KPK.
Yassona H Laoly Penggil Edward Omar Sharif Hiariej
Meteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H Laoly telah memanggil Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej setelah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi KPK.
Yasonna mengaku meminta Eddy menjelaskan masalah yang membelitnya hingga dilaporkan oleh IPW ke KPK.
“Saya udah panggil, Wamen saya sudah panggil kemarin sore dan saya minta klarifikasi,” kata Yasonna di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Yasonna mengatakan, Eddy memberi penjelasan persis seperti yang ia sampaikan pada jumpa pers. Menurutnya, Eddy menampik dirinya menerima gratifikasi.
Dalam pertemuan itu, kata Yasonna, Eddy menjelaskan persoalan gratifikasi itu urusan dua asisten pribadinya. Para asisten pribadi Eddy pun telah melaporkan balik IPW ke Bareskrim Polri.
“Ya itu karena ini ranah apa… biar di situ aja (polisi),” ujarnya.
Politikus PDIP itu belum mau memutuskan apakah akan ada penonaktifan Eddy dari kursi Wakil Menteri usai laporan itu. Ia mengaku akan mengecek perkara itu terlebih dahulu.
“Ya nanti kita lihat dulu. Saya sudah minta Irjen nanti,” katanya.
Sebelumnya, IPW mengadukan Wamenkumham Eddy Hiariej ke KPK atas kasus dugaan penerimaan gratifikasi Rp 7 miliar.
Eddy membantah laporan tersebut. Ia berkata persoalan gratifikasi itu urusan dua asisten pribadinya. Eddy mempersilakan publik mengecek kebenaran tentang gratifikasi tersebut.
“Saya tidak perlu menanggapi secara serius karena pokok permasalahan adalah hubungan profesional antara Aspri Saya YAR dan YAM sebagai Lawyer dengan kliennya Sugeng,” ucap Eddy, Selasa (14/3/2023).(RED)