Pegiat Anti Korupsi dari Gerakan Jalan Lurus (GJL) Jawa Tengah, mendukung keberanian Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengusut tuntas megaskandal korupsi yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Ketua Gerakan Jalan Lurus (GJL) Jawa Tengah, Riyanta mengatakan, Korps Adhyaksa patut diacungi jempol karena membongkar megaskandal korupsi di perusahaan pelat merah, yang sudah merugikan keuangan Negara mencapai Rp 16,8 triliun itu.
Menurut Riyanta, jika di era lalu, ada pengemplang uang Negara sebesar Rp 1,3 Triliun bernama Edi Tansil, sudah begitu hebohnya dunia Republik Indonesia.
Kini, Kejaksaan Agung berani dan sedang berupaya membongkar tuntas kejahatan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang nilai kerugian negaranya ditaksir melebihi Rp 16,8 Triliun itu.
“Langkah Kejaksaan Agung untuk menuntaskan mega korupsi di PT Asuransi Jiwasraya itu patut diacungi jempol. Dan Kejaksaan Agung harus kita dukung untuk itu,” tutur Riyanta, Sabtu (13/06/2020).
Untuk itu, lanjutnya, masyarakat dari Jawa Tengah yang mendukung GJL juga menyatakan mendukung Jaksa Agung Republik Indonesia Dr Burhanuddin dan jajarannya, untuk terus membongkar kasus yang ditengarai banyak pemain-nya itu.
“Mendukung Jaksa Agung dalam membongkar setuntas-tuntasnya mega skandal korupsi Asuransi Jiwasraya itu,” ujar Riyanta.
Riyanta menegaskan, pihaknya akan menjadi garda terdepan untuk menghantam para koruptor dan kaki tangannya yang berupaya menghambat Kejaksaan Agung membongkar tuntas megaskandal korupsi di PT Asuransi Jiwasraya itu.
“Siapapun yang berusaha untuk melemahkan Kejaksaan dalam mengusut tuntas mega korupsi di PT Asuransi Jiwasraya itu, adalah pengkhianat Negara,” tegasnya.
Karena itu, Riyanta menyemangati Jaksa agar tak perlu gentar dengan ulah para perampok uang rakyat dan kaki tangannya, yang mencoba menghalangi dan merusak kinerja pemberantasan korupsi yang dilakukan Kejaksaan Agung.
“Uang yang ada di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) itu adalah uang rakyat. Dan terjadinya mega korupsi di Asuransi Jiwasraya ini tidak dilakukan oleh Pemerintahan yang sekarang. Maka, Kejaksaan Agung wajib menuntaskan pengusutan korupsi ini dengan sejelas-jelasnya. Buka apa adanya. Rakyat mendukung total langkah Kejaksaan. Rakyat bersama kejaksaan,” pungkas Riyanta.
Terkait proses persidangan megaskandal korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) ini, Pegiat Anti Korupsi Boyamin Saiman mensinyalir, maraknya kiriman karangan bunga di sekitar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) selama proses persidangan kasus megaskandal korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero), adalah bentuk mobilisasi dukungan dari para pengacara terdakwa dan koleganya kepada para koruptor.
Mobilisasi dukungan kepada pelaku tindak pidana korupsi, berupa karangan bunga berisi seruan-seruan dan ucapan-ucapan dukungan kepada para terdakwa kasus yang terjadi di perusahaan pelat merah itu, juga sebagai upaya merusak kinerja penyidik Kejaksaan Agung dan institusi Hakim yang menyidangkan perkara yang ditaksir sudah merugikan keuangan Negara mencapai Rp 16,8 Triliun itu.
“Baliho karangan bunga tersebut kami pahami sebagai bentuk dukungan kepada terdakwa. Dan berpotensi mempengaruhi hakim dalam persidangan. Kami yakin, pembuat baliho karangan bunga itu dimaksudkan untuk upaya membebaskan para Terdakwa dugaan korupsi Jiwasraya dengan cara-cara di luar persidangan,” tutur Boyamin Saiman.
Boyamin Saiman yang adalah Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyatakan, dalam dua kali persidangan megaskandal korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang sudah digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, terdapat penempatan baliho karangan bunga yang berisi dukungan terhadap Terdakwa Benny Tjokrosaputro alias Bentjok.
“Penempatan baliho karangan bunga tersebut tidak etis. Dan tidak pada tempatnya,” tandas Boyamin Saiman.
Boyamin pun meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menertibkan dan melarang penempatan baliho karangan bunga tersebut di semua area. Termasuk di trotoar yang ada di depan Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut.
Alasan Boyamin meminta penertiban karangan-karangan bunga yang diduga dibiayai oleh para terdakwa lewat para pengacaranya itu, dikarenakan membuat wajah Pengadilan menjadi sarat dengan aroma keberpihakan kepada para koruptor.
“Pengadilan adalah lembaga netral yang tidak berpihak kepada siapapun. Pengadilan hanya berpihak kepada kebenaran dan keadilan,” tegas Boyamin Saiman.
Karena itu, Boyamin Saiman mengingatkan, Hakim harus bersikap adil dan tidak berpihak kepada para koruptor dan para pengacaranya.
Hal itu sudah menjadi Kode Etik bagi hakim sebagaimana tertuang pada Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan No 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Dan juga pada Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial Nomor 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim.
“Jika hendak membela Terdakwa, sudah terdapat saluran melalui Penasehat Hukum masing-masing dari Terdakwa. Dan pembelaan tersebut telah diberi ruang dalam bentuk pembacaan eksepsi, pada hari Rabu tanggal 10 Juni 2020 kemarin itu,” tutur Boyamin.
Boyamin Saiman juga menduga, pemasangan baliho karangan bunga itu tidak mendapat ijin dari Kepolisian. Sehingga harus ditertibkan dan atau dilarang.
Menurut Boyamin, pemasangan baliho karangan bunga seperti itu adalah bentuk penyaluran aspirasi sebagaimana ketentuan Undang Undang No 9 tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat Di Muka Umum.
“Sehingga harus terdapat ijin dari Kepolisian setempat. Dan jika tidak ada ijin, ya harus dilarang,” ujarnya.
Boyamin menyampaikan, dirinya melihat ada berbagai cara yang dilakukan para pengacara terdakwa itu untuk mempengaruhi proses penegakan keadilan. Bahkan, tanpa rasa malu sudah menyerang Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung (JPU).
Yang mana, katanya, hal itu juga sama dengan sedang menyerang Jaksa Agung Republik Indonesia sebagai sebuah kesatuan Adhyaksa. Demikian pula dengan penyerangan terhadap institusi Peradilan dan Hakim.
“Atas hal-hal tersebut , MAKI akan melayangkan surat berisi permintaan penertiban baliho karangan bunga kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dengan tembusan kepada Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Badan Pengawasan Mahkamah Agung,” tandas Boyamin Saiman.(JR)