Jika masih ada penegakan hukum dan keadilan, Presiden Joko Widodo diminta menindaktegas para oknum penegak hukum yang melakukan penganiayaan terhadap warga binaan di Lapas Klas II B Bukit Semut Sungailiat, Bangka.
Ernita Simanjuntak, ibundanya Renhad Hutahaean–warga binaan Lapas Klas II B Bukit Semut, Bangka-sudah hampir kehabisan kepercayaan terhadap aparatur negara, aparat hukum maupun aparat pemerintahan.
Kriminalisasi dan penganiayaan terhadap putra pertamanya dilakukan di dalam Lapas. Oleh sipir dan juga Kepala Lapas. Penganiayaan berat yang dialami Renhad, hingga kedua bola matanya buta, membuat Ernita kehilangan kepercayaan kepada aparat penegak hukum.
“Masih adakah yang bisa dipercaya? Masih adakah yang mau memberikan keadilan kepada kami?” tutur Ernita terisak, lewat sambungan telepon.
Sudah semua upaya yang bisa dilakukannya, tak jua ada keadilan. Bahkan, dia berupaya menghubungi pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, untuk bersama-sama memperjuangkan keadilan bagi Renhad. Belum ada titik terang.
“Jika Bapak Menteri di Jakarta mau, keadilan itu bisa terjadi. Tolong sampaikan juga ke Bapak Jokowi, apakah masih ada keadilan? Saya mau datang ke Jakarta, mau sampaikan langsung ke Pak Jokowi, saya mau buka semua ketidakadilan ini,” tutur Ernita semakin terisak.
Dia saja mengikuti persidangan atas laporannya mengenai kondisi anaknya yang dianiaya berat, hingga mengalami kebutaan permanen.
Menurut Ernita, dalam agenda persidangan kali ini, saksi yang dihadirkan pihak terlapor berbohong. “Semua saksinya berbohong. Tidak menyatakan yang sebenarnya. Mereka menutupi kebobrokan pihak lapas,” ungkapnya.
Renhad dianggap hanya mengalami tindak pemukulan ringan atau Tipiring. Padahal, Renhad sudah babak belur, disiksa dan mengalami buta permanen. “Mengapa jaksanya malah menerapkan Pasal 351 (penganiayaan ringan)? Seharusnya pakai Pasal 354 (penganiayaan berat). Apakah mereka tidak melihat kondisi sebenarnya? Mereka berbohong semua itu,” ujarnya.
Selain itu, di persidangan, Ernita tidak pernah tahu dan tidak pernah dikasih tahu siapa saja saksi-saksi yang dihadirkan. Sementara, saksi yang akan diajukan Ernita—yakni teman satu sel Renhad—tidak pernah dihadirkan, dan selalu dihalang-halangi.
Menurut dia, persidangan yang Majelis Hakimnya diketuai Oloan Hutabarat itu, penuh rekayasa. “Saksi dari kami tak pernah dihadirkan. Jaksanya juga tidak pernah mengecek kebenarannya. Tak pernah datang jaksa dari Kejati Bangka ke sini. Laporan kami ke Polda,” tuturnya.
Ernita bersikeras ingin menyampaikan langsung dan mengungkapkan langsung kondisi dan fakta yang dia ketahui kepada Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly dan juga kepada Presiden Joko Widodo.
“Saya juga perlu bicara di televisi. Akan saya buka semua kebohongan-kebohongan mereka. Tolong Pak Menteri dan Pak Jokowi, saya rela akan datang ke Jakarta, saya akan buka semua ketidakadilan ini,” tuturnya.
Renhad dikenal sebagai anak yang baik, penurut dan taat pada orang tua. Tuduhan yang dialamatkan ke Renhad sebagai pencabulan terhadap anak-anak kecil yang akhirnya dipaksakan memenjarakan Renhad, tidak benar.
Dibeberkan Ernita, Renhad itu setamat kuliah dari Yogyakarta kembali ke rumah orang tuanya. Ernita yang merupakan Kepala Sekolah di SD di daerah Bangka, menginformasikan ada lowongan sebagai guru honorer di sekolah. Renhad pun menjajal nasib bekerja sebagai guru honorer.
Pria kelahiran tahun 1984 itu pun mengajar di SD. Sebagai guru honorer. Nah, rupanya ada pihak lain, yang menginginkan agar anaknya juga bisa mengajar di sekolah itu. Dikarenakan persaingan jadi guru honorer, Renhad pun difitnah dan dikriminalisasi melakukan pelecehan dan pencabulan terhadap anak-anak kecil.
“Waktu itu, mereka mengancam saya akan memenjarakan Renhad. Mereka minta uang 50 juta rupiah ke saya, kalau uang itu saya berikan, maka laporan mereka akan dicabut. Saya tak mau. Sebab anak saya tidak melakukan yang mereka tuduhkan itu,” ungkap Ernita.
Akhirnya, Renhad divonis telah melakukan tindak pidana pelecehan, dengan dijerat Undang-Undang Perlindungan Anak, dengan hukuman penjara selama 12 tahun. “Itulah persekongkolan mereka. Bahkan dituduh anak saya mencabuli 15 orang anak. Luar biasa niat mereka hendak mencelakai kami,” ungkap Ernita.
