Hasil Survei jajak pendapat warga DKI Jakarta dalam menentukan pilihan Gubernur dan Wakil Gubenur Jakarta untuk periode 2017 -2022 ,survei dilakukan oleh Lembaga Kajian Pemilu Indonesia terhitung mulai tanggal 6 Februari sampai dengan 10 Februari 2017 di 5 Kotamadya dan 1 kabupaten di Provinsi Jakarta.
Koordinator Survei Lembaga Kajian Pemilu Indonesia, Sutisna mengatakan, populasi yang menjadi dasar klaim dari survei ini disebut sebagai populasi eleksi atau terpilih . Yaitu, semua orang yang memiliki hak pilih dalam Pilkada DKI Jakarta adalah mereka mencakup semua orang yang memiliki hak pilih yang pada saat pelaksanaan survei dapat diwawancara di rumah.
Sutisna mengaku, adapun survei dalam survei ini .Sampel penelitian diambil dari sejumlah responden yang ditentukan secara sampling kluster (cluster sampling), yakni, sebagai teknik memilih sampel dari kelompok-kelompok unit-unit yang kecil atau kluster.
“Dari satu rumah tangga diambil 1 anggota keluarga berdasarkan acak setiap TPS yang memenuhi syarat sebagai calon pemilih, yaitu berumur minimal 17 tahun dan terdaftar dalam DPT,” kata Sutisna kepada wartawan, Selasa (14/02/2017).
Sementara itu, sample diambil berdasar data DPT dari KPU DKI Jakarta dalam pilkada DKI Jakarta dengan jumlah pemilih tetap berjumlah.983.692 orang dan 15.059 TPS tersebar 44 Kecamatan dan 267 Kelurahan. Adapun sampelnya adalah individu yang terpilih berdasar persyaratan memilih dalam pilkada.
Selain itu, jumlah sample atau responden yang diambil dalam survei ini adalah sejumlah 1816 warga DKI Jakarta dari yang terdaftar dalam DPT.
Dia menyebutkan, pilkada DKI Jakarta 2017 yang berjumlah 983.692 orang tersebar secara proposional 44 Kecamatan dan 267 Kelurahan di Jakarta ,survei ini mengunakan tingkat kepercayaan 95 persen dengan sampling error atau margin of error sebesar +/= 2,3 persen.
Namun, survei dilakukan secara tertutup dan wawancara face to face dan kemudian dilakukan verifikasi kembali secara acak terhadap hasil survei tersebut oleh para surveyor terlatih dan profesional.
Bahkan, dari hasil survei terkait tingkat popularitas ketiga pasangan calaon kepala daerah masyarakat jakarta 85,2 persen sangat mengenal pasangan Agus Harimurti Yudhoyono -Sylviana Murni ,dari jawaban masyarakat mereka mengenal pasangan ini karena Agus adalah anak mantan presiden SBY ,sedangkan pasangan Basuki Tjahaya -Djarot Syaiful dikenal sebanyak 100 persen warga DKI jakarta karena kasus penistaan agama Islam dan Gubenur penganti ddari Joko widodo ,sednagkan pasangan Anies Baswedan -Sandiaga Uno dikenal oleh 80,2 persen warga DKi jakarta karena di usung oleh partainya Prabowo Subianto.
Tetapi, masyarakat Jakarta memberikan nilai keraguan akan kemapuan Agus Yudhyono-Sylviana untuk memimpin Jakarta dengan tingkat keraguan 36,2 persen ,dimana masyarakat sangat ragu dengan kemampauan pasangan ini untuk memimpin kota Jakarta ,sedangkan pasangan Basuki Tjahaya -Djarot Syaiful masyarakat memiliki keraguan terhadap kepemimpinannya dan kemampuan memerintah sebesar 29 ,2 persen dengan alasan Basuki Tjahaja sering melakukan sebuah kebijakkannya dengan banyak melanggar hukum dan aturan seperti dalam kasus pembelian tanah RS Sumber Waras dan sering berbicara kasar terhadap masyarakat.
