Kelompok Abu Sayyaf menewaskan 15 tentara Filipina dan 12 lainnya luka-luka dalam pertempuran yang terjadi pada Senin 28 Agustus 2016 sore, di kota terpencil Patikul, di Jolo Provinsi Sulu. Pasukan Pemerintah Filipina yang menyusuri medan hutan tiba-tiba diserang oleh 30 orang besenjata.
Seperti dilansir dari The New York Times, Selasa (29/8/2016), dalam bentrokan pertama, Batalyon Infanteri dipimpin oleh Letkol Presco Lobos bentrok dengan kurang lebih 30 anggota Abu Sayyaf yang menggunakan senjata berat, yang dipimpin oleh Jamiri Jawong Jauhari. Dalam bentrokan tersebut, dua anggota Abu Sayyaf tewas, termasuk Jauhari.
Berselang dua jam, tentara filipinan yang dipimpin oleh Letkol Samuel Manzano kembali diserang 80 orang gerilyawan Abu Sayyaf dan mengakibatkan dua anggota kelompok Abu Sayyaf tewas dan dua tentara juga terluka dalam kejadian tersebut.
Menurut salah seorang tentara, sekelompok orang bersenjata diduga kembali dikirimkan, sekitar 120-an orang yang diduga sebagai balai bantuan. “Lima belas tentara, termasuk seorang letnan dua, tewas dalam aksi, sementara 10 lainnya terluka,” kata seorang militer yang terlibat dalam pertempuran tersebut.
“Mungkin masih ada korban di sepanjang jalan seperti yang kita memajukan tugas penting ini untuk membasmi bandit dan teroris dari 25 tahun, tapi kami tidak akan berhenti sampai kita menyingkirkan negara kita dari ancaman kelompok Abu Sayyaf ini membawa ke dunia,” kata Kepala Angkatan Bersenjata Filipina, Jenderal Ricardo Visaya.
Jumlah dari kelompok atau atau yang disebut pembawa pedang diyakini berjumlah kurang dari 500-an orang. Kelompok tersebut juga dikabarkan terus merekrut anggota baru yang kebanyakan dari keluarga miskin.
Sementara itu, Presiden Filipina Rodrigo Duterte meningkatkan pasukannya dengan menambah 2.500 tentara yang akan disebar keseluruh pulau dan kota yang ada di Provinsi Sulu Filipina Selatan.
Tentara mulai meningkatkan serangan mereka terhadap kelompok teroris sesuai dengan perintah Presiden Rodrigo Duterte. Kelompok ini masih menyadera delapan orang Indonesia, delapan warga Filipina, lima Warga Negara Malaysia, seorang pengamat burung dari Belanda dan satu Warga Negara Norwegia. Para sandera diyakini ditahan di hutan Jolo, namun tidak dapat dipastikan apakah mereka berada di wilayah tersebut ketika terjadi pertempuran.(Nando Tornando)