Heboh Aksi Takedown Berita Kejaksaan, ‘Proyek Sulap-Sulap’ Bernilai Ratusan Miliar Rupiah di Korps Adhyaksa Tak Diusut

Heboh Aksi Takedown Berita Kejaksaan, ‘Proyek Sulap-Sulap’ Bernilai Ratusan Miliar Rupiah di Korps Adhyaksa Tak Diusut

- in DAERAH, EKBIS, HUKUM, NASIONAL, POLITIK, PROFIL
536
0
Foto: Berita Tentang Dugaan Korupsi Pengadaan Alat Sadap di Kejaksaan Agung, raib. (Tangkapan Layar)Foto: Berita Tentang Dugaan Korupsi Pengadaan Alat Sadap di Kejaksaan Agung, raib. (Tangkapan Layar)

Kejaksaan Agung Republik Indonesia kembali menjadi sorotan. Korps Adhyaksa itu menjadi buah bibir, namun dalam konteks yang bernada negatif.

Beberapa portal berita yang menulis dan mempublikasikan dugaan korupsi pengadaan alat sadap di Kejaksaan Agung yang mencapai nilai Rp 950 miliar, mendadak tak bisa diakses, dan atau sudah di-takedown.

Beberapa pemberitaan yang mendadak lenyap dari hadapan khalayak adalah https://www.monitorindonesia.com/hukum/read/2024/11/598897/dugaan-proyek-fiktif-pengadaan-alat-intelijen-kejagung-nyaris-1-triliun-siapa-bersembunyi-di-balik-narasi-rahasia-negara.

Kemudian, https://www.porosjakarta.com/tekno/065347286/dugaan-korupsi-proyek-fiktif-alat-sadap-rp950-miliar-di-kejagung-publik-desak-transparansi.

Dan juga https://senator.id/2024/11/24/diduga-ada-korupsi-di-pengadaan-alat-sadap-bernilai-miliaran-di-kejagung/.

Salah seorang awak media berinisial Sf, yang sehari-hari meliput di Kejaksaan, mengaku heran dengan mendadak hilangnya sejumlah pemberitaan terkait dugaan korupsi pengadaan alat sadap di Kejaksaan Agung itu.

Sf menduga, portal berita yang sudah tidak menayangkan berita tersebut diduga sudah diberi uang tutup mulut oleh oknum pihak Kejaksaan Agung dan atau oknum pengusaha yang diduga mendapatkan proyek tersebut dari Kejaksaan Agung.

Proyek sulap-sulap. Anggaran puluhan bahkan ratusan miliar, tapi tak ada wujudnya. Begitu juga berita yang sempat sudah beredar, mendadak di-takedown, dan tak ada lagi berita tersebut. Diduga sudah disuruh tutup mulut, dan dikasih duit supaya tak diberitakan lagi. Meski receh, ya lumayan buat beli beras bagi media tersebut,” tuturnya dengan rasa jengkel.

Memang, menurut Sf, sebagai bagian dari pewarta yang sering menulis berita mengenai kejaksaan, dirinya sudah merasa ada yang ‘kurang beres’ semenjak Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) dijabat oleh Dr Ketut Sumedana, yang saat ini sudah dipromosikan dan sudah menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Bali (Kajati Bali).

“Pihak Kapuspenkum Kejaksaan Agung aja jadi arogan. Di beberapa kejadian malah mereka ngancam-ngancam wartawan, mengeluarkan wartawan seenaknya dari WhatsApp Group (WAG). Membentuk puluhan atau ratusan WAG versi mereka, kalau ada berita yang mengkritik kinerja Kejaksaan, langsung didepak alias dikeluarkan dari grup. Pokoknya arogan sekali deh,” tutur Sf.

“Maunya mereka, para wartawan itu nulis yang menyenang-nyenangkan mereka terus. Itu pun dari press release yang dibagikan. Wartawan kesulitan menghubungi pejabat terkait, tidak dikasih akses, dan tertutup,” bebernya.

Dan yang paling membuat miris, ruang wartawan di Forwaka Kejaksaan Agung, sudah dikebiri, jadi cuma semprit. Wartawan digusur di eranya Kapuspenkum Dr Ketut Sumedana.

