Ekonomi Masyarakat Kecil Sedang Sulit, Pemerintah dan DPR Diharapkan Bertindak Konkret Kurangi Penderitaan Rakyat

Ekonomi Masyarakat Kecil Sedang Sulit, Pemerintah dan DPR Diharapkan Bertindak Konkret Kurangi Penderitaan Rakyat

- in DAERAH, EKBIS, NASIONAL, POLITIK, PROFIL
349
0
Foto: Ekonomi Masyarakat Kecil Sedang Sulit, Pemerintah dan DPR Diharapkan Bertindak Konkret Kurangi Penderitaan Rakyat. (Ilustrasi)Foto: Ekonomi Masyarakat Kecil Sedang Sulit, Pemerintah dan DPR Diharapkan Bertindak Konkret Kurangi Penderitaan Rakyat. (Ilustrasi)

Situasi perekonomian masyarakat Indonesia sedang sulit, pemerintah dan DPR diharapkan bertindak konkrit untuk mengurangi penderitaan rakyat.

Ketua Umum Ikatan Wajib Pajak Indonesia (PWPI), Rinto Setyawan, menyampaikan, pemerintah baru-baru ini mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi yang disebut-sebut sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Namun, Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) mempertanyakan siapa sebenarnya yang diuntungkan dari kebijakan ini, masyarakat luas atau segelintir pihak tertentu.

Rinto Setiyawan menyatakan keprihatinannya terhadap sejumlah kebijakan yang dinilai tidak memberikan dampak positif signifikan bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM). 

Menurutnya, beberapa poin dalam paket kebijakan justru memperbesar beban UMKM dan berpotensi menaikkan harga barang di pasaran, yang pada akhirnya akan merugikan masyarakat umum.

Salah satu kebijakan yang menjadi sorotan adalah pemberian subsidi listrik sebesar 50 persen bagi pelanggan rumah tangga dengan daya 2200 VA ke bawah selama dua bulan.

Rinto menilai kebijakan ini tidak menyentuh sektor usaha karena mayoritas UMKM menggunakan daya listrik rata-rata 3500 VA yang tetap dikenakan tarif penuh. 

Selain itu, bahan bakar industri akan dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen, sesuai dengan kebijakan yang berlaku sejak 2025.

“Fakta ini membuat pelaku usaha, baik UMKM maupun industri besar, tidak memiliki pilihan selain menaikkan harga jual barang. Biaya produksi meningkat, sementara beban pajak tetap tinggi. Akibatnya, masyarakat sebagai konsumen akhir akan menghadapi kenaikan harga barang yang tak terhindarkan,” ujar Rinto, kepada wartawan, Rabu (18/12/2024).

Rinto juga mengkritisi kebijakan lain yang terkesan lebih menguntungkan kelompok tertentu. Sebagai contoh, ekspor barang hasil tambang dikenakan tarif PPN nol persen, sementara tarif PPN umum dinaikkan menjadi 12 persen. Berdasarkan kajian IWPI, kebijakan ini justru membebankan rakyat dan pelaku usaha kecil.

Rinto memaparkan, sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), barang hasil pertambangan seperti batubara tidak lagi dikecualikan dari PPN.

Namun, dengan tarif PPN ekspor sebesar 0 persen, perusahaan tambang justru bisa mengajukan restitusi pajak sebesar jumlah PPN masukan mereka. 

Hal ini berpotensi mengurangi penerimaan negara, yang pada tahun 2023 diproyeksikan mencapai Rp 77 triliun dari sektor ini.

“Kami menduga bahwa kenaikan PPN menjadi 12 persen digunakan untuk menutupi kehilangan penerimaan akibat kebijakan yang berpihak pada sektor tertentu. Akibatnya, masyarakat umum dan pelaku UMKM malah harus menanggung beban tambahan,” ujarnya.

Bukan hanya itu, kebijakan Perpanjangan Masa Berlaku PPh Final 0,5 persen memang terlihat menguntungkan UMKM, namun perlu digarisbawahi bagaimana kemampuan pembukuan UMKM setelah tahun 2025 usai. 

Sebagai informasi, kebijakan ini hanya berlaku pada NPWP Orang Pribadi tahun pajak 2018. IWPI menyoroti bahwa kebijakan-kebijakan ini bertolak belakang dengan janji Presiden Prabowo Subianto dalam 8 Misi Asta Cita untuk meningkatkan daya beli masyarakat melalui pengendalian pajak. Dalam kenyataannya, kebijakan tersebut justru menambah beban rakyat.

“Kami mendesak pemerintah untuk memprioritaskan kebijakan yang adil dan berkeadilan ekonomi. Subsidi sementara yang terbatas pada rumah tangga kecil tidak cukup untuk menekan dampak kenaikan harga di sektor usaha. UMKM, sebagai tulang punggung perekonomian, membutuhkan dukungan nyata, bukan sekadar wacana,” kata Rinto.

Rinto mengingatkan pemerintah dan DPR agar kembali pada prinsip keadilan ekonomi, sesuai dengan amanat pembangunan nasional.

Mereka meminta evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan yang berdampak langsung pada daya beli masyarakat dan keberlangsungan usaha kecil.(RED)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Gelar Rakernas di Hotel Sultan Jakarta, Jaksa Agung Burhanuddin Geber Transformasi Kejaksaan Berkeadilan, Humanis, Akuntabel dan Modern

Jaksa Agung Republik Indonesia, Prof Dr Sanitiar Burhanuddin