Tim Intelijen Kejaksaan Agung (Kejagung) dari Adhyaksa Monitoring Centre (AMC) berhasil menangkap Herry, terpidana kasus dugaan penipuan Bank CIMB Niaga Makassar sebesar Rp22.390.000.000. Herry yang sehari-hari bekerja sebagai wiraswasta ini sempat buron selama kurang lebih 2 tahun.
“Herry ditangkap Senin (15/01/2018) jam 14.50 WIB, di Bandara Soekarno Hatta Terminal 3, jalan P2 Pajang Benda Tangerang City, Banten,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, M Rum saat jumpa pers, di Jakarta, Selasa (16/01/2018).
Rum mengatakan, penangkapan tersebut berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor: 66K/Pid/2016 tanggal 2 Mei 2016 yang dalam amarnya menyatakan terpidana Herry telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penipuan sebesar Rp22.390.000.000.
“Dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Herry dengan penjara selama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan,” ujarnya.
Rum menjelaskan, kasus ini bermula tahun 2012 ketika terpidana Herry oleh Donni Prananto dan Ishak Lallo dipertemukan kepada Tommy Lybianto dan Lo Khie Sin yang keduanya adalah korban dari pihak PT Hengtraco Dinamika di Hotel Pena Mas Makassar.
Dalam pertemuan tersebut, terpidana Herry membujuk Tommy Lybianto dan Lo Khie Sin untuk melunasi kreditnya yang sudah macet di CIMN Niaga Makassar dengan menjaminkan aset-aset perusahaan.
“Ternyata aset-aset yang dijaminkan terpidana Herry di CIMN Niaga Makassar itu telah dinyatakan pailit berdasarkan putusan peninjauan kembali (PK) Nomor: 25PK/Pdt.Sus/2012 tanggal 19 Maret 2012 atas permintaan/permohonan yang diajukan oleh Wempi Dahong,” jelasnya.
Di tempat yang sama, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Makassar, Dicky Rahmat Rahardjo mengatakan, terpidana Herry awalnya telah divonis dua tahun penjara oleh pengadilan tingkat pertama. Namun saat banding di pengadilan tinggi terpidana Herry dijatuhkan hukuman penjara selama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan.
“Ditingkat kasasi, MA menguatkan putusan terhadap terpidana Herry,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, putusan terhadap terpidana Herry keluar pada pertengahan 2016, namun pihak kejaksaan baru menerima sekitar 2017. Dan ketika hendak dieksekusi yang bersangkutan tidak diketahui keberadaannya.
“Lalu pada Oktober 2017 kita mengajukan surat permintaan untuk penangkapan melalui Adhyaksa Monitoring Centre atau Monitoring Centre Kejaksaan Agung,” katanya.(Richard)