“Sehingga menimbulkan masalah yang harus tidak perlu terjadi sehingga menghambat kinerja pemprov DKi Jakarta,” ujarnya.
Sedangkan terhadap pasangan Anies Baswedan -Sandiaga Uno masyarakat Jakarta memiliki tingkat keraguan dalam kepemimpinan mereka memimpin Jakarta sebanyak 16,2 persen dari survey jawaban masyarakat mengatakan bahwa Anies Baswedan-Sandiaga memiliki kemampuan yang lebih baik dalam memimpin dibandingkan kedua psangan tersebut dimana Anies yang berhasil memeimpin departemen pendidikan dan santun serta Sandiaga yang merupakan anak muda yang sukses dalam berbisnis di Indonesia.
Ketika masyarakat Jakarta ditanyakan akan memilih siapa pada tanggal 15 februari saat pencoblosan berdasarkan popularitas dan tingkat keraguan akan kemampuan ketiga apsangan tersebut maka sebanyak 45,2 persen masyarakat Jakarta akan memilih pasangan Anies Baswedan -Sandiaga Uno dan sebanyak 24,5 persen masyarakat Jakarta akan memilih pasangan Basuki Tjahaya -Djarot Syaiful sedangkan pasangan Agus Harimurti Yudhoyono -Sylviana Murni akan dipilih oleh 19,7 persen warga Jakarta sedangkan warga Jakarta yang belum mau memberikan pilihannya pada ketiga pasangan tersebut sebanyak 6,3 persen dan yang tidak memilih sebanyak 4,3 persen.
Lembaga Kajian Pemilu Indonesia menilai, dari gambaran survei ini akan terjadi dua putaran dalam pilkada DKI Jakarta dan yang punya kans besar sudah selamat masuk putaran kedua adalah pasangan Anies Baswedan -Sandiaga Uno sedangkan pasangan kepala daerah Agus Harimurti Yudhoyono -Sylviana Murni dan pasangan calon kepala daerah Basuki Tjahaya -Djarot Syaiful masih harus bertarung masuk dalam putaran kedua.
Sementara itu, Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (Prima) Sya’roni menyampaikan, selama masa kampanye Pilgub Jakarta, banyak lembaga survei yang telah merilis hasil surveinya. Hasilnya sangat variatif dan fluktuatif. Beragamnya lembaga survei ternyata tidak menjamin akan menyajikan hasil yang sama. Bahkan antar lembaga survei juga ada yang menyajikan hasil yang bertolak belakang.
“Beragamnya hasil survei telah membuat publik menjadi bingung. Sangat sulit membedakan mana lembaga survei yang independen dan mana yang pesanan, semuanya hampir mirip dan sulit membedakannya,” ujar Sya’roni.
Dia mengatakan, ada indikasi kuat bahwa lembaga survei gadungan pun turut dibentuk untuk meramaikan Pilgub di Jakarta. “Yaitu lembaga survei yang juga merangkap sebagai “tim sukses”. Indikasinya sangat kuat tapi sangat sulit untuk mengidentifikasikannya, hanya orang-orang ahli survei saja yang bisa melakukannya,” ujarnya.
Untuk menyikapi beragamnya hasil survei, masyarakat diharapkan tidak terpengaruh dan tidak tergiring begitu saja oleh hasil survei yang beredar.
“Lebih baik mengabaikannya saja daripada menjadi korban opini sesat yang disusupkan oleh lembaga surve gadungan,” ujarnya.
Menurut Sya’roni, hasil survei cukup dijadikan bahan bacaan, sementara dalam mencoblos lebih baik mengikuti keyakinan diri sendiri. Jika masih ragu, masyarakat bisa membaca kembali visi misi, menyaksikan rekaman kampanye dan debat calon.
“Dan yang terpenting masyarakat harus memperhatikan rekam jejak pasangan calon,” pungkasnya.(JR)