Dugaan Pelanggaran Kode Etik, Benny Tjokro Adukan Hakim ke Bawas MA dan KY

Dugaan Pelanggaran Kode Etik, Benny Tjokro Adukan Hakim ke Bawas MA dan KY

- in HUKUM
360
0

JAKARTA – Benny Tjokrosaputro, yang divonis penjara seumur hidup dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) terus melakukan perlawanan hukum. Selain mengajukan kasasi, konglomerat yang kini meringkuk dalam tahanan itu, pada Selasa (20/4/2021) melalui tim kuasa hukum mengadukan hakim yang mengadilinya ke Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY).

“Dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Majelis Hakim yang diadukan adalah Rosmina (Ketua Majelis), Ignatius Eko Purwanto, Susanti Arsi Wibawani, H. Sigit Herman Binaji, dan Sukartono,” kata Fajar Gora, kuasa hukum Benny Tjokrosaputro di Jakarta.

Dijelaskan, pengaduan dilayangkan karena kliennya merasa diperlakukan tidak adil dan hakim bersikap tidak profesional dalam memutus perkara.

Menurut Fajar, majelis hakim dinilai tidak memiliki sikap profesional, tidak didukung oleh keahlian atas dasar pengetahuan, tidak memiliki keterampilan dan wawasan yang luas dalam menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada kliennya dengan tindak pidana korupsi. Hal ini terlihat dari para terlapor membuat “pertimbangan” putusan (ratio decidendi) yang sangat buruk dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

“Padahal, untuk menilai kualitas dan profesionalitas hakim adalah dengan melihat pertimbangan hukum dari suatu putusan yang dibuatnya,” jelasnya.

Sangatlah ironis, sambung Fajar, ketika majelis hakim menghukum penjara seumur hidup kliennya hanya dengan menggunakan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 7 Tahun 2012 yang sebetulnya masih ditunda berlakunya, bahkan “sengaja dipenggal” ketentuannya, hanya sekadar untuk dapat menghukum Benny Tjokrosaputro.

“Ibaratnya, Benny Tjokrosaputro telah dihukum penjara “seumur hidup” hanya dengan memberlakukan “aturan kantor” yakni berupa Surat Edaran di lingkungan Mahkamah Agung,” paparnya.

Fajar menegaskan, SEMA tersebut sebenarnya hanyalah merupakan petunjuk teknis sebagai petunjuk pelaksanaan tugas bagi pengadilan dan bukan termasuk jenis peraturan perundang-undangan.

Kekeliruan Fatal

Menurut Fajar kekeliruan fatal yang dilakukan majelis hakim adalah ketika memberikan pertimbangan hukum terkait unsur “merugikan keuangan negara” karena masih menggunakan “delik formil”.

Padahal setelah adanya putusan MK No. 25/ PUU-XIV/2016, dalam menghitung kerugian negara tidak lagi menggunakan delik formil tetapi menggunakan delik materiil, itu artinya kerugian keuangan negara harus dibuktikan secara nyata (factual loss), dan tidak lagi bersifat potensi (potential loss).

Dalam kasus Benny Tjokrosaputro dalam pertimbangan putusan Majelis Hakim secara jelas menyatakan tidak terbukti adanya kerugian negara secara nyata (factual loss), tetapi menghukumnya “seumur hidup” hanya dengan kerugian negara yang masih bersifat potensi (belum nyata).

Majelis hakim juga sangat tidak profesional, karena dalam putusannya tidak mampu memisahkan harta benda yang dirampas negara merupakan harta benda milik pribadi atau milik perusahaan dari Benny Tjokrosaputro.

“Padahal, yang diputus bersalah adalah Benny Tjokrosaputro sebagai pribadi, akan tetapi dalam putusan, harta benda yang tercatat dan terdaftar atas nama perusahaan Benny Tjokrosuanto maupun perusahaan milik pihak ketiga juga dirampas untuk Negara,” paparnya.

Fajar mengungkapkan, ketidakprofesionalan hakim dalam menjatuhkan putusan merampas harta benda tersebut telah mengakibatkan banyaknya pengajuan Keberatan Pasal 19 Undang-Undang Tipikor ke Pengadilan hingga mencapai lebih dari 100 pihak pengadu keberatan. Untuk mengadili dan menghukum Benny Tjokrosaputro, maka majelis hakim harusnya dibekali, mengerti dan memahami pengetahuannya tentang Pasar Modal.

“Apabila syarat pengetahuan Pasar Modal tidak dimilikinya, maka majelis hakim sangat besar melakukan kekeliruan dalam menjatuhkan putusan. Majelis Hakim bersikap tidak profesional, karena kurang pengetahuannya dan kurang memahami ruang lingkup Pasar Modal, sehingga menyatakan Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat mampu “menggoreng” (mengendalikan) harga saham dengan menggunakan nama-nama orang sebagai nominee agar harga saham mengalami kenaikan,” jelasnya.

Padahal, apabila majelis hakim memahami dunia pasar modal, maka tidak mungkin seorang Benny Tjokrosaputro mampu mengendalikan harga saham di pasar bebas yang namanya Pasar Modal, terlebih lagi jika saham yang katanya digoreng itu (saham MYRX) memiliki saham Indeks LQ45.

Pelanggaran lain yang dilakukan majelis hakim, ungkap Fajar, adalah keliru atau salah dalam menilai alat bukti terkait unsur niat jahat (mens rea). Fakta persidangan terungkap, tidak ada hubungan kedekatan dan pertemuan yang intens atau sering terjadi antara Benny Tjokrosaputro dengan Heru Hidayat, Joko Hartono Tirto, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, Syahmirwan dan pihak-pihak lainnya, baik itu para Direksi maupun karyawan PT. Asuransi Jiwasraya, termasuk Manajer Investasi dan/atau pihak lain yang terkait perkara ini.

Oleh karenanya, bagaimana mungkin seseorang yang punya niat jahat (mens rea) bersama-sama melakukan investasi di PT Asuransi Jiwasraya dengan secara melawan hukum tetapi satu dengan lainnya tidak saling akrab, tidak pernah bertemu, bahkan hanya dengan satu kali pertemuan. Namun, fakta-fakta ini tidak dinilai dengan cermat dan profesional oleh majelis hakim.

“Dengan demikian, hukuman pidana penjara seumur hidup terhadap Benny Tjokrosaputro sangat terlihat hanya semata-mata bertujuan untuk menghukumnya dengan mengakomodir ekspektasi publik atau tekanan publik,” tegasnya.

Dengan cara-cara atau modus yang dilakukan majelis hakim dalam mengadili Benny Tjokrosaputro ini, maka diduga telah melanggar Huruf C angka 10 dari Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial Nomor 47/KMA/SKB/IV/2009 — 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim junto Pasal 4 huruf a dan huruf j junto Pasal 5 ayat (2) huruf e junto Pasal 14 ayat (1) Peraturan Bersama Ketua MA dan Ketua KY Nomor: 02/PB/MA/IX/2012 ~ 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

“Kami berharap KY maupun MA dapat menghukum majelis hakim yang mengadili Benny Tjokrosaputro dengan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, dan semoga saja masih ada keadilan di negeri ini,” pungkasnya.(Richard)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Seruan PARKINDO di Hari Lahir Pancasila: Hentikan Identitas Politik Suap dan Transaksional

Suap janganlah kau terima, sebab suap membuat buta