Ruang kerja wartawan atau Press Room Forum Wartawan Kejaksaan Agung (Forwaka) yang selama ini keberadaannya dibutuhkan para wartawan yang bertugas di Kejaksaan Agung digusur.

Pasalnya ruangan tersebut kini dijadikan Studio Radio Streaming Sound of Justice milik Kejaksaan Agung dan telah diresmikan Jaksa Agung, ST Burhanuddin, pada Jumat (2/8/2024).

Direncanakan sejak awal, radio streaming ini nantinya akan berfungsi sebagai penyampaian informasi publik atas segala bentuk pelaksanaan tugas dan pengabdian masyarakat, akses transparansi dan akuntabilitas kegiatan Kejaksaan, pendidikan dan sosialisasi hukum serta program Kejaksaan, sekaligus sebagai wadah interaksi dan partisipasi masyarakat dengan Kejaksaan.

“Keberadaan Radio Streaming Sound of Justice juga sebagai perwujudan pemberian layanan keterbukaan informasi kepada publik dengan cepat, tepat, biaya ringan dan sederhana sebagaimana amanat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” ujar Jaksa Agung, ST Burhanuddin, terkait Corporate Social Responsibility (CSR) Bank BCA.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan tentang terkait CSR Bank BCA, pengadaan radio streaming “Sound of Justice” dari CSR (Corporate Social Responsibility) Bank BCA, termasuk Bank Mandiri.

“Benar pembangunan infrastruktur radio Sound of Justice itu memang berasal dari dana CSR BCA,” ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menjawab pertanyaan wartawan usai peresmian radio tersebut. Diduga BCA menggelontorkan bantuan ratusan juta hingga miliaran.

Kembali ke dugaan kasus korupsi pengadaan alat sadap senilai Rp 950 miliar di kejaksaan agung, diduga fiktif dan tak ada barang yang diadakan.

Dugaan korupsi proyek pengadaan alat intelijen Tahun Anggaran 2024 di Direktorat Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI). Pasalnya, pihak penegak hukum dinilai tidak transparan dalam menangani kasus yang menelan anggaran sebesar Rp 950 miliar itu.

Seperti dilansir dari https://www.radarindo.co.id/dinilai-tak-transparan-kasus-dugaan-korupsi-pengadaan-alat-sadap-rp950-miliar-di-kejagung-disorot/, publik tidak mengetahui dimana keberadaan alat intelijen yang disebut telah diadakan, termasuk lokasi penempatannya dan unit kerja yang bertanggungjawab di Kejagung.

Melansir dari sumber yang layak dipercaya, Minggu (24/11/2024), perusahaan yang memenangkan tender tersebut diduga tidak memenuhi kualifikasi sebagai penyedia proyek bernilai ratusan miliar rupiah. Perusahaan tersebut dilaporkan tidak memiliki karyawan, papan nama bisnis, atau alamat yang jelas.

Bahkan, kantor perusahaan disebut berbagi lokasi dengan bisnis lain dan sulit diakses untuk konfirmasi. Dokumen proyek menyebutkan bahwa pekerjaan ini dilakukan di Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin No. 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Namun, detail pelaksanaan proyek tersebut masih menjadi misteri.

Sf mengatakan, sampai sejauh ini, tak satu orang pun dari internal kejaksaan agung yang merespon dan mengklarifikasi terkait pemberitaan tersebut. Malah, yang terjadi adalah adanya gerakan diam-diam dari para oknum tertentu untuk men-takedown berita yang sudah ditayangkan.

“Karena itu, kita sebagai insan pers, wajib mempertanyakan hal ini. Kita harus tagih transparansi dan keterbukaan informasi. Mengerikan sekali cara-cara kotor yang diduga dilakukan para oknum di Kejaksaan Agung ini,” tandasnya.(RED)

 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Terungkap Kembali Praktik Mafia Paspor Penyebab TPPO, Imigrasi Bogor Kok Gak Kapok !

Satu per satu dugaan praktik mafia pembuatan paspor