Gelombang ketiga serangan pandemi Covid-19 diprediksi sudah mengancam Indonesia. Upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah untuk mengatasi pandemi ini perlu terus dilakukan.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partisipasi Kristen Indonesia (DPP Parkindo), Lukman Doloksaribu menyampaikan, pihaknya mengapresiasi dan bangga dengan adanya upaya-upaya persiapan kewaspadaan kedaruratan yang sudah dipersiapkan oleh Pemerintah, khususnya melalui Kementerian Kesehatan, Komite Penanggulangan Pandemi Covid-19, dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
“Akselerasi Pemulihan Ekonomi harus tetap diutamakan, namun penanggulangan Pandemi Covid-19 harus efektif dan efisien dengan pendekatan rasional dan selektif,” ujarnya, di siaran persnya, Jumat (04/02/2022).
Lukman Doloksaribu melanjutkan, mencermati perkembangan pandemi Covid-19 di Indonesia, khususnya sejak Pemerintah mengumumkan temuan kasus varian Omicron pada 16 Desember 2022, Dewan Pimpinan Pusat Partisipasi Kristen Indonesia (DPP Parkindo) menyampaikan lima temuan hasil analisis deskriptif berbasis data-data sekunder.
“Poin-poin temuan fakta ilmiah terkait pola pandemi varian Omicron tersebut,” ujarnya.
Secara spesifik, Ketua Bidang Kesehatan Dewan Pimpinan Pusat Partisipasi Kristen Indonesia (DPP Parkindo), dr Adele Hutapea membeberkan fakta-fakta ilmiah yang dimaksud.
Fakta pertama, transmisi varian Omicron memiliki ciri khas sangat cepat dibandingkan varian Delta.
Kedua, studi di Afrika Selatan dan Negara-Negara Uni Eropa menemukan 5 gejala penting yang dapat digunakan sebagai skrining awal atau Self-Assessment Screening, yakni, satu, berkeringat di malam hari.
“Mengeluarkan keringat meskipun tidur di ruangan ber-AC,” tutur dr Adele Hutapea.
Fakta Kedua, batuk kering dengan frekuensi yang sangat sering. Tiga, nyeri tenggorokan, keluhan nyeri meningkat ketika menelan.
Empat, merasa sangat kelelahan seperti kehabisan tenaga. Dan, lima, nyeri otot ringan.
Fakta ketiga, lanjut Adele Hutapea, pengalaman menghadapi wabah Omicron di Eropa dengan berbasis data yang kuat menunjukkan bahwa prevalensi Omicron mencapai 69,4 persen.
Hanya 1,14 persen dirawat di rumah sakit. Sebanyak 0,16 persen memerlukan perawatan Intensive Care Unite (ICU) atau dukungan pernapasan, dan 0,06 persen meninggal.
“Sementara di Indonesia, hingga 31 Januari 2022, kasus bertambah rerata 1,499 per hari,” sebutnya.
Kasus meninggal 17 orang per 29 Januari 2022 atau 1 orang per hari atau nilai proporsinya kisaran 0, 066 persen (1 kasus meninggal berbanding 1,499 kasus terkonfirmasi positif harian).
“Sehingga proporsi angka risiko kasus meninggal di Indonesia dan Negara-Negara Uni Eropa tampaknya sama yaitu 0,06 persen,” lanjutnya.
Fakta keempat, sebuah laporan penelitian di Washington University (Desember 2021) menyebutkan, varian Omicron utamanya menyerang fungsi saluran pernafasan atas dan bukan organ paru-paru seperti varian Delta.
Kedarurat klinis berat hingga mengalami kematian akibat infeksi Omicron dilaporkan terjadi pada kelompok usia lansia dengan status kesehatan buruk, dan kelompok dengan kondisi kesehatan yang sulit (underlying health condition) akibat penyakit-penyakit sistemik kronis.
Fakta kelima, beban penyakit komorbid sistemik di Indonesia sangat tinggi, sesuai Laporan JKN 2014-2018.
“Situasi ini menambah beban risiko kejadian kasus meninggal akibat wabah varian Omicron,” ujar Adele Hutapea.
Berdasarkan lima fakta ilmiah tersebut, lanjutnya, Dewan Pimpinan Pusat Partisipasi Kristen Indonesia (DPP Parkindo) menyampaikan masukan-masukan kepada Pemerintah dan Masyarakat secara luas.
Kepada Pemerintah, risiko berat wabah varian Omicron Indonesia utamanya dipengaruhi oleh beban populasi pendudukan yang sangat besar yaitu 273,5 juta.
“Angka ‘peak’ di gelombang ketiga akibat varian Omicron yang bisa sampai dua kali lebih besar dibandingkan angka ‘peak’ pada saat gelombang kedua bulan Juni-Juli 2021 lalu,” terang Adele Hutapea.
Jika mengandaikan kasus terkonfirmasi sampai mencapai 200.000 orang, lanjutnya, maka risiko kasus meninggal bisa mencapai 13,200 orang (pengalinya nilai proporsi kasus meninggal 0.066 persen).
