Hubungan komunikasi Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Letjen TNI (Purn) Edy Rahmayadi dengan para aktivis di Sumatera Utara (Sumut) kian memanas.
Mantan Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Pangkostrad) itu dianggap lebay, hanya karena mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur yang menyebabkan pagar kantor mengalami sedikit kerusakan.
Aktivis Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Sumatera Utara Swangro Lumbanbatu sangat menyayangkan reaksi Gubsu yang berlebihan dengan menyatakan keberangan dan kegeramannya atas aksi unjuk rasa itu.
“Kok jadi lebay gitu sih. Sangat disayangkan ya, reaksi dari seorang Gubernur untuk meminta organisasi GMKI Medan meminta maaf. Hanya karena terjadi sedikit kerusakan pagar Kantor Gubernur pasca demonstrasi, yang menuntut Perusak Danau Toba ditutup dan dihentikan. Kejadiannya pada tanggal 26 Juli 2019 saat aspirasi berlangsung,” tutur Swangro Lumbanbatu, Selasa (06/08/2019).
Mantan Koordinator Wilayah I Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) meliputi Nangroe Aceh Darus Salam dan Sumatera Utara itu menyebut, reaksi yang diberikan Gubsu itu sangat tidak bijaksana. Padahal, selama ini, hubungan komunikasi yang baik antara Pemprov Sumut dengan para aktivis sudah berlangsung baik.
Reaksi Gubsu itu berlebihan. Karena bukan menindaklanjuti aksi dari adik-adik mahasiswa dengan substansi meminta Kepala Daerah Provinsi Sumatera Utara untuk fokus menghentikan ijin usaha perusahaan-perusahaan di sekitar Danau Toba yang mencemari Danau Toba, kok justru malah fokus mengancam adik-adik mahasiswa.
“Kok Gubsu malah mengancam, jika tidak segera meminta maaf kepada Gubernur maka aktivis akan dilaporkan ke Polisi karena telah merusak pagar saat demonstrasi berlangsung,” ujar Swangro lagi.
Dia meminta Gubsu untuk berpikir tenang dan tak perlu bereaksi berlebihan atas aksi unjuk rasa itu. “Gubernur sumut tidak perlu emosional. San saya yakin adik-adik mahasiswa melakukan aksi damai saat aspirasi berlangsung demi kemajuan dan keberlangsungan hidup ekosistem disekitaran Danau Toba yang kita cintai,” katanya.
Apalagi, Gubsu sebagai Kepala Daerah juga perlu diingatkan agar kinerja bawahannya menghentikan ijin perusahaan pencemar Danau Toba segera dilakukan.
“Aktivis mencintai wilayah Danau Toba, juga mencintai Provinsi Sumut. Karena rasa saying itulah, Gubsu dan Wagubsu perlu diberi masukan dan juga diingatkan atas persoalan yang terjadi di Kawasan Danau Toba,” ujarnya.
Swangro juga berharap, Kantor Gubernur juga harus terus terbuka kepada rakyat, dan kepada siapapun itu. “Kantor Gubsu itu kan rumah tempat rakyat menyampaikan aspirasinya,” ujarnya.
Sementara itu, Tokoh Sumut, RE Nainggolan menyampaikan, persoalan antara Gubernur Sumut Edy Rahmayadi dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) sebaiknya dipandang sebagai dinamika hubungan antara bapak dan anaknya sendiri.
“Pak Gubsu kan pemimpin kita. Orang tua kita, bapak dari adik-adik GMKI itu. Jadi, memang sebaiknya tidak perlu harus sampai berlanjut menjadi persoalan hukum. Semua pihak, terutama adik-adik GMKI akan bisa mengambil pelajaran dari persoalan yang telah terjadi,” ujarnya.
Penghormatan kepada orang tua, sambung Nainggolan, merupakan ajaran pokok semua agama, bagian dari budaya luhur sebagai bangsa.
Di sisi lain, orang tua juga diajarkan untuk mengayomi dan menyayangi anak-anaknya. Menurut Nainggolan, anak-anak muda ini, karena demikian semangatnya barangkali saat menyampaikan aspirasi mereka terkait Danau Toba, sampai terjadi kerusakan pagar kantor gubernur.
“Pak Gubsu sendiri mengambil langkah tegas membawa persoalan itu ke ranah hukum, dengan membuat pengaduan. Tentu tidak ada yang salah dengan langkah-langkah hukum. Hukum adalah penglima kita. Akan tetapi, kita yakin Pak Gubsu juga punya kearifan, dengan hati yang dingin bisa mengambil pendekatan lain terhadap anak-anak beliau di GMKI,” katanya.
RE Nainggolan yang juga merupakan Koordinator Kelompok ahli Dewan Pengarah Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Danau Toba (BPOPDT) ini mengingatkan, agar jangan sampai dinamika antara Gubsu dan GMKI ini membuat semua pihak terdiskresi dari persoalan pencemaran di Danau Toba, yang merupakan isu yang sesungguhnya.
“Kita yakin dan sudah lihat sendiri, Pak Gubsu seiring sejalan dengan pemerintah pusat dalam memberi prioritas dan perhatian terhadap kawasan kebanggaan Sumut ini. Biarlah riak-riak itu sebagai bagian dari dinamika antara seorang Bapak yang punya kearifan dan anak-anaknya yang kadang-kadang terbakar semangat,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, RE juga berharap kepada GMKI melalui para seniornya, juga tidak perlu merespons dengan pengaduan balik.
“Itu hanya akan menjauhkan kita dari tujuan-tujuan awal kita yang baik. Bila bapak dan anak ini malah terjebak makin jauh ke dalam konflik, yang senang nanti ya, para perusak Danau Toba itu dan juga orang orang yang ingin membuat sumut tidak nyaman, tidak bermartabat dan orang ya g ingin memecah belah,” ujarnya.
RE Nainggolan juga berharap, dan yaknin terhadap Gubsu akan mempertimbangkan ulang pengaduan tersebut karena beliau memang seorang pemimpin yang arif, yang menempatkan diri di atas semua golongan.
“Di sisi lain, ini juga pelajaran berharga bagi adik-adik di GMKI, dan mahasiswa Sumut secara umum, agar lebih bisa mengendalikan diri, tidak terpancing emosi saat menyalurkan aspirasi,” pungkasnya.(JR)