Kejaksaan Agung resmi mengumumkan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri untuk pelarangan dan pengharaman ajaran dan kelompok Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang disebut telah menyimpang dari ajaran pokok Islam dan telah menimbulkan keresahan sosial.
Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, pelarangan Ormas Gafatar yang tertuang dalam SKB Nomor 93 Tahun 2016 yang diteken oleh Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri itu, merupakan rekomendasi dari hasil rapat yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Pengawasan Aliran dan Kepercayaan (Bakorpakem) Pusat yang terdiri dari unsur Kejaksaan Agung, Majelis Ulama Indonesia, Tokoh Lintas Agama, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Polri, dan TNI, BIN.
“Menurut pertimbangan, fatwa MUI yang menyatakan bahwa ajaran Gafatar adalah sesat dan menyesatkan. Kalau dibiarkan bisa berpotensi menimbulkan keresahan di masyarakat serta permasalahan yang lebih besar lagi, yakni SARA,” ujar Prasetyo di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (24/3/2016).
Menurut Prasetyo, ajaran seperti Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang dijalankan oleh Ormas Gafatar, sebelumnya juga telah dilarang oleh Kejaksaan Agung. Untuk itu, Prasetyo meminta, dengan terbitnya SKB ini semua pihak baik pengurus Ormas Gafatar, mantan pengurus, anggota atau pengikut serta masyarakat lainnya dapat memahami keputusan ini demi menjaga ketenteraman umat beragama dalam menerapkan ajarannya.
“Para mantan pengikut diharap dapat memahami, menyadari, mematuhi putusan ini serta tidak menyebarkan ajaran Gafatar yang menyesatkan ini. Harapan kita agar tidak terjadi perpecahan dan keresahan di masyarakat dan itu yang harus dihindari,” ujarnya
Jaksa Muda Bidang Intelijen (JAM Intel) M Adi Toegarisman mengatakan, ada lima poin yang menjadi inti dari keputusan ini. Pertama, pelarangan terhadap eks pengikut Gafatar untuk menceritakan dengan sengaja di muka umum tentang ajaran yang dianggap menyesatkan.
Kedua, menghentikan penyebaran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam. Ketiga, pemberian sanksi pidana berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 1 PnPs Tahun 1965. Bagi yang melanggar, akan dikenai hukuman penjara 5 tahun.
“Keempat, kejaksaan juga memerintahkan kepada masyarakat untuk menjaga kerukunan umat beragama, dimana masyarakat dilarang melakukan perbuatan yang melanggar hukum terhadap eks anggota Gafatar,” ujar Adi Toegarisman.
Kelima, lanjut Adi, kejaksaan akan memberi sanksi kepada masyarakat yang tak mengindahkan larangan tersebut.
“Jadi, akan ada sanksi tegas bagi masyarakat yang masih melakukan ajaran yang dilarang itu,” pungkasnya.(Richard)