Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah menentukan tiga orang calon Hakim Agung.
Penetapan itu dilaksanakan dalam Rapat Pleno Komisi III DPR RI pada Selasa, 30 Agustus 2016. Komisi III memilih para calon Hakim Agung setelah mendapat pandangan dari fraksi-fraksi di DPR.
Ketiga calon Hakim Agung itu adalah Dr. Ibrahim, S.H., M.H., LL.M. (kamar peradilan perdata), Dr. Panji Widagdo, S.H., M.H. (kamar peradilan perdata) dan Dr. H. Edi Riadi, S.H., M.H. (Kamar Peradilan Agama).
Anggota Komisi III DPR Nasir Jamil menyampaikan, pimpinan Komisi III dan kapoksi-kapoksi telah melakukan musyawarah mufakat sebelum keputusan tersebut diplenokan. Kemudian, terpilihnya tiga nama tersebut merupakan hasil dari keputusan musyawarah mufakat itu.
“Hasil dari musyawarah mufakat itu, kami akhirnya sepakat untuk memilih tiga nama calon hakim agung, dan itu juga berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan oleh fraksi-fraksi,” ucap Nasir di Komplek Parlemen, Selasa (30/82016).
Penentuan para calon Hakim Agung itu, tambah politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, merupakan hasil penilaian dari integritas maupun komitmen, visi-misi, serta kapasitas dan kompetensi.
Ke depannya, lanjut dia, Komisi Yudisial (KY) perlu memikirkan ataupun merencanakan langkah-langkah yang strategis, supaya calon hakim agung yang dikirimkan nama-namanya ke gedung Parlemen itu bisa disetujui oleh DPR. Pasalnya, lanjut dia, adanya putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan bahwa DPR mempunyai hak untuk memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap para calon hakim agung.
“Karena konsekuensi putusan Mahkamah Konstitusi membuat posisi DPR itu memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan. Berbeda sebelum ada putusan MK dimana satu lowongan di isi oleh calon hakim, disitu tentu saja bisa kami tidak punya pilihan, kecuali harus memilih dan pasti terpilih,” paparnya.
Meski begitu, dia menghimbau, Pimpinan DPR perlu melakukan evaluasi proses-proses uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan di parlemen. Supaya masyarakat tidak beranggapan bahwa seolah-olah ada muatan politik tertentu.
“DPR, melalui Pimpinan DPR perlu mengavaluasi proses uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan di parlemen ini. Sehingga, kemudian publik tidak melihat ini seolah-olah ada muatan politik tertentu atau semacam like or this like,” ujarnya.
Nasir menegaskan, kepada calon-calon pejabat publik yang diuji oleh DPR, harus ada dan mendapatkan pembobotan yang baik dan benar. Sehingga benar-benar transparan dan akuntabel, dengan begitu masyarakatpun tidak meragukan apa yang diputuskan Dewan Perwakilan Rakyat.(Jimmi)