DPP PARKINDO Desak PTPN III Hentikan Tindakan Sewenang-Wenang Di Lahan Warga Pematangsiantar

DPP PARKINDO Desak PTPN III Hentikan Tindakan Sewenang-Wenang Di Lahan Warga Pematangsiantar

- in DAERAH, EKBIS, HUKUM, NASIONAL, POLITIK, PROFIL
717
0
Logo Partisipasi Kristen Indonesia (PARKINDO).Logo Partisipasi Kristen Indonesia (PARKINDO).

Dewan Pimpinan Pusat Partisipasi Kristen Indonesia (DPP PARKINDO) mendesak PT Perkebunan Nusantara III atau PTPN III (Persero) untuk menghentikan tindakan sewenang-wenang kepada warga Gereja dan masyarakat di Pematangsiantar, Sumatera Utara.

Tindakan sewenang-wenang yang diduga dilakukan aparat atas suruhan PT Perkebunan Nusantara III atau PTPN III (Persero) dalam proses okupasi lahan warga masyarakat di Kampung Baru, Kelurahan Gurilla dan Kelurahan Bah Sorna, Kecamatan Siantar Sitalasari, Kota Pematangsiantar, tidak dapat ditolerir.

Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partisipasi Kristen Indonesia ( Sekjen PARKINDO), Besli Pangaribuan menyerukan, kepada seluruh warga masyarakat di Sumatera Utara, khususnya di Pematangsiantar, untuk bersama-sama membantu dan menolong warga korban okupasi PT Perkebunan Nusantara III atau PTPN III (Persero).

“Pihak PT Perkebunan Nusantara III atau PTPN III (Persero) dan aparat yang melakukan okupasi dengan semena-mena terhadap warga harus dihentikan. Proses-proses pemenuhan hak warga masyarakat wajib dilakukan oleh seluruh pihak,” tutur Besli Pangaribuan, dalam siaran persnya, Kamis (27/10/2022).

Menurut Besli Pangaribuan, di Sumatera Utara, sangat marak persoalan perampasan tanah rakyat, baik oleh perusahaan Negara, maupun yang dilakukan pengusaha atau korporasi rakus, serta perorangan yang sering mengedepankan tindakan-tindakan kekerasan dan sewenang-wenang.

Karena itu, dia melanjutkan, Dewan Pimpinan Pusat Partisipasi Kristen Indonesia (DPP PARKINDO) meminta kepada Kapolri Listyo Sigit Prabowo, Jaksa Agung Republik Indonesia Burhanuddin, dan para Menteri terkait, agar turun tangan menindak para oknum aparat dan oknum-oknum perampas tanah rakyat.

Selain itu, dikatakan Besli Pangaribuan, dalam menyelesaikan persoalan, hendaknya tidak mempergunakan cara-cara kekerasan, yang malah akan terus menerus menjadikan warga masyarakat sebagai korban.

“Negara melalui aparaturnya, dan para Menteri maupun Aparat Penegak Hukumnya, harus berpihak kepada kepentingan Warga Negara Indonesia, melindungi segenap tanah tumpah dara Indonesia, dan menjamin keselamatan warga Indonesia,” tandas Besli Pangaribuan.

Sebelumnya, PT Perkebunan Nusantara III atau PTPN III (Persero) melakukan okupasi terhadap lahan di Pematangsiantar, Sumatera Utara.

Sudah sejak Rabu (19/10/2022), warga yang telah mendiami dan mengusahai lahan terlantar itu selama 18 tahun, bertahan dan menolak okupasi yang dilakukan Perusahaan BUMN tersebut.

Pucuk Pimpinan Gereja Huria Kristen Indonesia (HKI) melalui Ephorus Pdt Firman Sibarani, M.Th dan Sekretaris Jenderal Pdt Hotman Hutasoit, M.Th, menyatakan mendukung dan bersama-sama rakyat untuk menolak okupasi yang dilakukan secara sewenang-wenang oleh pihak PTPN III kepada warga.

Dalam rilisnya, Pucuk Pimpinan Huria Kristen Indonesia (HKI) yang diterima wartawan, dijelaskan bahwa perusahaan PTPN 3 Kebun Bangun mengokupasi lahan di Pematangsiantar yang selama ini telah diduduki oleh warga selama 18 tahun.

Di atas lahan tersebut masyarakat mendirikan bangunan, perladangan serta bangunan lainnya, termasuk rumah ibadah seperti Gereja.

Warga menolak terjadinya tindakan okupasi tersebut. Banyak warga yang terancam kehilangan tempat tinggal dan perladangannya.

Menyikapi hal ini, Pucuk Pimpinan HKI menyampaikan pesan pastoral kepada warga yang sedang terancam kehilangan tempat tinggal.

