Para pembuat undang undang di legislatif diminta melakukan pembaharuan undang undang ke arah yang baik, bukan justru membuat undang undang ke arah kesuraman dan jebakan persoalan yang kian membuat bangsa ini akan semakin terpuruk.
Ketua Gerakan Mahasiwa Kristen Indonesia (GMKI) Jakarta, Agung Tamtam Sanjaya Butar-butar menyampaikan, di dalam Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) yang tengah dibahas di DPR memuat sejumlah pasal zombie atau pasal-pasal yang tidak sesuai dengan kebutuhan maupun kondisi masyarakat Indonesia.
Pasal-pasal zombie itu pun harus dianulir dan mestinya dibuatkan undang undang yang benar-benar ke arah perbaikan hukum yang lebih baik, dengan pembaharuan Hukum dan kepastian hukum yang berkeadilan.
“Dari kajian yang kami lakukan di kalangan aktivis mahasiswa, kami menemukan adanya sejumlah pasal zombie di dalam RKUHP yang sedang digodok itu. Inilah yang kami anggap sebagai kegelisahan dan polemik di kalangan aktivis mahasiswa, bahwa ada pasal-pasal zombie yang hrus segera diperbaiki,” tutur Agung Tamtam Sanjaya Butar-butar, dalam Diskusi Publik, ‘Mengawal Rancangan KUHP Untuk Mewujudkan Kepastian Hukum di Indonesia’, yang digelar oleh Gerakan Mahasiwa Kristen Indonesia (GMKI) Jakarta, di di Gedung Yayasan Komunikasi Indonesia, Matraman, Jakarta Timur, Rabu (28/02/2018).
Tamtam mengatakan, sudah ada pasal-pasal dari KUHP lama yang sudah dibatalkan lewat putusan Mahkamah Konstitusi (MK), seperti pasal 134 KUHP yang telah dianulir oleh Putusan MK No. 013-022/PUU-lV/2006. Pasal itu kini tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat lagi.
“Namun sangat disayangkan di dalam Rancangan KUHP baru, pasal yang berbau kolonialisme tersebut malah dimuat kembali. Ini tentunya mencederai semangat pembaharuan hukum yang sedang kita galakkan,” ujar Tamtam.
Diskusi itu menghadirkan Pakar Hukum Universitas Atmajaya Dr Daniel Yusmic P Foekh, dan Kasubdit Sundukum Bidkum Polda Metro Jaya AKBP DR. Nova Irone Surentu.
Dalam pemaparannya, Dr Daniel Yusmic menyampaikan, dalam proses pembentukan suatu Peraturan Perundang-undangan diperlukan partisipasi publik. Nah, dalam pembahasan RKHUP kali ini, legislator dan pemerintah tampak sangat menutup diri dari partisipasi publik.
“Sayangnya, di Indonesia, partisipasi publik dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan sangat minim,” ujar Daniel Yusmic.
Menurut dia, pembahasan RUU KUHP sudah berlangsung dalam waktu yang sangat lama dan sudah banyak biaya yang dihabiskan.
“Perlu ada pembatasan waktu dalam pembahasan suatu RUU dan untuk RUU KUHP haruslah disah-kan sekarang. Namun pasal-pasal yang kontroversi haruslah dihilangkan demi terwujudnya keadilan di tengah-tengah masyarakat,” tutur Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya ini.
Kasubdit Sundukum Bidkum Polda Metro Jaya AKBP DR. Nova Irone Surentu mengatakan, Kepolisian juga mendukung ada perubahan atau pembaharuan dalam KUHP. Sebab, kepolisian juga menganalisis adanya hukum yang kolot dan sudah sangat ketinggalan di KUHP yang ada saat ini.
“Sudah terlalu lama KUHP rasa Kolonial ini menjadi dasar hukum pidana di Negara Indonesia. Ada hal-hal yang perlu diprioritaskan seperti pasal terkait HAM, pasal terkait perlindungan bagi korban tindak pidana serta mengakomodir tentang kearifan lokal yang harus jadi muatan dalam Rancangan KUHP baru,” tutur AKBP DR. Nova.
Dia menambahkan, Kepolisian adalah penegak hukum sehingga akan melaksanakan segala sesuatu yang diputuskan oleh pemerintah.
“Jika R-KUHP disahkan menjadi Undang-Undang, Kepolisian akan langsung mengikutinya,” ujarnya.
Kegiatan ini diikuti para aktivis mahasiswa dari berbagai kampus, seperti Universitas Kristen Indonesia (UKI), Universitas Bung Karno (UBK), Universitas Mpu Tantular (UMT), media massa dan terjadi diskusi interaktif yang cukup kritis dari peserta diskusi.(JR)