Dikarenakan persoalan itu, Ayahnya Renhad pun jatuh, stres berat karena anaknya dituduh mencabuli. Beberapa bulan lalu, Ayahnya Renhad meninggal dunia. “Tidak ada sakit, hanya karena tergelincir terjatuh,” ujarnya.
Kini Ernita pun mengalami penurunan pangkat, karena kasus yang dituduhkan kepada anaknya itu. Tadinya Kepala Sekolah, kini hanya jadi Guru biasa.
Sejak dipenjara, kini sudah menjalani hukuman 2 tahun 7 bulan, Renhad dikenal berperilaku baik. Tidak ada yang aneh-aneh. Bahkan, dari pengakuan teman satu selnya, Renhad itu selalu mengingatkan agar tidak bertindak jahat.
Di dalam penjara, Renhad dipercaya menjadi pembimbing rohani bagi napi lainnya. Dia juga jadi instruktur senam di dalam penjara. Mengajari para napi lainnya. Renhad memang pintar bermain musik, keyboard.
Nah, pada saat beberapa waktu lalu, kamar mandi atau water closed (WC) di dalam penjara rusak. Oleh sipir, para napi dimintai uang, alasannya untuk memperbaiki WC yang rusak itu.
Sipir bernama Sudarman alias Nanang pun meminta Renhad mengumpulkan uang dari para napi lainnya. Nah, pada saat Nanang meminta uang yang dikumpulkan itu, entah bagaimana, sebanyak Rp 80 ribu hilang. Renhad pun dituduh memakan uang itu.
Dikarenakan kebingungan dan memang Renhad tidak tahu kemana dan siapa yang mengambil atau menyembunyikan Rp 80 ribu itu, Sipir Nanang pun menggebuki Renhad. Memukulinya sampai babak belur. Berdarah-darah. Ditendangi sampai tak bisa melihat.
Ernita yang datang berkunjung pun tidak dijinkan bertemu anaknya. Selama 24 hari, Renhad dimasukkan ke sel tikus. Tidak diobati. “Sipir mengancam Renhad. Dia dipaksa mengaku terjatuh kalau saya menanyakan mengapa dia luka-luka dan babak belur,” ungkap Ernita.
Ernita marah dan meminta supaya anaknya diobati. Namun tidak diberikan ijin berobat. Nah, lewat 24 hari, Renhad sudah tidak bisa berjalan dan tidak bisa melangkah kalau tidak dipapah. Dia pun diijinkan periksa kesehatan dan kondisi matanya.
“Semua sudah terlambat. Dokter mengatakan, seandainya beberapa hari setelah luka itu dibawa untuk periksa, tidak akan buta permanen. Sekarang, Renhad sudah tidak bisa disambungkan lagi saraf di bola matanya. Buta permanen,” tutur Ernita terisak.
Tidak terima dengan kondisi itu, Ernita berniat melaporkan Sipir Nanang dan Kalapas. Namun, dia sempat dihalang-halangi dan diancam akan mencelakai Renhad lagi jika kondisi itu dilaporkan ke atasannya.
Ernita tetap meneruskan laporannya ke Polda Bangka Belitung. Dan kini sedang proses persidangan. Anehnya, persidangannya pun tidak berpihak kepada keadilan.
“Sidangnya malah saya perhatikan direkayasa. Kami meminta itu sebagai penganiayaan berat, tetapi Jaksa malah membuatnya Pasal 351, penganiayaan ringan. Ini tidak betul lagi persidangan begini,” ujar Ernita, seraya menyampaikan dirinya tidak kuat bercerita, dan sering pingsan di hadapan khalayak jika melihat kondisi Renhad. “Malu nanti saya, apakah saya harus pingsan terus,” isaknya.
Dari pengakuan Renhad kepada Ibunya, yang dibuat dalam bentuk rekaman, dia membantah memakan uang Rp 80 ribu itu. Dirinya juga tidak pernah melakukan perbuatan-perbuatan yang dituduhkan kepada dirinya.
“Di dalam satu sel kami itu ada 25 orang. Semua lelaki, berusia antara 20 tahunan ke atas. Mereka bisa ditanya satu per satu seperti apa saya,” ujar Renhad.
Ernita pun meminta agar Renhad dilepaskan dan dirawat di rumahnya saja. Namun tidak diperbolehkan oleh Kalapas. Ernita tidak mau anaknya dicelakai lagi. Selain sudah tidak normal secara fisik—karena kedua bole matanya sudah tidak bisa melihat, buta–Renhad juga sudah tidak bisa mandiri mengurus dirinya di dalam lapas.
“Dan yang saya paling khawatirkan sekarang mengenai kondisi Renhad, jangan sampai di dalam makanannya ditaruh racun tikus atau apalah. Sehingga dia mati. Sebab, kami membongkar kebobrokan sipir dan lapas ini,” ujarnya.
Ernita sangat mewanti-wanti, ada ancaman yang dilontarkan pihak Lapas kepada dirinya dan Renhad. “Kami mau mafia hukum ini dibongkar. Berikan keadilan. Kepada siapa lagi kami akan meminta pertolongan? Pak Jokowi, tolong berikan keadilan kepada kami,” ujarnya.(JR/Nando)