Viral foto ‘Jamuan Makan Siang’ tersangka kasus dugaan suap pemberian surat jalan dan penghapusan red notice kepada buronan kakap Djoko Soegiarto Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte, Brigjen Pol Prasetijo Utomo, bersama pengusaha Tommy Sumardi di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).
Segudang opini menyembur di masyarakat atas beredarnya foto terkait kasus yang membetot perhatian masyarakat itu.
Jaksa Agung Republik Indonesia Dr Sanitiar Burhanuddin terusik dengan peredaran foto itu. Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) itu pun segera memerintahkan tim untuk memeriksa kebenaran informasi itu.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum) Hari Setiyono mengungkapkan, begitu mengetahui foto tersebut, Jaksa Agung ST Burhanuddin tidak berdiam diri.
“Pak Jaksa Agung langsung memerintahkan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung (Jamwas) untuk melakukan pemeriksaan atau klarifikasi. Dan pada Senin, 19 Oktober 2020, langsung dilakukan pemeriksaan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (kajari Jaksel) dan Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kasi Pidsus Kejari Jaksel),” ungkap Hari Setiyono, Rabu (21/10/2020).
Hari Setiyono memaparkan, terkait dengan postingan tersebut dapat dijelaskan, adalah benar telah dilaksanakan pelimpahan berkas tahap kedua (II) yaitu penyerahan Tersangka dan Barang Bukti dalam perkara tindak pidana korupsi gratifikasi penghapusan red notice yang melibatkan Tersangka NB (Irjen Pol Napoleon Bonaparte), PU (Brigjen Pol Prasetijo Utomo ) dan TS (Pengusaha Tommy Sumardi), dan yang dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 16 Okktober 2020 sekira pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB.
“Karena sampai dengan pukul 12.00 WIB serah terima tersebut belum selesai dan terjeda dengan shalat Jum’at dan waktu makan siang, maka sesuai dengan prosedur yang berlaku di Kejaksaan Republik Indonesia, kepada para Tersangka yang diserahterimakan, diberikan jatah makan siang mengingat sudah waktunya makan siang. Dan apalagi terhadap Tersangka dilakukan penahanan Rutan, bisa dipastikan tidak akan mendapat jatah makan siang di Rutan, karena posisi Tersangka sedang ada di luar Rutan,” tutur Hari Setiyono.
Menurutnya, kegiatan makan siang para Tersangka yang sempat difoto dan di-posting di media sosial oleh pengacara Tersangka TS tersebut, dilakukan di ruang pemeriksaan atau ruang serah terima Tersangka.
“Yaitu di Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, bukan di rumah makan atau restoran,” jelasnya.
Hari melanjutkan, makanan yang diberikan kepada para Tersangka pun adalah makanan yang sesuai dengan pagu anggaran yang ada di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Dan kebetulan pada saat itu makanan yang diberikan dipesan dari kantin yang ada di lingkungan kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Pemberian jatah makan siang untuk para Tersangka adalah kewajiban aparat Kejaksaan Republik Indonesia, yang menerima serah terima Tersangka dan Barang Bukti yang pelaksanaannya lewat dari jam makan siang.
“Terlebih, apabila Tersangka dalam status tahanan Rutan, sehingga hal tersebut bukan merupakan jamuan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan kepada para Tersangka, yang notabene perwira tinggi di Kepolisian Republik Indonesia,” tuturnya.
Hari Setiyono memastikan, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kajari Jaksel) Anang Supriatna, tidak melakukan pelanggaran dalam pemberian makan siang itu.
“Dan tidak lebih karena Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan telah memperoleh predikat Wilayah Bebas Korupsi (WBK)/Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) sehingga pelayanan publik menjadi prioritas utama,” ujarnya.
Kendati demikian, terhadap beredarnya postingan dan pemberitaan yang menyudutkan Kejaksaan Republik Indonesia, akan dilakukan klarifikasi oleh Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung (Jamwas).
Jamwas akan mengecek apakah terdapat pelanggar prosedur oleh Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan jajarannya terhadap penanganan atau perlakukan Tersangka pada saat serah terima tahap kedua (II) tersebut.
“Dengan penjelasan ini, kiranya dapat meluruskan pemberitaan yang bersumber dari postingan di media sosial tersebut, yang terkesan memberikan layanan khusus kepada para Tersangka,” ujar Hari Setiyono.
