Jaksa Agung HM Prasetyo memerintahkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus), Arminsyah untuk memantau penyidikan kasus kredit korupsi fiktif Koperasi Karyawan (Kopkar) Pertamina UPMS-1 pada BRI Agro Cabang S Parman, Medan, sebesar Rp 25 miliar.
“Pasti didalami kasus kredit korupsi fiktif itu,” katanya di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (20/10/2017).
Menurut Prasetyo, pihaknya tidak pernah menghentikan satu kasus kalau memang masih ada keterlibatan pihak lain. “Kalau perlu 10 (tersangkanya),” ujarnya.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) dalam putusan kasasinya menolak permohonan Kepala Cabang Pembantu Bank BRI Agroniaga Tbk Medan, Sri Muliani, hingga harus menjalani hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan.
Pertimbangan hakim kasasi atas perkara itu, menyatakan masih ada keterlibatan pihak lain diantaranya Zuhri Anwar, Direktur Bisnis Bank BRI Agroniaga yang bertanggung jawab atas kredit macet tersebut. Dalam pertimbangan itu juga menyebutkan Sri Muliani tidak ada menerima uang dari kredit tersebut dikuasai oleh Khaidar Aswan (Ketua Kopkar Pertamina UPMS-1).
Di tingkat pertama, Khaidar Aswan divonis 11 tahun penjara dan mantan Accounter Officer BRI Agro, Bambang Wirawan dengan empat tahun penjara.
Kuasa hukum Sri Muliani, Erdi Surbakti menyebutkan Zuhri Anwar sesuai bukti surat melakukan perubahan kebijakan kredit dari sebelumnya pola “exsecuting” (pinjaman dengan jaminan) yang diproses pada Mei 2012 kepada pola kredit “chenneling” (tanpa jaminan) pada Juli 2012 sesuai rekomendasi dan disposisi dari Indra dan Witri dari kantor pusat Bank BRI Agroniaga Tbk.
Yang bersangkutan menyetujui dan menandatangani pola kredit chenneling, penandatanganan perjanjian kredit (PKS), pemberian surat kuasa direksi kepada pengurus Kopkar Pertamina dan pencairan tahap I/take over ke Bank ICB Bumi Putra sebesar Rp 10 miliar.
“Kesemuanya bertentangan dengan ketentuan perbankan namun sampai saat ini (Zuhri Anwar) belum tersentuh oleh proses hukum dan diduga ada yang melindungi,” katanya.
Kasus tersebut bermula atas permohonan dari Kopkar Pertamina Medan pada 4 Juni 2012 yang ditandatangani Khaidar Aswan, dengan pola exsecuting ke kantor cabang dan pusat bank. Namun pola itu tidak bisa direalisasikan mengingat koperasi tersebut tidak memiliki jaminan sesuai ketentuan kredit.
Kemudian pada 9 Juli 2012 atas persetujuan Zuhri Anwar kepada Indra dan Witri (pegawai BRI Agro pusat) yang disebut bersama-sama dalam perkara itu, melakukan kunjungan nasabah ke Medan dan bertemu dengan pengurus Kopkar Pertamina.
Namun ketika dokumen permohonan kredit tersebut belum ada, Zuhri Anwar menyetujui kelayakan permohonan kredit tersebut.
“Zuhri Anwar melakukan/menyetujui pencairan tahap I/take over kredit ke Bank ICB Bumi Putra sebesar Rp 10 miliar dengan dokumen belum lengkap,” ujarnya.
Menurutnya, dari fakta ini menunjukkan tidak ada kewenangan Sri Muliani sebagai pihak yang harus bertanggung jawab dalam kredit macet ini.
“Bahwa Sri Muliani menerima Surat Kuasa Nomor 226/SK-DIR.04/XII/2012 tanggal 19 Desember 2012 dari Zuhri Anwar. Artinya surat kuasa itu menjadi landasan pencairan dan penandatanganan kredit,” katanya.
Selain itu, Erdi Surbakti tidak melihat dalam berkas dakwaan adanya hasil pemeriksaan dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OKJ).(Richard)