Warga mendatangi kantor Presiden Jokowi untuk mengadukan ketidakjelasan laporan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketua Umum DPP Lembaga Rakyat Indonesia Berdaya (RIB) Hitler P Situmorang menyambangi Istana Presiden pada Jumat (15/12/2017). Kedatangannya untuk mengadukan penanganan dugaan tindak pidana korupsi yang dilaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kabupaten Bekasi.
Hitler menyampaikan, sudah beberapa bulan ini laporan dugaan tindak pidana korupsi tersebut tidak ditangani oleh KPK. Malah, laporan itu di ping pong dan dijadikan oleh barang mainan oleh sejumlah okpenyidik di KPK dan di lingkaran Istana.
Di Istana Presiden, dia diterima oleh salah seorang staf kantor bernama Munajat. Hitler pun menyampaikan laporan pengaduaannya ke pihak Istana. Laporan tertulis dengan Surat Nomor 194/P/DPP-RIB/XI/2017 tertanggal 11 Desember 2017 itu berisi pengaduan kepada Presiden agar dilakukan kepastian pengusutan atas dugaan tindak pidana korupsi yang sudah dilaporkan ke KPK.
“Di Kabupaten Bekasi, dugaan tindak pidana korupsi sudah sangat berjamaah. Namun, tak satu pun yang serius diusut tuntas oleh aparat penegak hukum, termasuk KPK. Laporan kita malah di ping poing, dan dimasukkan ke dalam laci. Tidak diusut,” tutur Hitler Situmorang, di Jakarta, Sabtu (16/12/2017).
Dia menjelaskan, dalam laporan dugaan tindak pidana korupsi yang dilaporkannya ke KPK, sejumlah bukti kuat dan adanya dugaan kerugian keuangan negara sudah terang benderang dipaparkan. Laporan itu pun, menurut Hitler, melibatkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan kroni-kroninya selama ini.
Menurut dia, pengusutan dugaan kasus korupsi Bupati Bekasi yang telah dilaporkan ke KPK pada tanggal 06 Juni 2017 tidak digubris. Bupati Bekasi dilaporkan oleh LSM Rakyat Indonesia Berdaya (RIB) terkait dengan kerjasama pengelolaan asset daerah dengan pihak ketiga, yaitu PT Hero dan PT YCH di Desa Sukadanau dengan dugaan kerugian Negara sebesar Rp. 164.000.000.000,-.
“Laporan kami tak kunjung dijamah KPK,” ujarnya.
Malah, lanjut dia, dari informasi yang dikumpulkan Hiter dan kawan-kawannya, utusan Sang Bupati telah ada yang masuk ke dalam penyidik KPK, agar menghentikan laporan dan tidak mengusut laporan itu. Juga ada informasi yang diperolehnya bahwa ada utusan Bupati Bekasi yang menghubunngi pihak Istana agar laporan itu tidak diusut.
“Kami mendapat informasi dari Kabupaten Bekasi, orang suruhannya Bupati Neneng yang memiliki chanel ke penyidik KPK telah bergerak, agar laporan kami tidak diusut,” ujar Hitler.
Dia mengatakan, berdasarkan keterangan dari ‘orang dalam’ di Pemerintahan Kabupaten Bekasi itu, semua pejabat di dan aparatur hukum di Kabupaten Bekasi pun sudah ditutup alias tidak akan mengusut kasus yang berkaitan dengan Bupati.
Hitler telah melaporkan Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin ke KPK pada Jumat (06/06/2017) lalu. Laporan dugaan tindak pidana korupsi itu berkenaan dengan kerjasama pengelolaan asset daerah dengan pihak ketiga, yaitu PT Hero dan PT YCH di Desa Sukadanau, Kecamatan Cibitung. Sekitar 17 hektar asset daerah yang dikerjasamakan dengan dua perusahaan tersebut.
Dalam laporan itu, dijelaskan adanya persoalan landasan Peraturan Daerah (Perda) yang digunakan Pemerintah Kabupaten Bekasi dalam dalam kerjasama tersebut. Seharusnya, kata dia, menggunakan Perda No 10 tahun 2011 tentang asset milik daerah, bukan Perda No.6 tahun 2011 tentang retribusi. Perda No 6/2011 juga bisa digunakan saat pemda menyewakan fasos fasum kepada pihak ketiga.
“Karena kalau lahan fasos fasum itu kan dasarnya dari pengembang yang membangun perumahan ataupun apartement. Tapi kalau lahan yang dikerjasamakan yang saya maksud ini, murni milik negara dan tercatat di Desa Sukadanau nomor satu atas nama Pemerintah Kabupaten Bekasi,” ungkap Hitler.
Dia menyebut, bila penyewaan asset pemda menggunakan Perda 6/2011 maka retribusi yang diperoleh pemda, berpotensi tidak tercatat dalam laporan neraca keuangan dan terjadi penghapusan aset. Dia memprediksi retribusi dari kerjasama penyewaan asset untuk PT Hero dan PT YCH selama 20 tahun mencapai Rp7,9 miliar.
Rinciannya, PT Hero sewa lahan seluas 93.285 meter persegi x Rp2.500 x 20 tahun pemda menerima Rp4.664.250.000, ditambah biaya kontribusi 10 persen menjadi Rp5,1miliaran. PT YCH yang menyewa lahan seluas 50.090 meter persegi x Rp2.500 x 20 tahun pemda menerima Rp2.504.500.000 ditambah biaya kontribusi 15 persen menjadi sekitar Rp2,8 miliaran lebih.
“Itu sewanya 20 tahun, Kalau pakai Perda No. 6 tahun 2011, aset tersebut berpotensi tidak masuk di neraca laporan keuangan pemerintah daerah. Sehingga sangat rentan terjadi penghapusan aset milik daerah. Karena di audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dari tahun 2012, tidak saya temukan itu tercatat di neraca. Jadi sangat rentan ada kecurangan dalam pengelolaan aset milik daerah,” bebernya.
Selain meminta agar Presiden Jokowi mengambil langkah tegas untuk penuntasan dugaan tindak pidana korupsi yang telah dilaporkannya ke KPK, Hitler juga menyampaikan, bahwa dirinya dan lembaganya sudah mendapat penghargaan atas keberhasilannya melaporkan dugaan tindak pidana korupsi kepada Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, dan Kejaksaan Negeri Karawang, baik yang sudah diputus oleh pengadilan dan berkekuatan hukum tetap, maupun yang sudah dilimpahkan dan sedang berproses di Pengadilan Tipikor Bandung.
Hitler berharap, pengaduannya ke Presiden Jokowi mendapat respon positif dari Pihak Istana untuk pemberantasan dugaan tindak pidana korupsi di Indonesia.
“Kami meminta penyidik KPK menangani laporan dugaan tindak pidana korupsi Bupati Bekasi secara profesional dan secepatnya dilimpahkan ke pengadilan untuk diadili, sekaligus merealisasikan piagam penghargaan anti korupsi yang sudah lama tertunda,” tutur Hitler.
Sebelumnya, Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengakui pihaknya sudah menerima laporan masyarakat terkait dugaan korupsi Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dalam kerjasama pengelolaan aset milik daerah dengan pihak ketiga.
“Laporannya sedang ditelaah. Memang benar, benar ada laporan terkait pengelolaan aset milik daerah yang diduga tidak sesuai dengan peraturan yang ada. “Intinya kita pelajari dulu, karena laporan yang ke kami perlu tahapan dan kelengkapan data-data. Sehingga mudah untuk membedah suatu perbuatan yang dianggap melawan hukum,” ujar Febri.(JR)