Jamuan makan siang mendadak viral setelah Kuasa Hukum tersangka kasus dugaan suap pemberian surat jalan dan penghapusan red notice kepada buronan kakap Djoko Soegiarto Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte, yakni Petrus Bala Pattyona, mengunggah foto ‘acara makan siang bersama’ Brigjen Pol Prasetijo Utomo, Irjen Pol Napoleon Bonaparte, bersama pengusaha Tommy Sumardi dan dirinya.
Dalam unggahannya itu, pria yang mengaku sebagai pengacara itu mengunggah momen foto-foto saat Kajari Jakarta Selatan menjamu ketiga tersangka saat proses pelimpahan berkas perkara tahap II.
“Sejak saya menjadi pengacara tahun 1987, baru sekali ini di penyerahan berkas perkara tahap dua – istilahnya P21, yaitu penyerahan berkas perkara berikut barang bukti dan tersangkanya dijamu makan siang oleh kepala kejaksaan,” tulis Petrus sebagaimana dikutip dari akun Facebooknya.
“Jumat 16/10 tepat jam 10 para penyidik Dittipikor Bareskrim bersama tiga tersangka (Brigjen Pol. Prasetijo Utomo, Irjen Pol. Napoleon Bonaparte dan pengusaha Tommy Sumardi) dalam kaitan penghapusan red notice Joko S. Chandra tiba di Kejaksaan Negeri Jaksel,” tambahnya.
Dalam unggahan itu, Petrus mengungkapkan Kajari Jakarta Selatan juga sempat meminta maaf kepada ketiga tersangka red notice saat hendak diminta memakai rompi tahanan.
“Seusai makan siang Kajari menghampiri kami dan menyerahkan baju tahanan Kejaksaan ke kedua TSK, sambil menjelaskan, mohon maaf ya jenderal, ini protap dan aturan baku sebagai tahanan kejaksaan. Kedua Tsk langsung menerima, membuka baju dinas untuk mengenakan baju tahanan, karena Pak Kajari bilang dipakai sebentar karena di loby banyak wartawan yang meliput dan ini demi kebaikan Bersama,” tulisnya.
Petrus Bala Pattyona, kuasa hukum Irjen Pol Napoleon Bonaparte menyampaikan bahwa jamuan makan yang diberikan Kejari Jakarta Selatan saat penyerahan tersangka dan barang bukti (pelimpahan tahap II) pada Jumat (16/10) adalah hal biasa.
“Itu acara P21 Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte di Kejaksaan Jaksel lalu, pas makan siang sesudah Shalat Jumat, kami dikasih soto betawi. Padahal biasa-biasa saja, cuma jadi heboh seolah-olah perlakuan istimewa,” jelas Petrus.
Hal ini menyulut sorotan masyarakat terkait kinerja Kejaksaan dan Kepolisian. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai perjamuan antara Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kajari Jaksel) Anang Supriatna dan Brigjen Pol Prasetijo Utomo serta Irjen Pol Napoleon Bonaparte janggal.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebut, tindakan tersebut diduga telah bertentangan dengan Pasal 5 huruf a Peraturan Jaksa Agung Tahun 2012 tentang Kode Perilaku Jaksa.
“Dalam aturan tersebut ditulis bahwa jaksa wajib menjunjung tinggi kehormatan dan martabat profesi dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya dengan integritas, profesional, mandiri, jujur dan adil,” ujarnya.
Pertanyaan sederhana terkait dengan perjamuan tersebut, kata Kurnia, adalah apakah perlakuan itu dilakukan terhadap seluruh tersangka yang ada pada wilayah kerja Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan atau tidak.
Sebelumnya juga, publik menyoroti adanya pengenaan borgol bagi masyarakat yang terjerat hukum, sedangkan para jenderal itu tidak dikenakan borgol.
Demikian pula, adanya informasi bahwa Barang Bukti dari henpon milik tersangka Jaksa Pinangki Sirna Malasari hilang. Rangkaian ini semua, menimbulkan pro kontra, praduga dan prediksi atas pengusutan kasus ini.
Apakah jenderal dan pejabat diperlakukan berbeda di muka hukum dibandingkan masyarakat biasa? Masyarakat harus terus turun tangan untuk mengawasi dan memastikan proses penegakan hukum.(JR)