Intimidasi demi intimidasi dan kekerasan telah dialami oleh masyarakat petani yang tergabung dalam Forum Tani Sejahtera Indonesia (FUTASI) yang berada di Kampung Baru, Kelurahan Gurilla dan Kelurahan Bah Sorna, Kecamatan Siantar Sitalasari, Kota Pematangsiantar dalam mempertahankan hak atas tanah yang telah diusahakan oleh masyarakat sejak tahun 2004.

Sejak Hari Rabu tanggal 19 Oktober 2022 lalu, masyarakat melakukan penolakan okupasi yang dilakukan oleh pihak PTPN III yang dikawal oleh  pihak aparat TNI/ Polri.

Penolakan ini bukan tanpa alasan, sebab HGU PTPN III sudah berakhir sejak 2004, sehingga klaim perusahaan tidak sah.

Munculnya HGU baru tahun 2006 di atas lahan sengketa yang telah di-reclaiming oleh masyarakat yang diterbitkan BPN, juga mencurigakan. Karena telah terjadi pemekaran pada 1996. Jadi letak tanah masyarakat Gurilla bukan lagi di wilayah Simalungun, melainkan masuk ke wilayah Administratif Kota Pematangsiantar.

Lebih ironis lagi, tanah tersebut telah diusulkan para petani bersama Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) kepada Pemerintah sebagai salah satu Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA).

“Alih-alih melakukan percepatan penyelesaian konflik agraria seperti yang telah dijanjikan, Pemerintah bersama aparatnya justru terus melakukan penggusuran dan perampasan tanah-tanah yang telah digarap dan diusulkan petani,” demikian pernyataan Pucuk Pimpinan Gereja Huria Kristen Indonesia (HKI) melalui Ephorus Pdt Firman Sibarani, M.Th, dalam rilis yang diterima, Kamis (27/10/2022).

“Rakyat juga adalah pemilik sah negeri ini, warga juga memilik hak untuk masa depan kehidupannya dan tugas Negara adalah memberikan jaminan atas masa depan setiap rakyatnya,” lanjut Sekretaris Jenderal HKI, Pdt Hotman Hutasoit, M.Th, dalam rilis yang sama.

Merespons beragam tindakan yang tidak bermartabat dan tidak manusiawi yang dialami oleh masyarakat, lanjutnya, pada Senin 24 Oktober 2002, Pucuk Pimpinan Huria Kristen Indonesia Ephorus Pdt Firman Sibarani, M.Th dan Sekretaris Jenderal Pdt Hotman Hutasoit, M.Th beserta beberapa Pendeta telah turun ke lokasi sengketa lahan eks HGU PTPN 3.

Pucuk Pimpinan Gereja HKI bersama sejumlah Pendeta dan masyarakat petani yang telah menggarap dan melakukan reclaiming turun ke lokasi tanah eks HGU selama 18 tahun lebih tersebut.

“Pimpinan Pusat Sinode Gereja HKI memberikan dukungan atas perjuangan rakyat dan menghimbau agar masyarakat diperlakukan secara bermartabat dan manusiawi dalam proses penyelesaian sengketa ini,” ujar Ephorus HKI, Pdt Firman Sibarani, M.Th.

Ephorus HKI juga meminta agar dilakukan dialog formal sebagai jalan yang harus ditempuh dalam penyelesaian sengketa.

Sedangkan, sejumlah warga Gereja HKI bersama warga lainnya yang juga menjadi korban okupasi PTPN III itu, menyampaikan Salam dari Desa Gurilla, Kecamatan Sitalasari, Kota Pematangsiantar.

“Rakyat di sini sudah kekurangan makanan dan kalau digusur tidak ada tempat tinggal. Kami di sini, Pucuk Pimpinan Gereja Huria Kristen Indonesia bersama rakyat, meminta kepada yang terhormat Walikota Pematangsiantar, Ketua DPRD Pematangsiantar, pihak PTPN III dan pihak terkait lainnya menghentikan okupasi, menghentikan perusakan tanaman dan rumah di atas lahan eks HGU PTPN III seperti yang ada di sini,” lanjut Ephorus HKI.

“Kami meminta, mari duduk bersama, membicarakan, mencari penyelesaian dengan benar dan baik, bermartabat dan manusiawi. Baiklah Pemerintah memerhatikan masa depan rakyatnya dengan memberi lahan kepada mereka sebagai Rakyat Indonesia. Semua taat hukum, masyarakat taat hukum, PTPN III taat hukum, dan Pemerintah juga taat hukum. Maka bersama rakyat yang sangat menderita dan susah hidupnya, kami meminta, mari adakan dialog, dialog dan merdeka,” tandas Ephorus HKI, Pdt Firman Sibarani, M.Th.(RED)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Relawan Jak Menyala Dukung Pramono-Rano, Ingin Jakarta Dipimpin Putra Daerah

SinarKeadilan.com – Relawan Jakarta Menyala (Jak Menyala) secara resmi