JAM Pidsus Ungkap Lima Kekeliruan Hakim Saat Memutus Bebas Tujuh Terdakwa Kasus Kredit Bank Mandiri 

JAM Pidsus Ungkap Lima Kekeliruan Hakim Saat Memutus Bebas Tujuh Terdakwa Kasus Kredit Bank Mandiri 

- in HUKUM
472
0

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) M Adi Toegarisman menyatakan pihaknya akan menempuh langkah kasasi pasca diputus bebasnya ketujuh terdakwa kasus dugaan korupsi kredit fiktif Bank Mandiri cabang Bandung oleh Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung.

Menurutnya, hal itu dilakukan untuk menyelamatkan kerugian Negara yang terbukti dalam kasus tersebut.

“Apapun putusan pengadilan kami hormati. Tapi menghormati itu bukan berarti kami terima, karena ada perbedaan pandangan antara Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Majelis Hakim,” kata M Adi Toegarisman kepada wartawan, Rabu (09/01/2019).

Adi menjelaskan, ada lima kekeliruan hakim dalam memutus bebas tujuh terdakwa kasus kredit fiktif Bank Mandiri oleh PT Tirta Amarta Bottling (TAB).

Lima alasan ini adalah perbedaan mendasar antara pandangan JPU dan Mjelis Hakim yang menyidangkan kasus.

Pertama, hakim berpendapat tidak ada kerugian keuangan Negara karena yang dihitung Badan Pemerikaa Keuangan (BPK) adalah berapa jumlah utang PT TAB ke Bank Mandiri. Sebaliknya JPU menyatakan audit yang dilakukan BPK atas permintaan penyidik untuk menghitung kerugian Negara bukan menghitung utang PT TAB.

“Dokumen BPK pun secara tegas menyebutkan ada kerugian Negara. Proses BPK menghitung atas dasar permintaan penyidik untuk menghitung kerugiannya,” ujarnya.

Lalu kedua, Majelis Hakim beranggapan PT TAB sebetulnya masih bisa merekstrurisasi kreditnya ke Bank Mandiri, kendati kemampuan bayar hanya Rp 7 juta per bulan.

“Kami malah bertanya, bagaimana merestrukturisasi kalau sejak 2014 pembayaran kredit tersendat? Bahkan pada 2016 dikatakan kolektibilitas nilai 5 (macet). Utang Rp 1,8 triliun, tetapi pembayaran cicilan Rp 7 juta/bulan. Bagaimana dikatakan mau direstrukturisasi,” paparnya.

Ketiga, berdasarkan SOP Bank Mandiri, ketika kredit di atas Rp 50 miliar, maka yang berhak memverifikasi adalah kantor akuntan publik (KAP).

“Bagaimana peran kontrol Bank dilimpahkan ke pihak ketiga,” katanya.

Keempat, pertimbangan Majelis Hakim tentang jaminan dari PT TAB. Fakta hukum di persidangan, jaminan utang PT TAB berbentuk tagihan yang berada di berbagai pihak. Ternyata saat penyidik memeriksa piutang PT TAB, semua tagihan itu bohong atau fiktif.

“Ini kredit modal kerja (KMK). Jaminan KMK itu tidak dilihat dari piutang perusahaan itu ke pihak lain,” ujarnya.

Kelima putusan hakim menyebutkan barang bukti yang disita Kejaksaan harus dikembalikan ke tempat asal dimana barang bukti itu disita.

“Kalau putusan itu diikuti, siapa yang mengembalikan utang PT TAB ke Bank Mandiri,” tegasnya.

Dia menilai prinsip dari Kejaksaan bagaimana mempertahankan pembuktian di proses penyidikan, penuntutan dan persidangan. “Bagaimana kami menyita aset PT TAB. Kami punya bukti siapa yang punya aset,” ungkapnya.

Apalagi, tegas Adi dalam persidangan terbukti bahwa KMK tidak digunakan sebagai modal kerja, tapi dibelikan aset dan sebagainya.

“Lima poin ini secara detail akan kami ungkap di memori kasasi kami. Kami berharap ini jadi pertimbangan Hakim Agung dan kami yakin hakim kasasi akan sepakat dengan kami,” ujarnya.

Sebelumnya, Majelis Hakim memutus bebas tujuh terdakwa kredit fiktif Bank Mandiri yang ditaksir merugikan keuangan Negara hingga Rp1,8 triliun. Awalnya, lima terdakwa yang merupakan pegawai Bank Mandiri diputus bebas. Setelah itu, giliran Direktur Utama PT TAB Roni Tedi dan pegawainya, Juventius, yang diputus bebas oleh hakim.(Richard)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Kisruh Dugaan Kecurangan Pemilihan Rektor Universitas Negeri Makassar

Tim Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset