Kejaksaan Agung diminta mengusut tuntas adanya dugaan tindak pidana korupsi dan rekayasa proyek pengadaan di Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI).
Ketua Jakarta Procurement Monitoring (JPM) Ivan Parapat mengatakan, sampai saat ini, tidak ada yang sungguh berubah menjadi lebih baik dalam hal proses pengadaan proyek-proyek di berbagai lembaga Negara dan di pemerintahan.
“Apanya yang transparan dan lebih baik? Sama saja kok. Tetap saja marak permainan, juga ajang rebutan untuk meraup uang dan korupsi. Lihat saja di berbagai lembaga Negara dan pengadaan-pengadaan proyek pemerintahan, semua itu ajang bancakan juga tuh,” ujar Ivan Parapat, di Jakarta, Minggu (04/09/2016).
Tidak percaya? Lah, sekelas Badan Pusat Statistik (BPS) saja yang selama ini hampir tak pernah kedengaran bisa bermain proyek dan korupsi, menurut Ivan, justru di lembaga itu pun marak korupsi pengadaan dan permainan proyek.
Sebagai bukti konkrit, lanjut Ivan, BPS saja sudah dilaporkan ke Kejaksaan Agung atas dugaan korupsi mulai dari dari proses rekayasa lelang hingga ke proses pengadaan yang dilakukan lembaga itu.
Proyek pengadaan barang berupa tas, rompi dan ATK (Alat Tulis Kantor) Tahun Anggaran 2015 di BPS RI itu pun baru terkuak lagi setelah Jakarta Procurement Monitoring (JPM) melaporkannya ke Kejaksaan Agung.
Ivan parapat mengungkapkan, JPM menemukan sejumlah kejanggalan dalam proyek tersebut. Diantaranya pemenang lelang dalam paket pengadaan tas dan Alat Tulis Kantor (ATK) senilai Rp 27 miliar lebih adalah perusahaan yang sebelumnya pemenang pada lelang pertama yang telah dinyatakan memalsukan dokumen lelangnya.
“Kok bisa pula pemenang sudah nyata memalsukan dokumen malah masih dijadikan pemenang?” ujar dia.
Pada hal, dikatakan Ivan, Kabag Perlengkapan BPS Muryadi Jaka Pratama sendiri yang mengaku bahwa PT PKM yang memenangkan lelang kedua paket tas dan rompi sebelumnya itu telah memalsukan dokumen lelangnya.
“Sesuai pengakuan Pak Jaksa saat lelang pertama atau saat paketnya masih disatukan, ada perusahaan yang memalsukan dokumen kwitansi. Nyatanya, perusahaan itu tidak di-black list dan justru bisa ikut lelang pada lelang kedua saat paket dipecah, bahkan PT PKM itu menang. Ini ada apa?” tanya Ivan.
Awalnya panitia atau pokja proyek dengan nilai HPS Rp 81 miliar lebih ini telah menetapkan pemenang lelang yakni PT CBJ dengan harga penawaran Rp 68 miliar lebih, meskipun ada penawaran terendah yakni PT PKM senilai RP 52 milliar lebih. PT PKM tidak menang karena pokja menemukan bukti adanya pemalsuan kwitansi kepemilikan mesin.
Pada lelang kedua atau pada saat proyek dipecah, ternyata paket-paket tas dan ATK dimenangkan oleh PT PKM senilai Rp 27 miliar lebih. Sedangkan pengadaan proyek rompi dan topi dimenangkan oleh CV EB senilai Rp 26 miliar lebih.
“Selain itu, ada banyak kejanggalan dan pelanggaran fatal yang dilakukan pihak BPS dalam proyek ini. Semua datanya sudah saya serahkan ke Pidsus Kejagung pada saat kami laporkan pada 18 Februari 2016 lalu,” ujar Ivan.
Ivan menyampaikan, dalam laporannya disertai data-data pendukung yang bisa dijadikan penyilidik Pidsus Kejagung untuk menuntaskan kasus yang berpotensi merugikan Negara hingga miliaran rupiah itu.
Adapun pihak yang ikut bertanggung jawab dalam pelaksanaan proyek diantaranya Kepala BPS, Suriamin selaku Pengguna Anggaran (PA) serta Arie Sukarya selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
“Seperti yang sudah saya katakan, Kepala BPS Pak Suryamin dalam proyek ini selaku KPA bertanggung jawab atas dugaan adanya kongkalikong sehingga berpotensi merugikan Negara hingga puluhan miliar rupiah,” tandas Ivan.
Selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Arie Sukarya mengatakan tidak ada masalah dalam pelaksanaan proyek tersebut. Saat ini, pihaknya belum membayarkan sejumlah dana untuk pengadaan rompi dan topi.
“Karena, penyedia tidak bisa memenuhi sesuai batas waktu kontrak dan akan dikenakan denda maksimum,” ujar Arie dalam klarifikasinya yang diterima wartawan.
Menurut dia, BPS pun masih menunggu clearance dari auditor BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) untuk membayar tunggakan yang dananya akan dimasukkan dalam anggaran 2016.
“Jadi, silahkan saja dilapor jika ada persoalan. Kami dari pihak BPS siap kok menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi,” tutur Arie.
Sebelumnya, ditemukan kejanggalan dalam proyek tersebut. Diantaranya, pemenang lelang dalam paket pengandaan tas dan Alat Tulis Kantor (ATK) senilai Rp 27 miliar lebih adalah perusahaan yang sebelumnya dinyatakan oleh panitia atau pokja pengadaan telah memalsukan dokumen lelangnya.
Awalnya panitia atau pokja proyek senilai HPS Rp 81 miliiar itu telah menetapkan pemenang lelang yakni, PT CBJ dengan harga penawaran Rp 68 miliar lebih, meskipun ada penawaran terendah yakni dari PT PKM senilai Rp 52 miliar lebih. Kali itu, PT PKM tidak menang karena Pokja menemukan bukti adanya pemalsuan kwitansi kepemilikan mesin.
Lelang pun dibatalkan dan akhirnya paket proyek dipecah menjadi dua oleh Pokja atas sejumlah alasan. Menurut Kabag Perlengkapan BPS Muryadi Jaka Pratama, pembatalan lelang dan paket proyek yang awalnya satu, lalu dipecah dua itu, sesuai saran LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah).
Salah satu alasan lelang pertama dibatalkan, karena banyak diprotes peserta lelang. Pasalnya, Pokja melakukan uji laboratorium pada barang yang dilelang, padahal hal itu tidak tercantum dalam RKS.
Selain itu, PT PKM melakukan kesalahan fatal dengan memalsukan salah satu dokumen lelangnya. “Karena itu kami konsultasi ke LKPP. Dan, LKPP menyarankan agar lelang sebaiknya dibatalkan. Alasannya, kami harusnya meminta klarifikasi dari perusahaan yang diduga memalsukan dokumen itu,” papar Jaka.
Pada lelang kedua atau saat paket proyek dipecah, ternyata paket-paket tas dan ATK dimenangkan oleh PT PKM senilai Rp 27 miliar lebih. Sedangkan proyek pengadaan rompi dan topi dimenangkan oleh CV. EB senilai Rp 26 miliar lebih.(JR)