Digulirkannya revisi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) di DPR telah mengancam industri hilir strategis milik Indonesia.
Karena itu, Komisi VII DPR RI perlu dimintai pertanggungjawabannya oleh masyarakat, disebabkan ulah mereka yang aneh-aneh itu.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman menegaskan, revisi UU Minerba di Komisi VII DPR itu sangat mengancam industri hilir mineral berharga dalam negeri.
“Rakyat sangat pantas meminta pertanggungjawaban konstitusi dan moral terhadap anggota Komisi VII DPR yang ngotot melakukan revisi Undang Undang Minerba nomor 4 tahun 2009,” ujar Yusri Usman, dalam siaran persnya, Kamis (12/04/2018).
Dia menekankan, terkhusus hilangnya pasal kewajiban harus melakukan pengolahaan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri sesuai isi pasal 102 dan 103 UU Minerba, telah sangat mengancam industri hilir Indonesia.
“Berdasarkan copy rancangan revisi UU Minerba yang kami peroleh, berisi 285 pasal lebih banyak dari UU Minerba nomor 4 tahun 2009, yang hanya berisi 175 pasal,” ujarnya.
Meskipun pasalnya lebih sedikit dari rancangan revisinya, lanjut dia, namun isi dan tujuan UU Minerba nomor 4 tahun 2009 lebih berdaulat dalam mengelola sumber daya alamnya.
“Sehingga patut dipertanyakan apa motifnya anggota DPR Komisi VII melakukan revisi itu,” ujar Yusri.
Dia mengatakan, rancangan revisi direncanakan akan disahkan oleh rapat paripurna DPRI sekitar bulan Juni 2018. Kalau hal itu terjadi, lanjut Yusri, maka program hilirisasi industri mineral berharga untuk meningkatkan nilai tambah secara ekonomi akan gagal total.
“Bahkan bagi investor yang sudah membangun smelter dan yang sedang membangun, bisa menganggap tidak ada kepastian hukum dalam berinvestasi di Indonesia,” ujarnya.
Dia mengatakan, penghilangan pasal 102 dan 103 menjadi pasal 177 sampai dengan pasal 181 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral dan Batubara, tidak ada satu kalimatpun yang menyatakan adanya kewajiban melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.
Yusri mengatakan, hal itu aneh. “Dan lucunya, ketentuan pemurnian di dalam negeri malah akan diatur tersendiri dalam Peraturan Pemeritah seperti dimaksud pasal 181 ayat c rangcangan UU Minerba,” katanya.
Dia pun menduga, produk revisi UU Minerba yang akan disahkan oleh rapat paripurna DPR merupakan persengkolan tingkat tinggi, yang melibatkan pengusaha tambang besar dengan penguasa dan anggota legislatif.
“Itu sungguh pengkhianatan besar terhadap pasal 33 UU Dasar 1945,” katanya.
Yusri malah menyatakan kesetujuannya dengan Menteri ESDM Ignatius Jonan yang secara tegas mengatakan tidak terlalu perlu mengamandemen UU Minerba nomor 4 tahun 2009.
“Bahkan, UU Minerba juga belum berumur 10 tahun kok. Kalau dipaksakan revisi malah bisa menimbulkan ketidakpastian hukum berinvestasi di sektor minerba,” ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut dia, rancangan revisi UU minerba yang beraroma kongkalikong itu harus ditolak keras.
“Bisa jadi, ngototnya anggota Komisi VII DPR hendak mensahkan dalam rapat paripurna diaggap sudah menerima banyak anu dari perusahaan tambang besar. Semoga rakyat ingat dan mencatat siapa anggota Komisi VII yang ngotot melakukan revisi, supaya jangan dipilih pada Pileg 2019,” pungkasnya.(JR)