Hampir semua penganggaran yang dilakukan di masa pandemi Virus Corona atau Covid-19 ini sangat rawan dikorupsi. Salah satunya, dana pendidikan sekolah atau yang dikenal dengan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Pendidikan di sekolah-sekolah.
Koordinator Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (Alaska) Adri Zulpianto mengatakan, untuk mengatasi kerawanan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan segera turun tangan.
Menurut Adri, sejak tahun 2020, operasionalisasi dana pendidikan diserahkan ke akun bank sekolah langsung dari pemerintah pusat. Hal tersebut merupakan pengalihan sistem guna menghindari potongan-potongan yang muncul dari kegiatan kedinasan.
“Namun masih rawan korupsi, sehingga KPK juga harus lebih pro-aktif memperhatikan dana BOS Pendidikan di sekolah,” tuturnya, dalam siaran persnya, Senin (04/05/2020).
Dana Pendidikan untuk sekolah atau yang dikenal dengan Biaya Operasional Sekolah pada tahun 2020 digelontorkan sebesar Rp54,32 Triliun untuk 45,4 juta jiwa. Besaran tersebut meningkat sebesar 6,03% dibandingkan tahun 2019.
“Dan metode pengalihan anggaran dari Kemenkeu pun kini langsung ke akun bank sekolah. Jangan sampai, anggaran tersebut hanya menjadi bancakan pihak sekolah,” imbunya.
Langsungnya pengalihan anggaran dari Kementerian Keuangan ke akun bank sekolah, itu menjadi salah satu titik rawan korupsi. Penggunaan dana itu pun dianggap belum berpihak kepada kegiatan-kegiatan kesiswaan dan bagi guru honorer di sekolah.
Menurut Adri, kebijakan langsung seperti itu justru menjadi lahan korupsi yang kini beralih ke pemegang kuasa atas anggaran pendidikan tersebut di sekolah.
Menurut dia, Sekolah yang menjadi sistem terbawah menjadi ladang bagi Kepala Sekolah yang tidak bertanggungjawab untuk memenuhi hasrat pribadinya memperkaya diri menggunakan dana BOS.
Pihak Pengawas yang sering datang ke sekolah untuk meminta jatah dari dana BOS pun turut mengambil keuntungan.
“Setali tiga uang, Kepala Sekolah dan Pengawas seakan saling menyandera masing-masing dengan kelakuannya tersebut. Inilah yang kemudian, membuat sekolah tidak dapat melakukan keterbukaan kepada masyarakat, komite dan warga sekolah dari anggaran yang didapat, terlebih sekolah-sekolah swasta,” jelasnya.
Untuk itu, Adri meminta kepada Kementerian Keuangan bekerjasama dengan Kemendikbud dan KPK untuk memperhatikan kekayaan Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah dan pejabat-pejabat di Dinas Pendidikan.
“Karena korupsi dana pendidikan itu dilakukan secara massif,” jelasnya.
Selain itu, pihaknya juga meminta KPK dan Kemendikbud untuk meminta Laporan Harta Kekayaan setiap Kepala Sekolah setiap tahun, layaknya LHKPN.
“Karena Kepala Sekolah saat ini banyak memiliki perusahaan, kendaraan-kendaraan yang lebih dari satu baik motor maupun mobil, dengan isi rumah yang mewah. Sedangkan kenyataanya gaji guru masih banyak yang terlantar,” ungkapnya.
Padahal, lanjutnya, sebesar 50% dari dana BOS harus digunakan untuk menggaji honor. Belum lagi soal gedung sekolah yang berantakan, dan kegiatan siswa di sekolah yang masih minim. Termasuk dana BOS yang masih digunakan untuk menggaji guru ASN di sekolah.
“KPK juga harus rutin untuk melakukan inpeksi mendadak ke setiap sekolah dalam mendapatkan temuan-temuan pelanggaran yang terjadi di sekolah. Seperti duplikasi stempel-stempel di sekolah, duplikasi nota-bon dan kwitansi di sekolah,” imbuh Adri.
Dia juga meminta Kemendikbud untuk mewajibkan sekolah mejalankan Undang-Undang Keterbukaan Informasi. Kemendikbud menyelaraskan dan menyeragamkan tabulasi keterbukaan informasi anggaran di sekolah dan di dinas pendidikan. Sehingga sekolah dan dinas pendidikan wajib membuka informasi anggaran dana BOS di sekolah.
Dan dibuktikan di setiap laporan berupa foto bahwa informasi tersebut telah berisi informasi terbaru yang diletakkan di tempat dimana setiap orang dapat melihat informasi dana BOS di sekolah tersebut.
“Karena masih banyak sekolah hanya menempel papan informasi anggaran dana bos, tapi tidak difungsikan sebagaimana mestinya. Sehingga dana BOS hanya menghasilkan kesia-siaan,” tutup Adri Zulpianto.(JR)