Hendak Diberhentikan Mengajar, Kepala Sekolah Sodorkan Dokumen, Guru Honorer K2 Melawan

Hendak Diberhentikan Mengajar, Kepala Sekolah Sodorkan Dokumen, Guru Honorer K2 Melawan

- in HUKUM
723
0
Kepala Sekolah SMPN 84 Jakarta Utara, Sukirno: BAP itu sudah menjadi tradisi. Guru kurang enak mengajar aja saya BAP. Bagi saya BAP itu sudah menjadi kewajiban bapak kepada anak untuk pembinaan.

Kebingungan hendak menyetop aksi menuntut pengangkatan status Pengawai Negeri Sipil (PNS) bagi guru honorer K2, Kepala Sekolah SMPN 84, Jakarta Utara Sukirno menyodorkan sebundel dokumen berupa Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada guru honorer K2 Sugianti.

 

Aksi intimidasi terhadap guru honorer K2 tidak berhenti dilakukan oleh pejabat Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta. Aksi itu terus terjadi lantaran ada dugaan sejumlah kebobrokan dilakukan oknum pejabat Dinas Pendidikan DKI Jakarta di rejim Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang mempermainkan para guru honorer K2 dalam pengangkatan CPNS.

 

Sugianti, Guru SMP N 84 Jakarta yang merupakan guru honorer K2 mengaku sering mengalami intimidasi dari pihak Kepala Sekolah dan jajarannya, lantaran mendapat perintah dari pejabat Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk menghentikan Sugianti dkk yang melakukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur atas status para guru honorer K2 yang dipermainkan oleh pejabat Dinas Pendidikan DKI Jakarta.

 

Sugianti mengungkapkan, selain diintimidasi secara lisan, Kepala Sekolah tempatnya mengajar yakni Sukirno juga berupaya memaksa Sugianti untuk meneken sebundel dokumen berisi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang intinya meminta Sugianti berhenti melakukan gugatan di PTUN dengan cara mencabut gugatannya dan membuat pengakuan bersalah serta pengajuan permohonan maaf. Jika dokumen itu disetujui, ungkap Sugianti, maka dirinya tidak akan diintimidasi lagi dan statusnya sebagai guru honorer akan dilanjutkan di sekolah, dengan status sebagai guru kontrak.

 

“Saya tidak mau menandatangani. Sebab saya tidak bersalah. Adalah hak saya untuk menuntut agar saya ditetapkan sebagai PNS, dikarenakan semua persyaratan telah saya penuhi dan saya sudah dinyatakan lolos, namun sampai sekarang tidak kunjung diangkat sebagai PNS,” tutur Sugianti di Kantor DPP SBSI, Jalan Tanah Tinggi II Nomor 25, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, Selasa (17/01/2017).

 

Karena tidak mau meneken bundelan dokumen abal-abal itu, maka per Januari 2017 Sugianti pun tidak dikasih mengajar lagi di SMPN 84, Jakarta Utara.

 

“Kata Kepala Sekolah, telah dikirimkan guru pengganti untuk menggantikan saya,” ujarnya.

 

Sugianti mengatakan, ada tujuh orang guru yang dikirimkan oleh Kasi SDM Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Amin Fatkhurohman ke sekolah tersebut. Namun ia belum mengetahui mata pelajaran yang akan diajarkan oleh ketujuh guru tersebut. Sementara itu, menurut Sugiarti, guru yang dibutuhkan di sekolah tersebut adalah guru Pendidikan Lingkungan Kebudayaan Jakarta (PLKJ), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Olahraga, Matematika dan guru Seni Budaya.

 

Matapelajaran yang selama ini diajarkan oleh Sugianti adalah Bahasa Indonesia, PLKJ, dan seni Budaya. Menurutnya, guru bantu yang dikirimkan oleh Dinas Pendidikan (Disdik) tersebut untuk menggantikan posisinya.

 

“Saya tidak tahu, guru gantinya belum datang pada saat itu. Kabarnya sih ada tujuh orang yang dikirim ke sekolah saya. Padahal guru yang dibutuhkan itu PLKJ dua orang, IPS, Olahraga, matematika, sama seni budaya. Saya ngajar Bahasa Indonesia, PLJK dan Seni Budaya,” ujarnya.

 

Ketujuh guru yang dikirimkan oleh Dinas Pendidikan tersebut, menurut dia adalah untuk menyikirkannya dari sekolah SMPN 84. Hal itu dilakukan oleh dinas pendidikan karena ia bersama tiga teman lainnya menggugat Disdik di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

 

Jurubicara Guru Honorer K2 Jakarta Jobson Aritonang menyampaikan, proses pembungkaman perlawanan yang dilakukan para guru honorer K-2 DKI Jakarta oleh aparatur pemerintahan di Dinas Pendidikan DKI Jakarta sudah sangat massif.

