Sebanyak lima orang perwakilan Masyarakat Papua, yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Peduli Pembangunan Papua (FMPP-Papua) mendatangi Gedung Kejaksaan Agung Republik Indonesia di Jalan Sultan Hasanuddin Nomor 1, Jakarta Selatan, Kamis (06/04/2017).
Kedatangan mereka hendak bertemu Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) di Gedung Bundar, di Kompleks Adhiyaksa itu. Namun, kehadiran mereka tidak bisa diterima oleh Jampidsus dan jajaran. Mereka hanya bisa bertemu dengan staf Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung (Puspenkum Kejagung).
Ketua Forum Mahasiswa Peduli Pembangunan Papua (FMPP-Papua) Arnold Wendanas menyampaikan, kedatangan mereka jauh-jauh dari Tanah Papua ke Kejaksaan Agung adalah untuk mempertanyakan laporan mereka atas adanya tindak pidana korupsi yang terjadi pada pengadaan pesawat Grand Caribou di Kabupaten Puncak, Papua.
Soalnya, menurut Arnold Wendanas, sudah dua tahun proses penyidikan berlangsung di Jampidsus Kejaksaan Agung, tidak ada kejelasan. Dia mengatakan, tahun lalu, Jampidus sempat menyampaikan, proses penyelidikan telah ditingkatkan menjadi proses penyidikan. Hingga kini, ditunggu-tunggu progress report-nya, tidak juga ada perkembangan berarti.
“Kami dari Forum ini dan dari Masyarakat Kabupaten Puncak, Papua, mempertanyakan kinerja Jampidus dalam pengusutan kasus yang sudah dilaporkan sejak 2015 lalu itu. Kalau tahun lalu, Jampidsus menyampaikan sudah masuk ke tahapan penyidikan, mengapa sampai kini tidak ada lagi kabar beritanya?” tutur Arnold Wendanas.
Diungkapkan Arnold, bukan sekali dua kali mereka mempertanyakan pengusutan atas pembelian pesawat jenis DHC-4T Turbo Caribou itu. Sejak diusut oleh Kejaksaan Tinggi Papua, hingga di-ambilalih oleh Pidsus Kejaksaan Agung, masyarakat Papua sudah mengikuti dan mempertanyakan terus perkembangannya. “Bahkan, sebelumnya kami juga telah mendatangi Kantor Sekretariat Negara, untuk mempertanyakan hal ini,” ujarnya.
Mengapa Masyarakat Papua bersusah-susah datang dari Indonesia Timur ke Kejaksaan Agung RI? Menurut Arnold, pembelian pesawat merek DHC-4T Turbo Caribou yang diduga merugikan keuangan Negara yang peruntukannya Rakyat Papua sebesar Rp 146 miliar itu adalah mimpi buruk bagi masyarakat di Kabupaten Puncak, Papua.
“Pembelian pesawat itu adalah mimpi buruk bagi kami. Pertama-tama, kami Masyarakat Papua merasa dibohongi dengan pembelian pesawat itu. Bukan pesawat itu prioritas kami. Pembelian pesawat itu sudah kami protes berkali-kali ketika masih proses peng-anggaran di Pembkab Puncak dan DPRD, tidak mau dengar mereka. Kedua, pesawat itu adalah pesawat tidak jelas, pesawat bekas, namun dibeli dengan harga seperti harga pesawat baru. Ketiga, pesawat itu pun sudah tidak bisa dipergunakan. Pada saat latihan uji coba, pesawat itu sudah langsung jatuh, hancur. Dan terancamlah nyawa orang-orang Papua. Padahal pesawat baru beli,” tutur Arnold.
Arnold sangat menyayangkan sikap Bupati Puncak, Papua Willem Wandik dan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perhubungan, yang memaksakan pembelian pesawat tersebut. Anggaran yang sangat besar, menurut dia, dibuang dan sangat merugikan masyarakat Papua.
“Sedangkan untuk perbaikan jalan-jalan di Kabupaten Puncak pun Pak Bupati tidak peduli. Jangankan jalan kampung, jalanan di depan Kantor Bupati dan Kantor DPRD di Kabupaten Puncak, Papua pun hancur. Hampir semua fasilitas umum yang mendasar tidak ada yang bisa dipergunakan baik,” ungkapnya.
