Presiden Joko Widodo diminta segera memerintahkan PT Tabungan dan Asuransi Pensiun atau PT Taspen (Persero) untuk segera membuat Road Map pengalihan seluruh program yabg saat ini dikelolanya, termasuk Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kematian (JKm) Aparatur Sipil Negara (ASN).
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyampaikan, dengan ditolaknya upaya pengajuan judicial review Pasal 92 dan 107 Undang Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) terhadap Pasal 23A, Pasal 28H dan Pasal 34 Undang Undang Dasar 1945 di Mahkamah Konstitusi (MK), maka Putusan MK No. 98/PUU tahun 2017 menolak seluruh permohonan Pemohon terkait JR Pasal 92 dan 107 UU ASN terhadap Pasal 23A, Pasal 28H dan Pasal 34 UUD 1945.
Putusan penolakan di MK itu membuat norma baru di Pasal 65 Undang Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) yang menyatakan paling lambat tahun 2029 PT Taspen menyerahkan Program Tabungan Hari Tua (THT), Pensiun, JKK dan JKm ke BPJS Ketenagakerjaan.
“Sebelumnya hanya program THT dan Pensiun saja yang dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan,” tutur Timboel Siregar, di Jakarta, Jumat (02/02/2018).
Dia mengatakan, dengan adanya Putusan MK no.98/PUU tahun 2017 maka PT Taspen lebih memiliki dasar hukum untuk mengelola Program JKK, JKm bagi ASN hingga paling lambat tahun 2029.
“Dengan adanya putusan MK ini maka Presiden cq. Menteri BUMN segera memerintahkan PT Taspen untuk membuat road map pengalihan 4 program tersebut ke BPJS Ketenagakerjaan sesegera mungkin,” ujar Timboel.
Selama ini, kata dia, Presiden dan para pembantunya, terutama Menko Perekonomian, Meneg BUMN, dan Menkeu, lalai untuk mengingatkan dan meminta Direksi PT Taspen untuk segera membuat road map pengalihan program yang dikelola PT Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan.
“Akibatnya amanat Pasal 65 Undang Undang BPJS dibiarkan saja oleh pemerintah untuk tidak dipatuhi oleh PT Taspen. Padahal, pembuatan road map itu diharuskan paling lambat selesai tahun 2014,” ujar Timboel.
Oleh karena itu, lanjut dia, BPJS Watch meminta Presiden dan para pembantunya untuk memerintahkan Direksi PT Taspen untuk segera membuat road map pengalihan seluruh program yang saat ini dikelola oleh PT Taspen, termasuk program JKK-JKm ASN.
“Bila tidak patuh juga, segeralah Direksi PT Taspen diganti, karena dengan sangat sadar dan terang-terangan Direksi PT Taspen seperti itu tidak mematuhi Undang Undang BPJS dan Putusan MK,” pungkas Timboel.
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan atas Pasal 92 ayat (4) dan Pasal 107 Undang-undang No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Lembaga ini menilai, substansi yang dipermasalahkan terletak pada Peraturan Pemerintah (PP).
Dwi Maryoso dan Feryando Agung Santoso selaku pemohon merasa hak konstitusinya terancam dengan Pasal 92 ayat (4) dan Pasal 107 UU ASN. Peraturan tersebut mengatakan bahwa jaminan hari tua, jaminan keselamatan kerja, dan jaminan kematian bagi ASN telah diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) No.70/2015 tentang Jaminan Keselamatan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Pegawai ASN.
Para pemohon pernah menggugat Pasal 7 PP No.70/2015 itu ke Mahkamah Agung (MA). Mereka keberatan jika jaminan keselamatan kerja dan jaminan kematian dikelola oleh PT. TASPEN. PP tersebut dianggap telah bertentangan dengan UU Sistem Jaminan Sosial, UU Badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) dan UU ASN.
Namun dalam putusan No. 32P/HUM/2016, MA menolak gugatan mereka dengan alasan PP tersebut mendapat mandat dari Pasal 92 ayat (4) dan Pasal 107 UU ASN. MA berpendapat, jaminan keselamatan kerja dan jaminan kematian yang dikelola oleh PT TASPEN sudah tepat secara norma hukum.
Karena itu, para pemohon menginginkan agar frasa “diatur dalam Peraturan Pemerintah” pada Pasal 92 ayat (4) dan Pasal 107 UU ASN, dibatalkan dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Terhadap keinginan para pemohon, MK menegaskan bahwa PP adalah peraturan khusus yang dibentuk oleh presiden untuk menjalan undang-undang sebagaimana mestinya. Dengan demikian, secara formal, pendelegasian tugas kepada PP tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Namun jika di kemudian hari terdapat masalah dalam PP tersebut, karena tidak menjalankan amanat sesuai dengan UU di atasnya, maka menjadi tugas MA untuk menguji materinya.
Hakim Saldi Isra dalam sidang perbaikan pemohon pernah mengingatkan agar berhati-hati dalam menguji pasal tentang PP, karena bisa jadi permasalahan sesungguhnya terletak pada PP itu sendiri. Persoalan tersebut seharusnya diajukan ke MA, bukan ke MK.
“Jadi, bukan pasalnya yang bermasalah. Tapi PP-nya. Saudara harus berhati-hati terhadap konsekuensi dari permohonan ini karena jika yang bermasalah adalah PP, itu diuji di MA,” kata Saldi.
Mengenai dalil pemohon yang mempertentangkan Pasal 7 PP No.70/2015 dengan UU BPJS, MK berpandangan hal tersebut tidak tepat. PT TASPEN merupakan penyelenggara jaminan keselamatan kerja dan jaminan kematian bagi ASN dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang diamanatkan langsung oleh UU BPJS.
BPJS memberi mandat kepada PT TASPEN sampai dengan tahun 2029. Namun para pemohon tidak menyertakan gugatan pada pasal-pasal di UU BPJS, sehingga MK merasa tidak berwenang untuk membuat keputusan.(JR)