Bisa Diulur-ulur, Sidang PKPU Di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Rawan Diselewengkan

Bisa Diulur-ulur, Sidang PKPU Di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Rawan Diselewengkan

- in DAERAH, EKBIS, HUKUM, NASIONAL
884
0
Bisa Diulur-ulur, Sidang PKPU Di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Rawan Diselewengkan. – Foto: Sidang Lanjutan Rapat Kreditur antara PT Gugus Rimbarta sebagai pihak Kreditur dengan PT Budi Kencana Megah Jaya (PT BKMJ), dengan agenda verifikasi antara kreditur dan debitur di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Selasa, 29 September 2020.(Ist)Bisa Diulur-ulur, Sidang PKPU Di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Rawan Diselewengkan. – Foto: Sidang Lanjutan Rapat Kreditur antara PT Gugus Rimbarta sebagai pihak Kreditur dengan PT Budi Kencana Megah Jaya (PT BKMJ), dengan agenda verifikasi antara kreditur dan debitur di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Selasa, 29 September 2020.(Ist)

Persidangan pada perkara-perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) rawan diselewengkan.

Hal itu dikarenakan, dalam proses persidangan PKPU tidak mengenal Nebis In Idem. Artinya, perkara PKPU bisa diajukan berkali-kali, sampai terbukti adanya urusan utang piutang yang diperkarakan.

Kondisi inilah, yang menyebabkan adanya kerawanan dan permainan dari pihak-pihak berperkara dengan Hakim yang memutus perkara PKPU.

Seperti yang ditemukan di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Diduga ada permainan antara pihak Pemohon yakni yang diajukan oleh PT Gugus Rimbarta sebagai pihak Kreditur dengan Majelis Hakim Pengadilan Niaga yang menangani perkara itu.

Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Bambang Nurcahyono menuturkan, Pengabulan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh PT Gugus Rimbarta dengan PT Budi Kencana Megah Jaya (BKMJ) merupakan sepenuhnya kewenangan Hakim.

Bambang Nurcahyono menjelaskan, pengabulan PKPU dapat dilakukan meskipun sudah berulang kali ditolak.

“Hukum Acara PKPU dan Niaga tidak mengenal asas Nebis In Idem, sehingga beberapa kali diajukan perkara yang sama apabila sudah memenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 dan terbukti adanya utang dan sifatnya sederhana, maka hal tersebut dapat dikabulkan permohonannya,” ujar Bambang Nurcahyono, saat dimintai tanggapannya oleh wartawan, Rabu (30/09/2020).

Sebelumnya, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan permohonan PKPU yang diajukan oleh PT Gugus Rimbarta pada gugatan yang ke-lima.

Dalam gugatan tersebut, diduga tidak ada perubahan berkas yang diajukan ke dalam persidangan dengan gugatan yang sebelumnya ditolak oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Bambang mengungkapkan, pengabulan Permohonan PKPU tersebut merupakan sepenuhnya kewenangan majelis hakim Pengadilan Niaga.

“Namun fakta hukumnya yang berwenang menilai hukumnya adalah majelis hakimnya. Contohnya, ada putusan di PN dikabulkan, terus naik ke Pengadilan Tinggi, dikuatkan, kemudian ke MA (Mahkamah Agung) dibatalkan. Dengan demikian hal tersebut wewenang penilaian majelis hakimnya dan tidak dapat di intervensi,” pungkas Bambang.

General Manager PT Budi Kencana Megah Jaya (PT BKMJ), Donny Yahya mengatakan, pelaksanaan sidang Penundaan Sidang Pembayaran Utang (PKPU) sering terkendala, bahkan diulur-ulur. Hal ini semakin memunculkan sejumlah kejanggalan dalam proses pencapaian keadilan oleh para pencari keadilan.

Menurut Donny Yahya, ada yang aneh dalam sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh PT Gugus Rimbarta sebagai pihak Kreditur.

Donny Yahya menilai, sangat banyak berkas yang kurang dan bahkan berkas yang tidak layak diajukan dalam sidang.

Selasa, 29 September 2020, dilakukan sidang lanjutan Rapat Kreditur. Dengan agenda verifikasi antara kreditur dan debitur di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Menurut Donny, dalam sidang itu, pihaknya sebagai Debitur tetap bertahan, bahwa memang sudah tidak ada tagihan dan tidak ada utang.

“Jadi kami membantah semua utang sementara dari kreditur mereka memang masih tetap berpendapat bahwa masih ada utang. Tapi yang menarik adalah kemudian pengurus sudah bersikap dan pengurus mengakui adanya utang 56 miliar rupiah jadi ada penurunan beberapa miliar itu berapa miliar itu dari 74 turun ke 50 apa 56 miliar rupiah,” beber Donny Yahya.

