Pemerintah dikecam lantaran masih melakukan penggusuran warga dengan mengerahkan aparat bersama organisasi masyarakat (ormas).
Upaya penggusuran yang didahului dengan intimidasi kepada para warga itu pun dikecam.
Koordinator Advokasi Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia Jakarta (PBHI Jakarta) Nasrul Dongoran menyampaikan, penggusuran warga dengan mempergunakan ormas untuk mendampingi Satpol PP di Pasar Gintung dan Luar Pasar Gintung, Tangerang Selatan sudah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Menurut dia, upaya aparat Satpol PP dan Ormas yang mengancam melakukan pembongkaran paksa kios-kios dan rumah-rumah warga di sana membuat masyarakat trauma.
“Itu pelanggaran HAM, dan kami mengecam tindakan-tindakan itu,” tutur Nasrul Dongoran, Kamis (23/11/2017).
Melalui Paguyuban Warga dan Pedagang Gintung, PBHI Jakarta bersama warga meminta kepada Walikota Tangerang Selatan untuk menghentikan tindakan pemaksaan penggusuran itu.
“Seharusnya Pemerintah dan aparat melibatkan masyarakat secara langsung dan mengutamakan dialog untuk mencari solusi,” ujar Nasrul.
PBHI Jakarta selaku Kuasa Hukum Warga dan Pedagang Pasar Gintung meminta kepada Walikota Tangerang Selatan melalui surat nomor: 325/ADV/PBHI-JKT/XI/2017 untuk menghormati hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam peraturaan perundang-undangan Pasal 28 H ayat (1) UUD NRI 1945 dan Pasal 40 UU 39 Tahun 1999 tentang HAM “Bahwa Setiap Orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak” dan ratifikasi HAM Internasional.
PBHI Jakarta juga mengecam tindakan Walikota Tangerang Selatan yang menugaskan Aparat Satpol PP beserta Anggota Ormas dalam membagikan surat peringatan dan menimbulkan ketakutan bagi anak dibawah umur.
“Atas tindakan Intimidasi ini juga kami akan membuat pengaduan kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI),” ujarnya.
Nasrul menjelaskan, aparat Satpol PP didampingi anggota Ormas dan mendapat teguran Ke III (Tiga) tanggal 22 November 2017 dengan Nomor: 800/819-Ctm/2017 yang diberikan Aparat Satpol PP Kecamatan Ciputat Timur yang isi suratnya mengenai melakukan Pembongkaran Paksa terhadap Para Pedagang Pasar Gintung dan Pemilik Rumah yang berada di Luar Pasar.
“Arogansi dari Satpol PP didampingi anggota Ormas membagikan surat peringatan sempat membuat anak-anak kecil mejadi histeris dan ketakutan,” ujarnya.
Padahal, lanjut Nasrul, sebelumnya warga sudah mengadukan persoalan ini ke KOMNAS HAM dan Ombudsman RI, pada tanggal 17 November 2017.
Bahkan, kata Nasrul, Komnas HAM sudah mengirimkan surat kepada Walikota Tangerang Selatan dengan : 1744/K-PMT/XI/2017 tanggal 20 November 2017, yang isinya permohonan perlindungan atas rencana pembongkaran paksa Pasar Gintung.
“Dan pada Tanggal 22 November 2017 itu KOMNAS HAM sudah mendatangi pedagang di Pasar Gintung dan Warga Pemilik Rumah yang berada di luar Pasar Gintung,” ujarnya.
Pedagang Pasar Gintung yang berlamat Jalan Pahlawan Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan mempertanyakan pasar penampungan sementara yang saat ini belum dibangun oleh Pemkot Tangerang Selatan.
“Selain itu Pedagang juga mempertanyakan master plan dan luas tanah yang diperlukan serta jangka waktu pelaksanaan pembangunan,” ujarnya.
Warga Pemilik Rumah Tinggal yang berada diluar Pasar juga merasa kaget dengan surat peringatan karena dinilai salah alamat karena rumah-rumah warga berada di luar pasar.
“Padahal warga sudah menempati selama puluhan tahun dari tahun 1955 dan memiliki alas hak garap atas sebidang tanah hak pakai desa tercatat pada persil No 55 dan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) setiap tahun,” ujar Nasrul.(JR)
1 Comment
Djinson Djuli
Bentuk kesewenangan pemkot Tangsel dalam mengurus warganya. Tanpa sosialisasi dan kompromi. Mohon perhatian dan solusi dari pak Presiden Joko Widodo. Disaat bapak Presiden membagi-bagikan sertifikat tanah, warga Gintung justru mendapat kebalikannya.