Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) menyatakan, pemberian Bantuan Sosial atau Bansos untuk kaum Nelayan kurang mampu di seluruh Indonesia mesti tetap dilakukan.
Kemudian, pemberlakuan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen mulai 1 April 2022 mesti dalam kerangka untuk memperkuat perekonomian yang mandiri dengan penguatan perlindungan sosial bagi masyarakat.
Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Siswaryudi Heru mengatakan, menjelang Bulan Puasa dan Hari Raya Idul Fitri yang sebentar lagi akan dilaksanakan, Pemerintah perlu melakukan langkah strategis untuk membantu masyarakat.
“HNSI terus mendukung pemberian bantuan sosial untuk kaum nelayan kurang mampu yang ada di seluruh Indonesia. Menghadapi bulan puasa dan Lebaran, penguatan Bansos akan menjadi langkah strategis Pemerintah yang sangat membantu masyarakat,” tutur Siswaryudi Heru, di Jakarta, Rabu (30/03/2022).
Sedangkan untuk kenaikan Tarif PPN yang akan dilakukan Pemerintah per 1 April 2022, Siswaryudi Heru menyampaikan, setelah pihaknya berdiskusi dengan Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo, HNSI dapat memahami rencana kenaikan Tarif PPN menjadi 11 persen.
“HNSI mendukung penuh amanat Undang-Undang ini, karena mempunyai tujuan mulia yaitu memperkuat Sistem Perpajakan agar lebih kuat dan mandiri,” sebutnya.
Oleh karena itu, dikatakan Siswaryudi Heru, HNSI mendukung pemberian insentif dan fasilitas untuk meningkatkan kesejahteraan kaum nelayan di seluruh Indonesia.
“Khususnya pemberian fasilitas PPN untuk barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan. Kami juga mengharapkan penguatan akses kepada permodalan usaha,” ujar Siswaryudi Heru.
Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia juga mendukung penuh upaya Pemerintah dalam membantu masyarakat mewujudkan sistem perpajakan yang adil, sehat, akuntabel, dan sederhana, melalui pembentukan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Undang-Undang itu diharapkan mampu menjadi pondasi dan instrumen untuk mencapai kepatuhan pajak sukarela yang optimal.
Sesuai amanat UU HPP, Pemerintah akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen mulai 1 April 2022. Hal itu sebagai bagian dari reformasi perpajakan.
Walaupun situasi perdagangan global yang kurang kondusif, dan berimbas pada kenaikan inflasi global, Kadin Indonesia sebagai organisasi yang mewadahi pelaku usaha berbagai sektor di Indonesia senantiasa bekerja sama dengan Pemerintah.
“Ini untuk mewujudkan iklim usaha yang kondusif, sehat, dan berdaya saing demi mencapai tujuan dan cita-cita NKRI yaitu masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera,” ujar Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid, dalam konferensi pers virtual, Selasa (15/3).
Menurutnya, kenaikan tarif PPN merupakan upaya Pemerintah membantu meningkatkan Penerimaan Negara dan menekan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke angka maksimal 3 persen pada 2023.
Hal ini mencerminkan dukungan masyarakat dan semangat gotong royong untuk membiayai pembangunan dan pemulihan ekonomi yang lebih merata dan adil.
Arsjad menjelaskan, inflasi yang terjadi di Indonesia berimbas pada kenaikan harga bahan pokok belakangan tidak disebabkan oleh kenaikan PPN.
Kenaikan bahan pokok itu lebih disebabkan oleh situasi dunia politik yang tidak stabil, yaitu terdapat konflik antara Rusia dan Ukraina, menyebabkan instabilitas perdagangan global.
Tantangan logistik dunia akibat terganggunya sistem rantai pasok selama pandemi juga menjadi salah satu penyebab kenaikan harga angkutan logistik yang berdampak pada kenaikan harga bahan baku.
“Kadin Indonesia merekomendasikan agar seluruh barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial, dan aktivitas ekonomi strategis lainnya tetap mendapatkan fasilitas pembebasan PPN,” ujarnya.
Menurut Arsjad, upaya Pemerintah mengenakan PPN Final dengan tarif rendah dan administrasi yang sederhana di UU HPP agar segera dilaksanakan untuk membantu pelaku usaha, khususnya UMKM. Terlebih dengan adanya PTKP untuk WP OP UMKM sebesar Rp 500 juta setahun.
Saat ini, kata dia, pemberdayaan UMKM dan koperasi dalam rantai pasok bahan pangan sangat perlu dilakukan untuk menjaga ketersediaan pangan ditingkat konsumen agar stabilitas harga pangan tetap terjaga.
“Harapan kami, seiring penerapan kebijakan tarif PPN 11 persen pada 1 April 2022, Pemerintah secara bersamaan dapat memperkuat Program Perlindungan Sosial, karena situasi bulan puasa dan lebaran yang memerlukan dukungan agar harga-harga kebutuhan masyarakat lebih terjangkau,” tuturnya.
Kadin juga mengusulkan agar dapat diberikan fasilitas PPN DTP (Ditanggung Pemerintah). Terutama untuk barang kebutuhan pokok yang belum mendapat fasilitas, seperti minyak goreng, dan gula pasir.
Arsjad menilai, dukungan Pemerintah dalam bentuk tambahan nilai Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat yang kurang mampu masih diperlukan selama inflasi global ini berlangsung.
Di saat yang sama, Kadin Indonesia juga mengajak seluruh anggota untuk berkomitmen tidak menaikkan harga barang dan jasa pada saat kenaikan tarif PPN ini.
“Dan turut membantu Pemerintah dan masyarakat agar di pasar tetap tersedia barang dengan harga terjangkau untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan baik,” tandasnya.
Pemerintah tengah mendorong reformasi APBN untuk mendukung reformasi struktural. Salah satunya adalah di bidang pendapatan Negara melalui disahkannya Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Di antara berbagai isu penting di dalamnya, UU HPP mereformasi sistem Pajak Pertambahan Nilai (PPN) agar lebih berkeadilan dan mampu mengkapitalisasi potensi ekonomi ke depan.
“Reformasi PPN utamanya ingin mencapai dua hal, yaitu mampu mengantisipasi perubahan struktur ekonomi ke depan dan tetap menjaga distribusi beban pajak yang adil bagi seluruh masyarakat Indonesia,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengungkapkan, Pokok perubahan PPN dalam UU HPP yang krusial adalah perluasan basis PPN melalui refocusing pengecualian dan fasilitas PPN, kenaikan tarif PPN secara bertahap, dan penerapan PPN final.
Menurut Suryo, perluasan basis PPN melalui refocusing pengecualian dan fasilitas PPN ditujukan agar fasilitas PPN lebih adil dan tepat sasaran.
“Dalam UU HPP, perluasan basis PPN untuk optimalisasi penerimaan Negara tetap mempertimbangkan asas keadilan dan kemanfaatan. Khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum dan asas kepentingan nasional. Hal ini sejalan dengan prinsip perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum,” ujarnya.(JRO)