Di Bekasi, Anak di Bawah Umur Ditahan di Lapas Khusus Orang Dewasa, Oknum Jaksa Minta Uang di Pengadilan

Di Bekasi, Anak di Bawah Umur Ditahan di Lapas Khusus Orang Dewasa, Oknum Jaksa Minta Uang di Pengadilan

- in DAERAH, HUKUM, NASIONAL
772
0
Di Bekasi, Anak di Bawah Umur Ditahan di Lapas Khusus Orang Dewasa, Oknum Jaksa Minta Uang di Pengadilan.

Seorang anak kelas 3 SMP, inisial RF, ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Orang Dewasa di Lapas Margahayu, Bulak Kapal, Bekasi, Jawa Barat.

RF yang diduga membawa senjata tajam dan hendak melakukan tawuran itu ditangkap dan diproses di persidangan.

Ibunya RF, inisial W, mengungkapkan, anaknya tidak melakukan tawuran itu. Memang ditemukan dia membawa senjata tajam. Namun tawuran tidak ada.

Meski begitu, RF tetap diproses hukum dan ditahan di Lapas khusus orang dewasa di Bulak Kapal, Bekasi. “Anak saya diperiksa dan mengikuti proses persidangan dengan ditahan di Lapas Khusus Orang Dewasa di Margahayu, Bekasi,” tutur W.

Perempuan berkerudung itu mengatakan, pihaknya ingin anaknya dilepaskan. Selain tidak melakukan tawuran, RF juga masih sekolah, dan akan sangat terganggung karena dipenjarakan.

“Kasihan anak saya. Dia masih sekolah. Dia tidak tawuran,” ujar W.

Desakan agar kasus RF, anak berusia 14 tahun, yang masih kelas 3 SMP dan ditahan di Lapas Khusus Orang Dewasa itu agar menjadi perhatian serius para penegak hukum

Komisioner Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita LH Simajuntak mengatakan, pihaknya mengingatkan agar Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melalui Dirjen PAS, segera memperhatikan tahanan anak.

“Anak di bawah umur, tidak boleh ditahan di Lapas untuk orang dewasa. Itu perintah Undang-Undang. Anak yang mengahdapi proses hukum, jika pun harus dilakukan penahanan, maka wajib di tahan di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak atau LKPA,” tutur Barita LH Simanjuntak, Jumat (11/01/2019).

Dia menjelaskan, di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) dengan tegas menyebutkan, Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dengan tindakan pidana yang diancam hukuman di bawah 7 tahun harus melalui proses diversi atau pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Apabila ABH harus dimasukkan ke lapas, harus yang khusus anak. Sayangnya, dalam penerapannya belum semua jajaran aparat penegak hukum mengerti.

Selain itu, berdasarkan Pasal 49 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2016, ABH yang direhabilitasi di lapas khusus anak bisa mendapat pembebasan bersyarat jika sudah menjalani setengah masa hukuman Di dalam lapas, ABH menjalani berbagai kegiatan rehabilitasi, seperti membuat prakarya. “Kondisi RF itu tidak boleh. Itu harus diselesaikan dan diusut,” ujar Barita Simanjuntak.

Jika ada alasan yang menyebut bahwa di Bekasi tidak ada LPKA, maka Barita justeru mempertanyakan kembali kehadiran Kementerian Hukum dan HAM serta Dirjen PAS.

“Sebab itu adalah kewajiban pemerintah, kewajiban negara. Harus ada LPKA. Tidak bisa pas dong berdalih, karena tak ada LKPA di Bekasi maka dimasukkan ke LP Orang Dewasa. LKPA itu ya harus ada,” tutupnya.

Janjikan Bebas, Oknum Jaksa Minta Uang di Pengadilan

Bukan hanya persoalan penempatan RF di Lapas Khusus Orang Dewasa yang dipersoalkan. Oknum Jaksa pun meminta uang kepada keluarga RF. Alasannya, untuk membebaskan RF.

Ibunya RF, W mengungkapkan, awalnya oknum jaksa meminta uang sebesar Rp 10 juta. “Anak saya mau disidang itu, sebelum sidang itu kan kita memberikan uang 5 juta. Permintaannya kan 10. Cuma saya saya enggak punya uangnya, ya udah saya kasih lima juta,” tutur W.

Nah, untuk memastikan uangnya akan bisa melepas RF, Si Teteh yakni kakaknya RF, menanyakan oknum jaksa itu. Apabila sekiranya keluarganya bisa menyanggupi memberikan uang sebesar Rp 10 juta, apakah RF otomatis akan dilepas? Namun oknum jaksa tak bisa memberikan kepastian itu.

“Seandainya saya kasih 10 juta pun, tetehnya kan nanya, itu bagaimana bu, kalau misalnya saya turutin permintaan ibu saya kasih 10 juta, itu adik saya keluar? Oh enggak, itu cuma meringankan saja. Itu kata jaksanya,” ujar W.

Padahal, lanjut dia, W sudah memohon-mohon agar anaknya dilepas. Sebab anaknya masih di bawah umur, dan tidak melakukan kejahatan tawuran itu.

