Jaksa Agung Republik Indonesia, Prof ST Burhanuddin tengah mengkaji penerapan Hukuman Mati bagi koruptor.
Hal itu disampaikan Jaksa Agung Burhanuddin lewat Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum), Leonard Eben Ezer Simanjuntak.
“Jaksa Agung Republik Indonesia prihatin dengan kondisi yang ditimbulkan para pelaku tindak pidana korupsi bagi masyarakat dan Negara,” ujar Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada wartawan, Jumat (29/10/2021).
Mantan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat (Wakjati Pabar) ini menegaskan, rencana penerapan Hukuman Mati bagi para pelaku tindak pidana korupsi itu disampaikan Jaksa Agung Burhanuddin saat melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) ke Kalimantan Tengah, pada Kamis, 28 Oktober 2021.
Dalam kunker itu, Jaksa Agung Burhanuddin menggelar briefing dengan para Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati), Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri (Kacabjari).
“Keprihatinan Jaksa Agung itu diungkapkan pada kesempatan briefing kepada Kajati, Wakajati, para Kajari dan Kacabjari dalam rangka kunjungan kerja di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah,” sebut Leonard Eben Ezer Simanjuntak.
Leonard menjelaskan, Jaksa Agung Burhanuddin menyatakan kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya sebesar Rp 16,8 triliun dan PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (PT Asabri) sebesar Rp 22,7 triliun, sangat memprihatinkan.
Kasus korupsi PT Jiwasraya dan kasus korupsi PT Asabri itu tidak hanya menimbulkan kerugian Negara, namun sangat berdampak luas baik kepada masyarakat maupun para prajurit.
Perkara Jiwasraya menyangkut hak-hak orang banyak dan hak-hak pegawai dalam jaminan sosial, demikian pula perkara korupsi di PT Asabri terkait dengan hak-hak seluruh prajurit. Di mana ada harapan besar untuk masa pensiun dan untuk masa depan keluarga mereka di hari tua.
Oleh karena itu, Jaksa Agung sedang mengkaji kemungkinan penerapan hukuman mati guna memberikan rasa keadilan dalam penuntutan perkara dimaksud.
“Tentunya penerapannya harus tetap memperhatikan hukum positif yang berlaku serta nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM),” katanya.
Selain itu, lanjut Leonard, Jaksa Agung juga menyampaikan kemungkinan konstruksi lain yang akan dilakukan, yaitu bagaimana mengupayakan agar hasil rampasan juga dapat bermanfaat langsung dan adanya kepastian baik terhadap kepentingan pemerintah maupun masyarakat yang terdampak korban dari kejahatan korupsi.
Dalam kunjungan kerjanya ke Kalimantan Tengah pada Kamis, 28 Oktober 2021, Jaksa Agung Burhanuddin menyebut, banyak perilaku tindak pidana korupsi yang sudah merenggut hak dan kehidupan masyarakat.
“Seperti kasus Jiwasraya, yang merugikan Negara Rp 16, 81 triliun. Dan kasus Asabri sebesar Rp 22,78 triliun. Itu adalah contoh. Tidak hanya merugikan Negara, tapi juga berdampak luas, baik kepada masyarakat maupun para prajurit,” ujar Burhanuddin.
Namun demikian, kepada jajaran Korps Adhyaksa, Jaksa Agung Burhanuddin memastikan penerapannya tetap memperhatikan Hukum Positif yang berlaku, serta nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM).
Selain itu, lanjut mantan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) itu, dirinya juga menyampaikan kemungkinan konstruksi lain yang akan dilakukan.
“Dalam hal ini, bagaimana mengupayakan agar hasil rampasan juga dapat bermanfaat langsung. Serta, tentunya pula adanya kepastian, baik terhadap kepentingan Pemerintah maupun Masyarakat yang terdampak korban dari kejahatan korupsi,” tandas Burhanuddin.
Mengenai Hukuman Mati bagi koruptor, sudah diatur dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi atau UU Tipikor No. 31 Tahun 1999, yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.(J-RO)