 

Mulai dari para pejabat di Dinas Pendidikan, Pengawas Sekolah, Hingga Kepala Sekolah dan bahkan guru-guru baru PNS yang merupakan kaki tangan pejabat, dengan bersengaja melakukan penekanan dan intimidasi kepada para guru honorer K-2 yang menuntut haknya agar diangkat sebagai PNS dan meminta tidak dihentikan kontrak kerjanya mengajar di sekolah-sekolah di Provinsi DKI Jakarta.

 

“Banyak pihak yang tidak tahu dengan kejadian yang kami alami. Bahkan sudah ke hampir semua instansi terkait kami sudah laporkan kondisi dan perlakukan yang kami alami, termasuk ke Pak Ahok sudah kami sampaikan, nyatanya proses intimidasi dan juga pembungkaman terhadap kami terus berlangsung. Bahkan per Januari 2017 ini, kami para guru honorer K-2 diputus kontrak mengajar oleh pihak Dinas Pendidikan DKI Jakarta, dan gaji kami tidak dibayarkan lagi oleh mereka,” tutur Jobson Aritonang.

 

Dia mengungkapkan, semua guru honorer K-2 di DKI Jakarta, yang mengajar di sekolah-sekolah negeri, dibungkam dan diancam tidak akan diladeni oleh pemerintah. Padahal, semua persyaratan sudah terpenuhi ketika dua tahun lalu mereka ikut tes CPNS.

 

“Semua persyaratan telah kami lalui dan ikuti dan sudah dinyatakan lolos. Nyatanya kami yang diabaikan. Bahkan sebanyak 300-an guru honorer lainnya mengalami nasib yang sama,” ujar Jobson.

 

Diskriminasi dan intimidasi yang dimaksud adalah berupa penghentian gaji sebagai guru honorer dan  pemutusan kontrak kerja karena tindakan mereka yang menggugat Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

 

Jobson Aritonang menyampaikan, mereka meminta kejelasan kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta terkait status kontrak kerja mereka sebagai guru honorer K-II di Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta. Para guru honorer K-II tersebut juga mempertanyakan status mereka yang tak kunjung diangkat sebagai PNS padahal mereka telah lulus ujian CPNS.

 

“Berkali-kali, kami sudah menanyakan kejelasan nasib kami, apakah sebagai guru kontrak atau Honorer K-2 masih akan tetap dianggap? Apakah kami akan diangkat sebagai PNS seperti yang dijanji-janjikan pemerintah kepada kami? Malah per Januari 2017 ini kontrak kami diputus dan gaji kami sudah tidak dibayarkan,” ujarnya.

 

Kini sejumlah guru baru telah dikirimkan pihak Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta untuk menggusur Jobson Aritonang dan kawan-kawannya.

 

Kepala Sekolah SMPN 84 Jakarta Utara Sukirno bundelan dokumen berupa BAP yang disodorkannya ke Sugianti itu batal, karena yang bersangkutan tidak mau mengisi surat BAP.

 

“Kan dia tidak mau, kalau tidak mau ya batal. Dia gamau saya batalkan,”kata Sukirno saat di temui di ruanggannya di SMPN 84 Jakarta Utara, Selasa (17/01/2017).

 

Dalam BAP yang disodorkan kepada Guru Honorer K-2 yang memerintahkan agar mencabut  Gugatannya terhadap Dinas Pendidikan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

 

Dinas Pendidikan yang digugat oleh Sugianti, menurut Sukirno, tidak ada hubungannya dengan BAP dan tidak ada pemaksaan untuk mencabut gugatan dalam BAP.

 

“Saya tidak suruh. Tapi kan ga jadi. Kalau beliau tidak mau kan saya batalkan,” tambahanya.

 

Menurut Sukirno, penyodoran dokumen seperti BAP tersebut sudah biasa dilakukan oleh Sukirno kepada para guru yang merasa kurang nyaman dalam melaksanakan tugasnya. Para guru akan di BAP agar mereka terbuka dan para guru yang mengajar di sekolah tersebut lebih nyaman menjalankan tugasnya.

 

“BAP itu sudah menjadi tradisi. Guru kurang enak mengajar aja saya BAP. Bagi saya BAP itu sudah menjadi kewajiban bapak kepada anak untuk pembinaan,” ucap Sukirno.

Selain itu, terkait dengan pemutusan kontrak kerja kepada Sugianti yang sudah belasan tahun mengajar di SMPN 84 Jakarta Utara, dilakukan oleh atas perintah Dinas Pendidikan.

 

“Kalau yang namanya analisis jabatan atau anjab itu sudah kewajiban sekolah untuk melaporkan,” tambahnya.(Nando)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Kunker Virtual, Jaksa Agung Burhanuddin Ingatkan Jajarannya Tingkatkan Profesionalitas dan Optimalkan Publikasi Kinerja

Jaksa Agung Republik Indonesia, ST Burhanuddin, mengingatkan kepada