Harga cabai di pasar tradisional mengalami kenaikan yang signifikan. Di tingkat grosir harga cabai mencapai 17.000-20.000 ribu rupiah, sehingga petani pun menaikkan harga menjadi 12.000-15.000 ribu rupiah. Kenaikan harga tersebut disebabkan karena sistem distribusi yang tidak berpihak kepada petani.
Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo menyampaikan, bukan hanya sistem distribusi yang tidak berpihak kepada petani, tetapi kebijakan pemerintah juga tidak mendukung adanya kemauan untuk mensejahterakan petani.
“Distribusi cabai itu tidak langsung di distribusikan ke wilayah yang membutuhkan, namun melalui pihak ketiga. Dengan adanya pihak ketiga otomatis harga pun menjadi mahal,” ujar Firman Soebagyo di Jakarta, Sabtu, (19/03/2016).
Menurut politisi yang mengurusi Komisi Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Kelautan, Perikanan dan pangan itu, distributor pangan saat ini lebih baik jika diberikan langsung ke petani. Sehingga pengusaha distributor tidak lagi dapat memainkan harga dengan mengendapkan hasil pangan dari para petani.
“Regulasinya harus dikembalikan saja ke petani di desa dengan kelompoknya yang berkoordinasi bersama pemerintah. Sehingga para petani juga mendapatkan keuntungan yang lumayan untuk meningkatkan pertanian dan kesejahteraan mereka,” ujarnya.
Selain distribusi yang tidak tepat, lanjut politisi Golkar ini, produksi cabai saat ini pun jauh mengalami kemerosotan. Hal ini dikarenakan kurangnya sumber daya manusia (SDM) untuk bertani.
“Masyarakat di pedesaan saat ini sudah tidak lagi tertarik menjadi petani. Karena petani sudah tidak bisa diharapkan untuk menopang ekonomi keluarga,” ujar Firman.
Lebih lanjut anggota DPR dari daerah Pemilihan Jawa Tengah ini menyampaikan, selain kekurangan SDM, pengeluaran biaya produksi pasca panen maupun panen juga sangat mahal.
“Kalau kita bicara untung rugi mereka itu sudah pas-pasan sekali. Dengan biaya kebutuhan yang serba mahal. Jadi, intinya harus ada regulasi yang baru untuk menjawab persoalan itu,” ucapnya.(Richard)