Para politisi di gedung DPR Senayan sudah mulai membahas Rancangan Undang Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty.
RUU Tax Amnesty yang dibahas oleh Komisi XI DPR RI itu, membutuhakan data akurat dan administrasi yang kuat dalam proses pengampunan. Sebagai langkah menjadikan momentum ini untuk merevolusi perpajakan di Indonesia.
“Dalam pembahasan RUU Pengampunan Pajak, perlu dipertegas pengertian atas pengampunan pajak itu sendiri, termasuk subjek dan objeknya,” ujar Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan di Komplek Parlemen, Jumat (27/5/2016).
Menurut Heri, tata cara pengampunan harus jelas antara persyaratan pengajuan dan penelitian administrasi, serta pembetulan dan keputusannya.
Selain itu, lanjut dia, masalah krusial lainnya adalah tarif uang tebusan, jangka waktu, pembedaan tarif, dan dasar pengenaan uang tebusan.
Meski begitu, Politisi Partai Gerindra itu mengatakan, keamanan dan kerahasiaan data para wajib pajak juga harus terjaga, termasuk perlakuan harta yang direpatriasi, tata cara pengalihan harta, jenis dan tata cara investasi, serta periodenya.
“Wajib pajak yang mengajukan pengampunan harus diawasi secara lebih ketat dan harus didukung dengan prosedur pelaksanaan yang jelas dan mengikat bagi semua wajib pajak yang mengajukan,” jelas dia.
Peningkatan audit dan pengenaan sanksi, lanjut Heri, yang lebih berat perlu dilakukan bagi para wajib pajak yang tidak mengajukan pengampunan.
“Pengampunan pajak harus diikuti penegakan hukum yang tegas,” imbuhnya.
Hingga saat ini, Heri juga mengungkapkan, RUU Tax Amnesty baru memasuki pembahasan awal di Panja Komisi XI. RUU yang merupakan inisiatif pemerintah ini, terdiri dari 14 bab, 27 pasal, dan 346 daftar inventarisasi masalah (DIM). Dari 346 DIM itu, ada 36 DIM tetap, 27 DIM berubah, dan 38 DIM baru dimasukkan.(Jimmi)