Gaji para penasehat di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang jumlahnya ratusan juta rupiah per orang itu, disarankan hendaknya dipakai untuk membayar hutang negara yang sudah kian menumpuk saja.
Koordinator Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (Alaska) Adri Zulpianto, ideologi Pancasila kini dijadikan oleh para pejabat sebagai ajang mencari dan mengeruk uang sebesar-besarnya bagi dirinya sendiri.
“Sebaiknya dipergunakan untuk bayar hutang negara saja deh. Aneh juga, di jaman Pak Jokowi sekarang Pancasila kok dijadikan sebagai komoditas sih,” tutur Adri, di Jakarta, Kamis (31/05/2018).
Buktinya, lanjut dia, setelah terbentuk BPIP, pengurusnya harus mendapat insentif dari Negara. Dan tak tanggung-tanggung, insentif yang berupa gaji itu didasarkan pada Perpres Nomor 42/2018 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas lainnya bagi Pimpinan, Pejabat dan Pegawai Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Dia menuturkan, Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP tersebut diberikan gaji sebesar Rp. 112.548.000, sedangkan para wakil dewan Pengarah yang di dalamnya seperti Try Sutrisno, Ahmad Syafii Maarif, Said Aqil Siradj, Ma’ruf Amin, Mahfud MD, Sudhamek, Andreas Anangguru Yewangoe, dan Wisnu Bawa Tenaya mendapatkan gaji sebesar Rp 100.811.000.
Dari gambaran kondisi itu, Alaska yang terdiri dari Lembaga CBA (Center For Budget Analysis) dan Lembaga Kajian dan Keterbukaan Informasi Publik (Lembaga Kaki Publik), menganggap besarnya gaji orang-orang yang menghuni BPIP itu sangat tidak adil.
“Apalagi dalam kondisi Negara Indonesia seperti saat ini, dimana Negara punya hutang yang menumpuk, belum lagi kesulitan ekonomi rakyat dengan naiknya harga sembako saat ini,” ujar Adri.
Dia pun meminta kepada Megawati dan Mahfud MD seharusnya mencontoh komunitas masyarakat seperti Muhammadiyah dan NU atau Banser NU, yang kerap menjaga Pancasila dengan biaya urunan mereka sendiri. “Dan tidak pernah mendapatkan insentif apapun dari pemerintah,” tuturnya.
Selain itu, dia juga meminta kepada Megawati Megawati Soekarnoputri, Try Sutrisno, Ahmad Syafii Maarif, Said Aqil Siradj, Ma’ruf Amin, Mahfud MD, Sudhamek,dan Andreas Anangguru Yewangoe, bila mana sudah menerima gaji atau rapelan gaji, sebaiknya mengembalikan uang tersebut ke kas negara. “Untuk mencicil hutang negara seperti apa yang dilakukan Malaysia,” ujar Adri.
Adri mengatakan, dulu para founding fathers Indonesia membuat Pancasila sebagai dasar negara dengan ikhlas dan tulus, tanpa menerima imbalan atau digaji dari negara. Oleh karena itu, generasi penerus saat ini, kata dia, hendaknya meniru para pendiri bangsa itu. Dan, sebaiknya uang itu dipergunakan lebih efektif bagi kebutuhan masyarakat Indonesia, termasuk membayar hutang negara.
“Karena sejatinya, Pancasila tidak sakti apabila negara masih berhutang dan masih menumpuk hutangnya. Dan dengan menumpuknya hutang negara kepada pihak asing, justru Pancasila menjadi tersandera oleh pihak asing,” pungkasnya.(JR)