Pada Senin 27 Februari 2023, Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jamidum), Dr Fadil Zumhana, menyetujui 6 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice.
Satu, Tersangka Andi Kurnia Bin Jalaludin dari Kejaksaan Negeri Kota Tasikmalaya yang disangka melanggar Pasal 367 KUHP Ayat (2) juncto Pasal 362 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian.
Dua, Tersangka Nur Alala Binti Juardi dari Kejaksaan Negeri Majalengka yang disangka melanggar Pasal 406 KUHP tentang Perusakan dan Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tiga, Tersangka Imam Debiansyah Panjaitan Alias Imam dari Kejaksaan Negeri Labuhanbatu yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang Pengancaman atau Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2016 atas Perubahan Kedua Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-undang.
Empat, Tersangka Helio Maria Pinto Soares dari Kejaksaan Negeri Kota Kupang yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Lima, Tersangka Samuel Lende alias Sam dari Kejaksaan Negeri Sumba Timur yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Enam, Tersangka Yesaya Kay alias Lali Lay dari Kejaksaan Negeri Alor yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian di mana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jamidum), Dr Fadil Zumhana, kepada para Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.(RED)