Selain itu, wabah varian Omicron akan menguras anggaran pengobatan Rawat Jalan, Isolasi Sentralistik, penurunan kinerja bagi pekerja, dan gangguan kegiatan belajar bagi siswa di sekolah, pondok-pondok pesantren, maupun Perguruan Tinggi.
Oleh karena itu, lanjut Adele Hutapea, rekomendasi skenario pengendalian untuk dipertimbangkan oleh Pemerintah, antara lain, pertama, segera melakukan pengetatan mobilitas mulai Minggu I Bulan Februari 2022 sampai kasus terkonfirmasi menunjukkan tanda melandai terkendali.
Uraian skema teknisnya, yakni, pembatasan ketat mobilitas lintas atau antar kota di Jawa Bali.
Kemudian, pembatasan ketat jalur penerbangan domestik antar kota.
Selanjutnya, pembatasan ketat jalur penerbangan internasional, penutupan taman-taman kota area ‘gathering’, kolam renang, dan pusat olahraga komunitas.
“Pembatasan jam operasional mal, tempat hiburan, dan aktivitas perkantoran hingga 25 persen,” imbuhnya.
Kemudian, pembatasan kegiatan berkumpul hingga 25 persen, pengawasan ketat aktivitas berkumpul (kapasitas 25 persen) dan pelaksanaan Prokes Ketat di semua lokasi ruang publik khususnya Jawa-Bali.
“Aktivitas belajar PTM di Sekolah, Perguruan Tinggi, dan Pondok Pesantren dihentikan dan kembali ke Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) berbasis online khususnya Jawa-Bali,” terang dr Adele Hutapea.
Pertimbangan kedua, segera mengaktifkan Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) untuk melaksanakan pengecekan dan monitoring langsung berbasis data atas pasien Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN KIS) dengan riwayat kerentanan di wilayahnya masing-masing.
“Itu adalah sebagai bentuk tanggap darurat mengendalikan dampak buruk kecepatan transmisi varian Omicron,” ujarnya.
Sasaran kelompok dengan riwayat kerentanan tersebut meliputi, satu, pasien Diabetes Mellitus dengan riwayat kedaruratan atau tidak terkendali, jarang kontrol.
Dua, pasien dengan riwayat serangan gagal jantung dan tindakan operasi jantung.
Tiga, pasien gagal ginjal penerima terapi perawatan hemodialisis.
Empat, pasien penyakit stroke dan kanker dengan proses pengobatan kemoterapi.
Lima, pasien penerima terapi perawatan Antiretroviral (ARV) dan pasien Tuberkulosis (TBC) Resisten Obat atau Multidrug Resisten.
Enam, semua Ibu hamil, Bayi Neonatus, dan Balita di wilayah setempat.
Pertimbangan ketiga, mendorong akselerasi vaksinasi Anti Covid-19 Booster yang diprioritaskan pada pelaku usaha Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), pedagang pasar, driver dan kurir layanan online, dan guru-guru.
Pertimbangan keempat, mendorong Pemerintah segera memberlakukan aturan penurunan standar biaya Tes Swab Antigen Nasional hingga maksimal Rp 50 ribu per pax.
“Dengan demikian masyarakat lebih mudah melakukan skrining mandiri, sekaligus mengurangi beban kerja laboratorium di Puskesmas atau FKTP. Kebijakan ini diperlukan sebagai respon kedaruratan pengendalian risiko gelombang ketiga akibat varian Omicron,” terang dr Adele Hutapea.
Pertimbangan kelima, mendorong Pemerintah konsisten menyediakan layanan promotif dan edukatif terkait situasi pandemi Covid-19 dan aspek-aspek risiko klinis yang perlu diperhatikan oleh masyarakat.
Dalam hal wabah varian Omicron, lanjut Adele Hutapea, ada lima gejala utama sebagai skrining awal (self-assessment screening) yang harus diketahui oleh masyarakat, yaitu, satu, berkeringat di malam hari. Mengeluarkan keringat meskipun tidur di ruangan ber-AC.
Dua, batuk kering dengan frekuensi yang sangat sering. Tiga, nyeri tenggorokan, keluhan nyeri meningkat ketika menelan.
Empat, terasa sangat kelelahan seperti kehabisan tenaga. Lima, nyeri otot ringan.
Kemudian, DPP Parkindo menyerukan kepada Masyarakat, satu, mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk kembali disiplin melaksanakan Prokes Ketat dan mewaspadai adanya lima gejala utama infeksi wabah varian Omicron, sebagai skrining awal (self-assessment screening).
Dua, jika mengalami lima gejala skrining, segera melakukan Tes Swab Antigen Mandiri.
“Jika hasilnya negatif, ikuti prosedur pengobatan dan patuh Isoman,” ujar dr Adele.
Jika hasil positif, dilanjutkan prosedur pengobatan, dan Tes Polymerase Chain Reaction (PCR) di Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), mau pun pengobatan atau perawatan sesuai prosedur.
“Uraian rekomendasi ini kami usulkan sebagai bentuk Partisipasi dan Dukungan Masyarakat Kristen di Indonesia bagi kerja keras Pemerintah selama ini,” tandas dr Adele Hutapea.(JRO)