Kejaksaan Agung mengumumkan hendak melaksanakan eksekusi terhadap para terpidana hukuman mati untuk Gelombang III di masa HM Prasetyo menjabat sebagai Jaksa Agung. Namun, mengenai kapan dan bagaimana, pihak Kejaksaan Agung belum bisa memastikan.
Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum), Noor Rachmad mengatakan, sejauh ini belum bisa memastikan nama-nama para terpidana mati yang akan segera dieksekusi. Demikian pula dengan waktu dan tempat pelaksanaan eksekusinya.
“Saya sampaikan di sini, itu belum benar karena belum ditentukan. Kami belum menentukan siapa dan kapan eksekusi mati,” kata Noor Rachmad di Kejagung, Jakarta, Jumat (13/5/2016).
Menurut Noor, Kejagung belum menentukan syarat dan teknis eksekusi mati. Ketika ditanya oleh awak media soal kabar pelaksanaan eksekusi mati oleh Kepolisian yang akan dilakukan dalam waktu dekat, Noor pun menepisnya.
“Biar saja, kami yang tentukan dan eksekusi, mereka membantu untuk menembak saja. Belum ditentukan semua,” tegas dia.
Terkait isu sejumlah nama terpidana yang akan dieksekusi mati telah dipindahkan ke Nusakambangan, Noor Rachmad mengaku tidak tahu menahu.
“Di mana-mana. Silakan cek apakah kebenarannya mereka sudah di Nusakambangan. Saya enggak tahu,” ucapnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo memastikan, seluruh terpidana hukuman mati yang akan dilakukan eksekusi adalah para terpidana kejahatan kasus Narkoba. Terpidana yang masuk daftar eksekusi mati itu antara lain terpidana mati Freddy Budiman dan Mary Jane.
“Saya akan desak untuk Freddy pun segera dieksekusi. Freddy Budiman termasuk target kita, kita akan desak itu,” ungkap Prasetyo sebelum rapat paripurna di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/5/2016).
Prasetyo mengungkapkan, selama ini Freddy mengatakan akan menggunakan hak hukum tersisa yaitu PK (Peninjauan Kembali). Namun, tidak pernah ada kepastian soal proses itu. Alasan itu dianggap dapat meloloskan dia dalam eksekusi dua gelombang sebelumnya.
“Waktu itu kan dia katakan akan mengambil hak hukum PK, tapi harus segera dipastikan kapan mengajukan PK. Kita nggak bisa nunggu lama-lama,” ujar Prasetyo.
Jaksa Agung mengatakan, untuk Freddy Budiman,selain mendapat hukum mati, tujuh hak Freddy juga dicabut, yaitu, pertama, mencabut hak komunikasi terdakwa; kedua, Pencabutan hak untuk menjabat segala jabatan; ketiga, Hak untuk masuk ke dalam institusi angkatan bersenjata; keempat, Hak memilih dan dipilih dalam proses demokrasi, kelima, Hak untuk menjadi penasihat atau wali pengawas bagi anaknya; keenam, Hak penjagaan anak, dan ketujuh, Hak mendapatkan pekerjaan.
Selain Freddy Budiman, dijelaskan Jaksa Agung, sebagian nama terpidana yang dikenal sebagai Kelompok Tangerang Nine juga santer disebut akan dieksekusi mati. Mereka adalah sembilan orang akan dihukum mati karena membuat pabrik narkoba terbesar ketiga di dunia yang berlokasi di Tangerang. Kelompok ini dikenal bandel karena Ketua Kelompok Tangerang Nine, Benny Sudrajat malah terjun kembali mengendalikan jaringannya untuk membuat pabrik narkoba dari balik jeruji besi.
Sementara itu, terpidana mati asal Filipina, Mary Jane juga masuk dalam daftar eksekusi mati gelombang tiga ini. Pada eksekusi gelombang ke-II, Mary Jane juga berhasil lolos karena masih ada upaya hukum. Namun, sampai saat ini, menurut Jaksa Agung, Kejaksaan Agung masih menunggu selesainya proses hukum di Filipina.
“Ya nanti kita tanya ke pemerintah Filipina karena proses hukumnya di sana. Sudah kita tanya tapi mereka katakan masih dalam proses,” kata Prasetyo.(Richard)