Menurutnya, sidang verifikasi antara PT Budi Kencana Megah Jaya sebagai debitur dan PT Gugus Rimbarta sebagai kreditur sekaligus penggugat itu semakin memperlihatkan banyaknya kejanggalan yang terjadi.

Selama sidang verifikasi tersebut, ungkapnya, PT Gugus Rimbarta tidak bisa membuktikan bahwa PT Budi Kencana Megah Jaya masih mempunyai hutang yang belum dibayarkan.

Bahkan, Majelis Hakim memperpanjang waktu selama 30 hari ke depan untuk melengkapi bukti-bukti penagihan hutang yang diajukan oleh PT Gugus Rimbarta.

“Satu lagi, diperpanjang 30 hari. Tadi Hakim Pengawas mengusulkan untuk ketuk. Hakim Pengawas berpendapat bahwa perlu dilakukan perpanjangan karena memang masih dikit nih masalah jumlah utang,” ujarnya.

Selanjut, pihaknya dari PT Budi Kencana Megah Jaya, sebagai Debitur meminta pihak Kreditur menunjukkan bukti-bukti formil.

“Memang karena ini sudah masuk dalam ranah penagihan secara formil maka kami meminta kreditur untuk dapat menunjukkan dokumen-dokumen penagihan secara formil,” ujar Donny.

Dia melanjutkan, berkas tidak bisa ditunjukkan oleh PT Gugus Rimbarta sebagai Kreditur. Yakni dokumen pekerjaan yang sudah diselesaikan seratus persen.

Donny menegaskan, pihaknya tidak memiliki hutang lagi kepada PT Gugus Rimbarta. Dikarenakan sudah membayarkan semua pekerjaannya. Pembayaran sudah dilunasi waktu itu, meskipun belum diselesaikan seratus persen.

“Dia menagih pekerjaan 100% padahal dia baru bekerja sebanyak 72,72 96%. Jadi memang itu tidak ada hutang, karena dia justru kita sudah bayar dia melampaui pekerjaan 100%, padahal prestasinya baru 70% itu,” tuturnya.

Dikarenakan pihak PT Gugus Rimbarta sebagai kreditur tidak mampu melengkapi beberapa berkas yang menjadi bukti dalam persidangan PKPU, Donny menilai pihak kreditur memalsukan berita acara serah terima pekerjaan yang diajukan ke muka persidangan.

Beberapa berkas yang tidak dilampirkan oleh pihak kreditur dalam persidangan antara lain as-built drawing, Progress yang sudah ditanda tangani lengkap oleh Kontraktor, Manajemen Konstruksi, dan Pihak Pemberi Kerja, Manual Book dan Berita Acara Serah Terima.

“Kami menduga bahwa Dokumen Berita Acara Serah Terima (BAST 1dan 2) adalah palsu atau isinya Palsu. Karena Dokumen itu hanya boleh terbit jika ada dokumen-dokumen progres yang sah. Manual BookAs-Build Drawing. Jika tidak di lengkapi dokumen itu maka penerbitan BAST itu ilegal,” bebernya.

Selain itu, menurutnya, Pengurus PKPU tidak netral selama sidang verifikasi antara kreditur dan debitur.

Selama sidang, katanya, para Pengurus menunjukkan keberpihakan kepada kreditur. Dan selalu mengabaikan bukti-bukti yang ditunjukkan oleh pihak debitur dalam sidang verifikasi.

“Para Pemohon mendalilkan bahwa mereka telah menyerahkan kuitansi tapi belum terima duit. Dan Pengurus sependapat. Padahal kami telah membuktikan, kuitansi baru diberikan setiap kali kami selesai membayar secara menyicil. Tapi pengurus tidak percaya. Tapi kami telah membuktikan bahwa transaksi berkaitan dengan kuitansi 2 itu sudah dibayar. Bahkan dari 144 kali transaksi, Kreditur baru menerbitkan 36 kuitansi,” lanjut Donny membeberkan.

Tidak hanya itu, Donny juga merasakan adanya kejanggalan dengan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang mengabulkan permohonan PKPU yang diajukan oleh PT Gugus Rimbarta, sebab berkas yang diajukan tidak lengkap.

Bahkan, sebelumnya Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah menolak gugatan PKPU yang diajukan oleh PT Gugus Rimbarta sebanyak empat kali.

“Cuma heran aja, jika dengan fakta yang sama tapi putusan berbeda. Dan merasa aneh aja, dalil dan bukti kita tidak dipertimbangkan atau dikesampingkan. Jadi, asas keseimbangan ini seperti tidak jalan,” tandas Donny.(Nando)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Laskar Anti Korupsi Indonesia Kecam Ketidakadilan di Pemkab Karo: ASN Tak Terima Gaji Selama ± 24 Bulan

Jakarta– Di tengah kesulitan hidup yang semakin berat,