Penolakan berdirinya Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) di Dusun Sari Agung RT 01 RW 02, Desa Petalongan, Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, sangat disayangkan Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI).
Alasannya, kebebasan beribadah dijamin Pasal 29 UUD 1945. Karenanya, tidak ada alasan untuk melarang dan menolak umat Kristen menjalankan ibadahnya.
Ketua Umum DPP GAMKI, Willem Wandik menegaskan, UUD 1945 telah memberikan jaminan kepada setiap orang di republik ini untuk dapat menjalankan ibadah dan ajaran agama yang diyakininya.
“Hal ini sejalan dengan landasan filosofis negara yang tertuang dalam sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, “ ujar Willem Wandik, di Sekretariat DPP GAMKI, Jakarta, Rabu (14/8/2019).
Mengacu konstitusi yang dipegang Pemerintah, tegasnya, seharusnya tidak ada lagi persekusi pelaksanaan ajaran agama oleh siapapun di Indonesia.
Menurutnya, peristiwa penyegelan rumah ibadah yang sering terjadi secara berulang-ulang di berbagai daerah, menunjukkan kegagalan negara melindungi hak asasi warga negaranya. Padahal, itu dijamin penuh oleh sumber hukum tertinggi di republik ini.
GAMKI, lanjut Willem, sebagai wadah perhimpunan pemuda kristen Indonesia, mendesak Negara untuk melindungi kebebasan beragama setiap warga Negara, tanpa terkecuali.
“Termasuk mengembalikan hak-hak masyarakat pemeluk agama kristen di Desa Petalongan. Sehingga, saudara-saudara kita itu bisa kembali menggunakan tempat ibadah yang mereka gunakan,” ujar anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat ini.
Dia menegaskan, menyembah Tuhan bukanlah perbuatan nista. Karena itu, rumah ibadah tidak perlu disegel.
“Pelarangan kegiatan ibadah di gereja merupakan perbuatan yang tidak sepatutnya dilakukan kelompok masyarat. Itu melanggar Hak Asasi Manusia,” tegas Putra Papua itu.
Seperti diketahui, gereja GPdI yang juga sekaligus tempat tinggal Pdt Ganda Damianus Sinaga, di Dusun Sari Agung RT 01 RW 02, Desa Petalongan, Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, pada Februari 2019, mendapat penolakan sekitar 108 warga masyarakat, dengan alasan tidak memiliki ijin tempat beribadah.
Persoalan itu sudah dimusyawarahkan di tingkat Rukun Warga, hingga rapat di tingkat desa. Bahkan, mediasi antara GPdi dengan masyarakat yang menolak keberadaan gereja dilakukan di Kantor Camat Keritang.
Padahal, keberadaan gereja GPdi semi permanen yang luas bangunan sekitar 5×10 sudah berada tahun 2014, dengan jumlah jemaat sekitar 30 kepala keluarga.
Menurut Pdt Ganda Damianus Sinaga, pihaknya tidak pernah memiliki latar belakang masalah pribadi dengan warga sekitar. Bahkan, dirinya juga bersosialisasi dengan warga sekitar.
Munculnya protes terhadap aktivitas ibadah di rumahnya yang dilakukan sekelompok masyarakat setempat dilakukan pendekatan persuasif. Namun sayangnya, warga sekitar bersikeras menolak adanya aktivitas Ibadah.
Hingga pada 8 Agustus 2019, atas permintaan masyarakat setempat, Perintah Bupati Inhil HM Wardan melalui surat bernomor: 800/BKBP-KIB/VIII/2019/76150 tertanggal 07 Agustus 2019 yang ditandatangani Wakil Bupati Syamsuddin Uti yang ditujukan kepada Kepala Satpol PP dan Camat Keritang, Tim Satpol PP menyegel rumah tersebut agar tidak boleh lagi dipakai untuk beribadah.(JR)