Pemerintahan Jokowi didesak mengakui kegagalannya memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia. Anjloknya nilai Rupiah terhadap Dolar Amerika, harusnya menjadi momentum pemerintah mengakui kegagalannya mengurusi persoalan ekonomi masyarakat.
Presiden Gerakan Pribumi Indonesia (Geprindo) Bastian P Simanjuntak mengatakan, nilai dolar amerika yang bertengger hingga Rp 15 ribu per dolar, menandakan kegagalan pemerintah.
Bastian mengatakan, jika dihitung sejak Jokowi resmi menjadi presiden 20 Oktober 2014 hingga saat ini, total kemerosotan nilai rupiah terhadap dolar amerika sebesar 25%. Pada 20 Oktober 2014, dolar amerika bertengger di angka 12 ribu dan kini sudah di angka 15 ribu rupiah.
“Ini sebuah kegagalan yang harus diakui Jokowi tanpa harus mencari kambing hitam,” ujarnya, Kamis (06/09/2018).
Menurut Bastian, 25% itu bukan angka yang kecil. Artinya nilai tanah bagi investasi asing lebih murah 25%. Demikian juga upah pekerja Indonesia bagi perusahaan asing yang berinvestasi di Indonesia, menjadi semakin murah.
Fakta itu, lanjutnya, pertanda pemerintah Jokowi telah gagal untuk mengangkat kewibawaan negara, harkat dan martabat bangsa Indonesia. Rakyat harus tahu pentingnya nilai mata uang bagi negara merdeka seperti Indonesia.
Uang bukan hanya alat tukar dalam ekonomi akan tetapi nilai mata uang juga berdimensi pada posisi Indonesia di percaturan Internasional.
“Semakin tinggi nilai tukar uang semakin tinggi pula harkat dan martabat sebuah bangsa. Dan sebaliknya pun demikian. Dengan demikian Jokowi telah gagal menjadikan bangsa besar sebagai negara yang benar-benar merdeka dan berdaulat,” imbuhnya.
Selama ini, Paket Ekonomi serta data kemajuan ekonomi hanyalah utopia. Akibatnya begitu datang ‘badai’ kecil negara menuju kebangkrutan.
Pada akhirnya, Indonesia dianggap sepele oleh bangsa lain. “Ini semua akumulasi pencitraan yang tidak bermanfaat bagi negara kita,” ujarnya.
Ada kebohongan terorganisir yang akhirnya terungkap setelah lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. Sejak Jokowi memimpin, nilai tukar rupiah selalu di bawah harapan.
Meningginya nilai kurs dolar akan berdampak pada roda ekonomi Indonesia. “Sekaligus membuktikan keroposnya fundamental ekonomi kita,” ujarnya.
Tidak bisa dipungkiri, menurut dia, Indonesia masih jauh dari berdikari. Dampak melemahnya rupiah akan menyebabkan rontoknya ekonomi Indonesia. Beberapa bulan ke depan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) juga akan mengakibatkan naiknya harga kebutuhan pokok.
Selain biaya produksi, biaya bahan baku akan meningkat serta secara otomatis biaya angkut barang semakin mahal.
Situasi ini akan menambah beban hidup masyarakat di tengah kesulitan ekonomi yang sedang melanda. Ancaman kenaikan dolar masih terus akan terjadi, karena market masih menunggu kebijakan the fed untuk menaikan suku bunga sebanyak 4 kali pada tahun ini.
“Sejak berkuasa, pemerintah Jokowi telah mengambil kebijakan yang salah yaitu bergantung pada investasi asing dan memprioritaskan pembangunan infrastruktur berbiaya mahal yang didanai oleh pinjaman luar negeri,” tuturnya.
Sehingga, pada saat kurs dolar amerika naik signifikan, secara otomatis akan menambah beban negara. Karena setiap tahun Indonesia harus membayar cicilan pokok dan bunga pinjaman dengan mata uang dolar amerika.
“Kita juga sepakat, pelemahan rupiah tersebut salah satunya disebabkan tidak terjadi reformasi struktural yang tepat di bidang ekonomi, misalnya hasil ekspor tidak dikonversi ke Rupiah serta terjadi kebocoran penerimaan negara,” tuturnya.
Oleh karena itu, tidaklah sepenuhnya benar kondisi ini akibat global. “Ini akumulasi dari pencitraan yang akhirnya terbukti hanya ‘istana pasir’,” ujarnya.
Dalam situasi seperti ini, menurut dia, untuk menekan kurs dolar tidak ada cara lain bagi pemerintah secara jangka pendek yaitu dengan menaikan Suku Bunga Bank Indonesia.
“Namun dampaknya secara ekonomi akan memperparah sektor riil, dan bisa memicu krisis ekonomi seperti tahun 1998. Pemerintah juga harus mewaspadai gelombang PHK besar-besaran yang diakibatkan meningkatnya biaya produksi dan bahan baku,” pungkasnya.(JR)