“Padahal saat itu saya sudah memohon, supaya tak ditahan dan supaya dibebaskan. Sebab anak saya kan sekolah,” ujar W.

Terkait ulah oknum jaksa yang meminta uang itu, Komisioner Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita LH Simanjuntak mengatakan, jika terbukti, maka oknum jaksa itu harus dipecat dan diproses hukum.

“Jika itu terbukti, ya harus diberikan tindakan berat dan tegas. Sanksi pemecatan saya kira layak ditajuhkan untuk oknum jaksa seperti itu,” tuturnya.

Barita LH Simanjuntak, sebagai Komisioner Komisi Kejaksaan mengunjungi RF (14 Tahun) di LP Bulak Kapal.

Dia disambut Kepala Bagian Hubungan Antar Lembaga (Kabag Humbaga) perwakilan Kementerian Polhukam, Arictha Tarigan.

Barita Simanjuntak menuturkan, kasus yang menerpa RF sudah menjadi perhatian khusus Jaksa Agung HM Prasetyo.

Jaksa Agung, kata Barita menyampaikan keprihatinan yang sama kepada orangtua terdakwa karena ulah oknum tersebut.

“Beliau langsung memerintahkan jajaran pengawasan untuk memeriksa dan mengambil tindakan tegas atas perbuatan oknum tersebut,” kata Barita.

Dugaan ada permintaan dan menjanjikan oknum JPU Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bekasi kepada orangtua terdakwa itu harus ditindaklanjuti.

Barita mengecam perbutan oknum JPU Kejari Kota Bekasi yang mencederai semangat Jaksa Agung yang sedang membangun public trust.

“Kita mengecam perbuatan oknum itu. Kita juga sudah menyampaikan kalau perbutan oknum itu benar, maka tindakan tegas dan keras harus diberikan,” jelasnya.

Jangan sampai ulah satu orang oknum kata Barita, mencederai semangat korps yang telah begitu baik disini.

“Kita perduli sama persoalan anak untuk memberikan perlindungan dan pengayoman. Dalam Undang-undang sistem peradilan anak, ini perlu dukungan khususnya penegak hukum. Di tingkat penyidik, penuntut dan hakim agar punya aware (sadar). Dan agar punya kepedulian serta kepekaan melihat masalah anak-anak ini. Tidak ada kejahatan anak,” jelasnya.

Bidang Pengawasan Kejaksaan Diminta Segera Proses Oknum Jaksa Peminta Uang

Oknum jaksa di Bekasi yang kedapatan meminta uang di persidangan guna meringankan tuntutan harus diproses segera.

Sekretaris Komisioner Komisi Kejaksaan RI, Barita LH Simanjuntak mengatakan, perbuatan oknum jaksa seperti itu menunjukkan kegagalan penegakan hukum. Pihaknya akan menindak tegas oknum jaksa tersebut.

Barita Simanjuntak menyampaikan, oknum Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kota Bekasi ini, diduga meminta imbalan atau menjanjikan kepada keluarga korban kasus senjata tajam atas terdakwa RF (14).

“Kami akan minta informasi ini ditindak lanjuti unit Pengawasan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat dan Jam Was Kejagung Republik Indonesia,” kata Barita.

Barita mendukung penuh jika terbukti benar oknum tersebut wajib ditindak dan diberikan sanksi pemecatan.

“Kita tidak main-main dan tidak mau toleransi untuk perbuatan tercela seperti ini, demi tegaknya wibawa penegak hukum,” katanya.

Dia juga curiga proses penanganan perkara ini sejak awal, apakah sudah sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP). Alasannya, kasus ini berkaitan dengan Undang-undang (UU) perlindungan anak.

“Tetapi wajib juga diperiksa proses penanganan perkara ini sejak awal, apakah sudah sesuai SOP. Sebab ini berkaitan dengan UU perlindungan anak, apakah proses penanganan anak berkonflik dengan hukum sudah dilakukan secara benar dan sesuai kaidah, serta asas kepentingan yang terbaik bagi masa depan anak,” tuturnya.

Dia juga mempertanyakan apakah hak anak yang berkonflik dengan hukum tersebut sudah dilindungi dengan adil, secara proporsional dan profesional?

Menurut Barita, ia perlu mendalami serta mempertanyakan penyidik perkara ini mulai ditingkat penyidikan, kenapa anak tersebut perlu ditahan.

“Korelasinya dengan tindak pidana yang diduga dilakukan sama sekali bukanlah tindak pidana, yang kalau dilihat dengan perspektif perlindungan anak memerlukan penahanan,” terangnya.

Selain JPU, Barita juga kecewa dengan proses dari mulai penyidikan, penuntutan dan putusan pengadilan diduga tidak aware dengan kepentingan si anak.

“Melihat dinamika perlindungan anak dan menegakkan aturan hukum pemidanaan seperti kacamata kuda. Ini hal yang sangat serius. Sebab saya melihat gagalnya penegak hukum memahami esensi negara wajib melindungi anak Indonesia,” ujarnya.(JR)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Kisruh Dugaan Kecurangan Pemilihan Rektor Universitas Negeri Makassar

Tim Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset