Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) meminta agar Rancangan Undang Undang Kewirausahaan Nasional dilakukan secara inklusif dan terarah.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pengembangan Pengusaha Nasional, Arsjad Rasjid mengatakan, cakupan Uundang Undang atas wirausaha pemula dan sosial, rencana induk dan badan yang memimpin pengembangan kewirausahaan menjadi perhatian utama Kadin untuk mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) Kewirausahaan Nasional agar inklusif dan terarah.
Hal itu pun, lanjut Arsjad, telah disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pansus RUU Kewirausahaan Nasional di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), (1/2/2018).
“Kadin menyambut positif RUU ini karena dapat menjadi landasan hukum untuk mengembangkan kewirausahaan di Indonesia yang saat ini menghadapi tantangan besar, baik tantangan yang sifatnya konvensional yang sudah disadari sejak lama, maupun tantangan baru yang muncul seiring perkembangan dunia dan teknologi,” ungkap Arsjad, Senin (05/02/2018).
Kadin, lanjut dia, telah memberi masukan-masukan untuk penajaman RUU Kewirausahaan Nasional. Ke depan, diharapkan akan ada Rencana Induk Kewirausahaan Nasional sebagai roadmap bersama, juga pembentukan lembaga yang nantinya berwenang mengurusi bidang kewirausahaan secara berkesinambungan.
Arsjad menjelaskan, Indonesia tidak hanya menghadapi tantangan kewirausahaan yang bersifat konvensional seperti peningkatan daya saing, peningkatan akses pendanaan, dan peningkatan akses ke pasar internasional, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan lain-lain. Namun, seiring perkembangan zaman, kewirausahaan nasional harus menghadapi dinamika baru yang menuntut peningkatan kemudahan berusaha, terciptanya ekosistem usaha yang inklusif dan efektif, serta kemampuan beradaptasi dan memanfaatkan kemajuan teknologi yang bersifat disruptif.
Dalam beberapa tahun terakhir, kata dia, daya saing Indonesia dalam hal kemudahan melakukan usaha sudah mulai meningkat. Hal ini tercermin dari naiknya peringkat Indonesia dalam World Bank Ease of Doing Business.
Namun, menurutnya, aspek kemudahan melakukan usaha perlu terus didorong sebagai upaya untuk membantu iklim wirausaha domestik dan meningkatkan daya saing Indonesia dalam meraih dana investasi global (foreign direct investment).
“Perkembangan teknologi juga membantu aktivitas ekonomi menjadi lebih cepat, efisien, dan masif. Dunia usaha kini harus beradaptasi dengan model bisnis yang berbeda dari sebelumnya, seperti shared economy, crowd business, big data, e-commerce, internet of things, crypto currency, cyber security, dan artificial intelligence,” ungkap dia.
Arsjad juga mengatakan, selama ini wirausaha hanya digolongkan berdasarkan skala seperti usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), ataupun sektor, geografi, dan lain-lain. Kendati demikian, ekosistem usaha yang inklusif dan efektif juga perlu didorong dengan melibatkan kategori wirausaha lain seperti wirausaha pemula dan wirausaha sosial.
“Di Indonesia, kewirausahaan sosial memang masih menjadi sebuah hal yang baru. Namun di luar negeri, perkembangannya sudah sedemikian pesat karena memiliki badan hukum yang jelas dan mendapat insentif dari Pemerintah, misalnya dalam aspek finansial, perpajakan, dan perizinan,” kata dia.
Dalam kesempatan RDPU dengan DPR, Arsjad Rasjid menyampaikan 5 (lima) pandangan Kadin atas RUU Kewirausahaan Nasional. Yang pertama adalah cakupan yang inklusif. Undang-Undang sepatutnya mengatur tentang prinsip sehingga cakupannya cukup luas agar tidak hanya menjadi payung hukum bagi wirausaha dengan skala tertentu misalnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), tetapi juga kategori wirausaha lain seperti wirausaha pemula dan wirausaha sosial.
Yang kedua adalah saling melengkapi dengan produk hukum lain. Undang-Undang Kewirausahaan Nasional melengkapi dan tidak tumpang tindih terhadap produk hukum lain seperti Undang-Undang tentang UMKM, Penjaminan, Pajak, Perbankan, dan Sistem Pendidikan Nasional, serta seluruh Peraturan di bawahnya.
Ketiga adalah rencana induk sebagai roadmap. Rencana Induk Kewirausahaan Nasional merupakan roadmap yang sangat penting atas pengembangan kewirausahaan nasional, dan dapat disusun oleh perangkat pemerintah (Kementrian atau lembaga) yang ditunjuk oleh Presiden.
Demi efektivitas implementasi UU, Rencana Induk juga perlu mencakup pembagian peran dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan lain, dan pemberian rekomendasi pembentukan Badan berdasarkan kajian teknis maupun non teknis.
Keempat adalah substansi strategis. Substansi Undang-Undang perlu dipertahankan sebagai kebijakan tertinggi yang berfungsi sebagai payung hukum, prinsip-prinsip utama, arahan strategis. Substansi lain yang berada pada tingkatan program seperti Sistem Informasi Kewirausahaan Nasional, Sistem Inovasi Nasional dan Gerakan Kewirausahaan Nasional bersifat penting namun lebih tepat diatur dalam produk hukum turunan dari UU atau dilaksanakan sebagai bagian dari implementasi.
Kelima adalah badan sebagai pelaksana amanat Undang-Undang. Undang-Undang tidak akan berfungsi efektif jika hanya dilaksanakan atau dikoordinasikan oleh perangkat setingkat Gugus Tugas atau Kelompok Kerja.
Mengingat sifat jangka panjang dan nilai strategisnya, Kewirausahaan Nasional membutuhkan bentuk kelembagaan yang memiliki otoritas, akuntabilitas, dan kemampuan operasional yang jelas.
Badan ini diharapkan akan bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan dibentuk oleh Presiden melalui Peraturan Presiden. Badan ini juga dapat merujuk kepada rekomendasi Rencana Induk Kewirausahaan Nasional. Sementara Badan dimaksud belum terbentuk, Presiden dapat menunjuk Menteri terkait untuk mengawal dan melaksanakan amanat Undang-Undang ini.
“Kami di Kadin mendorong RUU Kewirausahaan Nasional yang sejalan dengan misi Kadin untuk mengembangkan pengusaha Indonesia. Kelembagaan berupa Badan yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan memiliki otoritas, akuntabilitas, dan kemampuan operasional yang jelas, mutlak diperlukan agar Kewirausahaan Nasional dapat dikembangkan secara berkesinambungan,” pungkas Arsjad.(JR)