Arnold mengatakan, selama menjadi Bupati Puncak, Papua, Willem Wandik belum melakukan perbaikan fasilitas dan juga perkembangan penduduk yang baik. Bahkan, hampir semua anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Puncak itu dimonopoli oleh Bupati dan keluarganya.
“Bupati jarang sekali ada di Kabupaten Puncak. Mengunjungi kami warga pun tidak pernah. Pada saat mau pilkada saja dia datang.Setelah jadi Bupati, tidak pernah kelihatan lagi. Kami tidak tahu apa saja yang dikerjakan oleh Bupati. Yang pasti, dari proses pembangunan di Kabupaten Puncak, tidak ada yang terjadi. DPRD pun dikendalikan oleh Bupati. Ini semua seperti mimpi buruk bagi kami,” ujar Arnold.
Selain itu, Arnold menyampaikan, sejumlah dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Bupati Puncak, Papua Willem Wandik, selalu tidak pernah diusut tuntas.
Arnold merasa heran, setiap kali ada perbuatan melanggar hukum dan juga penyelewengan jabatan dan kekuasaan, termasuk penyelewengan anggaran yang dilakukan Willem Wandik, tidak pernah terjerat hukum.
“Bahkan sejak di Papua, aparat hukum tidak pernah tuntas mengusut kasus-kasusnya. Seperti kasus korupsi pembelian pesawat Caribou ini, jalan di tempat saja terus. Kami menduga, jaksa di Papua dan jaksa di Pidsus Kejaksaan Agung ini pun sudah masuk angin. Mereka ini mungkin saja sudah dikasih uang besar-besaran oleh Bupati, sehingga tidak akan mengusut kasus-kasusnya,” tutur Arnold.
Oleh karena itu, dijelaskan Arnold, Masyarakat Papua, khususnya dari Kabupaten Puncak Papua, akan terus menagih dan mempertanyakan kinerja Jampidsus atas pengusutan kasus yang sudah dua tahun lebih ditangani Jaksa, dan belum ada keseriusan mengusutnya.
“Masa sampai ke Kejaksaan Agung di sini pun pengusutannya tetap tidak berjalan? Mengherankan sekali bukan,” ujarnya.
Arnold pun berjanji, selain terus mempertanyakan penanganan kasus itu ke Jampidsus, pihaknya juga akan melaporkan urusan ini ke Lembaga Ombudsman Republik Indonesia, ke Komisi Kejaksaan, ke Komisi III DPR RI dan ke Presiden Joko Widodo.
“Kami akan sampaikan semuanya. Kami akan datangi Pak Presiden Jokowi, agar kasus ini tidak dipetieskan. Kami Masyarakat Papua, sungguh menderita dengan ulah pemerintahan kami dan juga ulah aparat penegak hukum Indonesia yang sudah masuk angin seperti itu,” pungkas Arnold.
Atas kehadiran mereka, Staf Kapuspenkum Kejaksaan Agung berjanji akan menyampaikan dan akan menginformasikan perkembangan penaganan perkara itu nantinya. “Kalau yang kami tahu, kasus ini masih sedang dalam proses penyidikan. Nanti akan kami sampaikan perkembangannya,” ujar salah seorang staf Kapuspenkum yang menerima surat protes dari Forum Mahasiswa Peduli Pembangunan Papua (FMPP-Papua) itu.
Terkait penanganan kasus ini, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Dirdik) Warih Sadono menyampaikan, dirinya belum ada sebulan dilantik sebagai Dirdik yang baru menggantikan Dirdik sebelumnya Fadel Jumhana yang dipromosikan menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur. Karena itu, Dirdik yang baru Warih Sadono juga berjanji akan mengecek terlebih dahulu proses yang sudah dilakukan oleh penyidiknya terkait dugaan kasus korupsi pembelian pesawat Caribou di Kabupaten Puncak Papua tersebut.
“Nanti saya cari dulu data infonya ya. Kan saya masih baru bergabung di Direktorat Penyidikan ini,” ujar Warih Sadono, ketika dikonfirmasi.(JR)